Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Terorisme dan Respon Kita

May 16, 2018


Hari ini adalah hari ketiga pasca terorisme. Tidak bisa dibilang benar-benar aman dari segala bentuk teror. Semalam dikabarkan ada baku tembak antara polisi dan teroris di Surabaya. Sedangkan di Sidoarjo, kejadian serupa terjadi pagi tadi. Ternyata hal ini tak hanya terjadi di Sidoarjo dan Surabaya saja, tapi di kota lain pun iya.

Saya tak paham apa motif dibalik segala aksi teror yang mereka lakukan. Jika itu atas nama Islam, apa iya yang mereka lakukan sudah sesuai dengan syariat-Nya? Faktanya tidak.

Para pelaku teror melakukan segala macam bentuk perbuatan yang justru dilarang dalam Islam. Bunuh diri, melukai bahkan membunuh warga sipil yang tak bersalah, menghancurkan fasilitas umum dan rumah ibadah, menghalalkan darah kafir dzimmi. Tak ada aturan demikian dalam Islam. Bunuh diri jelas adalah dosa besar dalam Islam.

Dalam perang Rasulullah memerintahkan untuk tetap melindungi perempuan, anak-anak dan orang tua. Sedangkan dalam aksi teror ini, pelaku membunuh siapa saja yang ada di dekatnya. Tak peduli lagi apakah itu warga sipil atau bukan.

Rasulullah juga melarang untuk menghancurkan fasilitas umum dan rumah ibadah. Sedangkan ini? Saya rasa saya tak perlu mempertegas lagi.

Warga Surabaya dan Sidoarjo sejak aksi teror pertama yang muncul sudah sepakat bahwa kami tidak takut melawan terorisme. Tapi faktanya, segala aksi beruntun yang terjadi, membuat kami dag dig dug ser juga.

Iya, tak ada yang menjamin apakah kami akan tetap aman jika hanya berada di rumah saja. Tapi setidaknya berada di tempat aman dengan pengamanan yang sudah berlapis-lapis bisa menjadi ikhtiar kita untuk melindungi diri dari teror ini.

Hari ketiga pasca pengeboman 3 gereja di Suabaya. Jalanan masih sangat lengang. Kendaraan melaju amat kencang. Seakan takut berada terlalu lama di jalanan. 

Perumahan-perumahan ditutup aksesnya. Hanya penduduk sana saja yang boleh masuk. Di depan kampus, ada setidaknya 3 satpam yang berjaga di pintu masuk. Membawa HT dan siap melaporkan kejadian terkini saat itu. Termasuk gerbang ITS. Ada banyak gerbang yang sebetulnya bisa dilalui, tapi hanya ada 2 gerbang saja yang dibuka. Itu pun sudah dilengkapi dengan banyak SKK (Satuan Keamanan Kampus) di tiap gerbang.

Lepas dari segala bentuk proses pengamanan yang ada. Mereka yang menggunakan atribut Islami mulai dicurigai. Pakai gamis dicurigai, apalagi yang bercadar. Memanjangkan jenggot juga dicurigai.

"Jangan-jangan ini komplotan," mungkin begitu yang ada di benak mereka.
Saya sendiri sempat mengalami hal itu saat akan masuk ke dalam gedung Pasca Sarjana. Untuk masuk ke dalam gedung, kami harus membukanya dengan menggunakan smart card. Saya biasanya enggan mengeluarkan smart card untuk membuka pintu karna posisi kartu yang tenggelam di tumpukan barang dalam tas saya. Alih-alih mengambil smart card, biasanya saya melambaikan tangan ke Mbak Kiki, petugas keamanan kampus. Setelah itu Mbak Kiki akan menghampiri saya dan membukakan pintu.

Tapi siang itu Mbak Kiki tidak sedang di tempat biasa dia bertugas. Saya pun merogoh isi tas untuk mencari smart card, sembari menoleh kanan kiri, siapa tahu ada mahasiswa yang mau masuk. Saya bisa ikut masuk tanpa harus mengeluarkan smart card.

Rupanya perilaku saya tadi dianggap mencurigakan bagi mahasiswa yang tak mengenal saya. Ada yang mengamati saya dari ujung kepala hingga kaki. Khawatir seakan-akan saya akan meledakkan diri seketika itu juga.

Rekan saya bahkan mendapat perilaku yang lebih wow lagi dari saya. Bukan hanya karna pakaian yang dia gunakan. Tapi juga karna mobile robot yang terbawa di dalam mobilnya. Pemeriksaan ketat harus dia jalani, sampai semua telah dipastikan aman.

Tak hanya itu. Pemberian Surat Peringatan kepada mereka-mereka yang kerap memberikan kajian juga dilakukan. Bayangkan saja, mereka yang biasa berdakwah, kini dituduh menyebarkan terorisme. Di kampus sebelah, bahkan ada yang diturunkan dari jabatan strukturalnya.

Fitnah-fitnah dilayangkan. Seakan-akan lembaga dakwah kampus adalah sarang teroris. Mereka yang tergabung sebagai anggota atau hanya simpatisan organisasi Islam dicurigai.

Parah.

Beginilah kondisi kami hari ini. Hidup tidak hanya dalam kekhawatiran teror yang bisa saja muncul kapan saja dan di mana saya. Pun sikap aparat hukum yang mulai lelah dengan semua ini.

Dalam kondisi keos semacam ini. Ketika masyarakat sekali lagi mulai phobi dengan Islam, penting bagi kita untuk tetap waras. Bersikap tenang agar mampu berpikir jernih dalam menghadapi tekanan berbagai pihak yang mulai ketakutan ini. Dakwah Islam juga tetap harus disampaikan. Sampaikan bagaimana Rasulullah mengajarkan kita agar Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sampaikan kebenaran, sekali pun banyak yang menghujatmu karenanya. Tak apa. Rasulullah, Sang Manusia sempurna saja masih dicemooh oleh Abu Jahal. Apalagi kita yang cuma remah-rah rengginang di kaleng khong guan?

©lellyfitriana

Comments

  1. Begitulah, kita pun jadi korban kecurigaan.....
    (btw, makasih ya kemarin komen di blogku :) Tapi terpaksa kuhapus karena ada link hidup---nama blogmu---tercantum di komen :D)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, semua-muanya dicurigain. :(

      it's okay mbak :)

      Delete