Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Bukan Karna Tak Cinta, Tapi...

Nov 29, 2021

Bukan Karna Tak Cinta


Beberapa hari yang lalu, Ria Ricis akhirnya nikah. Setelah dijodoh-jodohin sama influencer A-Z, akhirnya dia nemu juga jodohnya. Kalau lihat dari penampilan fisiknya, masya Allah...

Pesta pernikahan yang megah pun digelar. Udah kaya Disney Princess gitu. Gatau juga itu persiapannya singkat atau nggak. Tapi, rasanya gak mungkin berbulan-bulan, mengingat ada Oki Setiana Dewi yang jadi "satpam" untuk adiknya biar nggak makin terjerumus ke hal-hal yang Allah nggak ridho. Lihat pesta pernikahan yang super megah dengan hadiah yang fantastis juga, ya nggak mungkin sih berjalan tanpa persiapan. Ada strategi yang disusun supaya pesta bisa berjalan dengan apik, meski waktunya cuma sebentar.

Ini sebetulnya fenomena yang umum terjadi di masyarakat kita sih. Kalau mau nikah ya disiapin betul-betul resepsinya. Bahkan, ada juga yang takes time sampai setahun hanya untuk resepsi. Sayangnya, banyak orang mempersiapkan resepsi seapik mungkin, tapi lupa mempersiapkan diri menjalani rumah tangga secara utuh. Padahal, ini sama sekali nggak bisa dibilang mudah. Ada aja ujiannya. Masya Allah ya...

Akhirnya apa? Banyak pernikahan yang hanya sukses sampai ke wedding ceremony-nya saja. Cuma sampai resepsi, abis itu babak belur menjalani pernikahan.

Realita yang Ada dalam Pernikahan

Realita dalam Pernikahan


Kamu sepakat nggak sih kalau pernikahan yang happily ever after itu cuma ada di dongeng aja? Kalau belum, jangan-jangan kamu kebanyakan nonton drakor cinta-cintaan dan jadinya halu. Kalau sudah, barangkali kamu sudah bisa melihat realita dari kehidupan pernikahan yang kamu jalani sendiri atau orang-orang di sekitarmu.

Yes, setelah menikah, kehidupanmu nggak akan auto bahagia selamanya. Euforia pesta pernikahan, kehidupan pengantin baru memang menyenangkan dan bikin happy. Tapi ya berapa lama sih? Sebulan? Dua bulan? Tiga bulan?

Banyak sekali konflik yang terjadi di dalam rumah tangga. Bahkan, masalah sepele pun bisa menjadi konflik di dalam rumah tangga. Aku inget banget sama cerita temanku di awal pernikahnnya dulu.

"Ya Allah, setelah nikah tuh ya, masalah handuk yang ditaruh kasur aja bisa bikin nangis bombay."

Kesannya lebay sih. Tapi kebayang nggak sih kalau tiap hari, tiap pasangan mandi terus handuknya taruh kasur? Sementara itu, kita nggak suka kalau ada handuk di atas kasur.

Ya tentu bisa ribut. Tentu masalah dalam pernikahan nggak cuma masalah handuk yang ada di atas kasur, pintu-pintu yang nggak ditutup balik, lampu yang nggak dimatikan, dan masalah sepele lain. Ada juga konflik dengan mertua, kekerasan dalam rumah tangga, suami yang menyublim, suami yang cuma kerjaa doang, banyak.

Apakah masalah ini terjadi di pernikahan yang umurnya tahunan? Nggak. 

Aku kalau baca DM yang masuk ke Instagram @lellyfitriana tuh suka pusing sendiri. Kadang, aku suka ngerasa kok pernikahanku gini banget ya. Tapi setelah baca curhatan mereka, masya Allah, masalahku itu bener-bener nggak ada apa-apanya. 

Penyebab Munculnya Masalah dalam Pernikahan

Masalah dalam Pernikahan


Waktu penganten baru sih, masalahnya mungkin soal adaptasi dengan pasangan dan keluarganya. Tapi, ternyata setelah ada masalahnya nambah lagi. Bukan cuma soal perbedaan pendapat tentang pengasuhan dan pendidikan anak aja, tapi juga masalah lain yang lumayan ngeri. Aku sendiri ngalami ini.

Kenapa kok gitu?

Setelah ada anak, perhatian kita mulai terbagi. Makin banyak anak, makin banyak juga manusia yang perlu kita perhatikan. Apalagi ketika mereka masih kecil, masa-masa butuh perhatian full karena mereka belum bisa apa-apa juga kan. Waktu kita berduaan sama pasangan jadi jauh lebih sedikit lagi. Kalau tidak disempatkan, buyar sudah.

Kang Adli Umarat dalam salah satu seminar pernah menyampaikan demikian.

"Pastikan anak itu dibangun, suami diurus."


Waktu Kang Ading bilang begitu, aku merasa tertampar. Iyaya, setelah ada anak kita suka kebalik soal ini. Dulu suami kita full urus dia, tapi setelah ada anak jadi nggak gitu lagi. Bukan cuma suami sih, aku pun merasa nggak diurus pula. Jadi, rasa kesepian itu sering melanda even kami ketemu tiap hari. 

Sebelum Kang Ading sampaikan hal tersebut, aku suka mempertanyakan ke diri sendiri, aku ini kenapa sih? Setelah dikasih tahu gitu, aku tahu kalau masalahku ternyata karena waktuku sama pasangan berkurang drastis. Lalu, ada konflik sama mertua dan orangtua juga karena perbedaan pola asuh. Wah, kepala rasanya pingin ngebul sih.

Mungkin, bukan cuma aku yang  ngerasa gitu. Tapi suami juga. Akhirnya, dia merasa terbiasa urus dirinya sendiri dan banyak sekali urus pekerjaan rumah alih-alih berduaan dengan istrinya.

Alhamdulillah, suami larinya ke beberes rumah. Ada suami-suami lain yang justru lari ke main game, sibuk sama hobinya sendiri, lebih ngeri lagi ketika dia seelingkuh. Ada banget lagi suami yang terang-terangan menunjukkan ketertarikannya ke perempuan lain. Chattingan di depan istrinya. Tapi kalau ditanya, katanya nggak ada apa-apa dan marah sambil ngatain istrinya lebay.

Terus gimana? Anak mestinya diajari untuk jadi individu yang mandiri. Bantuan kita perlu dikurangi sedikit demi sedikit seiring bertambahnya usia anak. Ini untuk memberi kesempatan ke anak juga untuk terus bertumbuh.

Masih Cinta Nggak Sih?


Seiring bertambahnya usia pernikahan, ada satu waktu. Bahkan, mungkin cukup sering kita mempertanyakan ini. 

"Suami tuh masih cinta nggak sih sama aku."
"Suamiku kok cuek banget ya. Dia sayang nggak sih sama aku?"
"Suamiku aku giniin, kok dia datar-datar aja ya? Dia cinta nggak sih sama aku?"

Merawat Cinta



Tenang guys, tenang. Jangan suudzon dulu. Mungkin, bukan karena nggak cinta lagi  tapi...

1. Belum mengenali pasangan secara utuh luar dalam

Pacaran lama itu tidak menjamin kita bisa kenal utuh pasangan kita. Ta'aruf pun demikian. Jadi, jangan dikira setelah nikah kita bisa kenal pasangan 100% luar dalam. Bisa jadi belum.

Akibatnya apa? Muncullah konflik di sana sini.

Ini bukan hanya sekedar belajar suami kita itu sifatnya gimana ya. Tapi kita perlu juga belajar kecenderungan laki-laki itu gimana, perempuan itu gimana. Allah kan ciptain perbedaan antara keduanya kan. Kita bisa pelajari ini dan cari tahu caranya untuk handle perbedaan tersebut.

Kalau kita kenal sama pasangan luar dalam, kita jadi lebih bisa saling mengisi satu sama lain. Konflik itu mungkin akan tetap ada. Tapi, kita tahu gimana caranya handle konflik tersebut secara dewasa.

2. Belum menaikkan resolusi konflik ke level tertinggi

Apa sih level tertinggi dari menyelesaikan konflik? Berbahasa. Kalau ada apa-apa, bilang. Ngobrol baik-baik. Bukan cuma diem terus nangis aja. Bukan juga main fisik atau nyindir-nyindir.

Bicara baik-baik. Selesaikan baik-baik. 
Elemen penting dalam komunikasi itu ada di respon yang kita terima. Sebagai penyampai pesan, kita yang bertanggung jawab secara utuh agar pesan itu diterima dengan baik. Kalau misal hasilnya nggak bagus, ya coba cari cara lain. Ini memang butuh skill dan ilmunya. That's why, kita butuh terus upgrade ilmu dan stimulasi kemampuan berkomunikasi kita.

3. Belum mengidentifikasi bahasa cinta sendiri dan pasangan

"Aku udah belajar. Aku udah sering praktikkan juga ke suami. Tapi hasilnya zonk. Suamiku nggak kunjung berubah."
Sabar sabar...

Well, tahu nggak sih? Sebelum kamu  mengubah suami, kamu perlu menangkan hatinya dulu. Ini berlaku juga ke anak. Masuk dari apa yang dia suka, baru giring ke apa yang kita mau.

Gimana cara tahunya? Pahami dulu bahasa cinta pasangan. Bahasa cinta itu ada 5. 

Hadiah

Orang-orang dengan bahasa cinta ini suka banget kasih hadiah untuk menunjukkan rasa cintanya. Mereka pun punya kecenderungan mengukur cinta orang lain dari hadiah yang mereka berikan. Nggak melulu soal materi ya, hadiah yang dibuat dengan sepenuh hati bisa juga bikin mereka  luluh.

Quality Time

Orang-orang dengan bahasa cinta ini melihat cinta dari seberapa banyak perhatian yang diberikan pasangan ke dirinya. Mereka suka menjadi prioritas. Kalau pasanganmu termasuk di dalamnya, coba rencanakan kencan berdua dan luangkan waktu berdua aja sama dia. Tentu, tanpa gangguan krucil-krucil ya.

Word of Affirmation

Orang-orang dengan bahasa cinta ini butuh kata-kata untuk memahami perasaan orang lain ke dia. Kalau pasanganmu masuk di dalamnya, jangan ragu untuk bilang sayang atau cinta ke dia. Hargai juga usahanya dengan kata-kata. Sesimpel..

"Makasih ya, kamu udah bantu aku. Aku senang deh kamu bla bla bla. Aku jadi bla bla bla. Makasih, Sayang."

Sentuhan Fisik

Ini udah jelas juga ya. Mereka ini suka dapat sentuhan fisik. Mereka akan merasa dicintai kalau digandeng, dipeluk, duduk deketan. Pokoknya nggak bisa jauh deh. Ngglendot mulu.

Pelayanan

Ada juga lho orang yang kaya gini. Mereka akan merasa dicintai kalau orang lain mau melayaninya. Kalau pagi siapin kopi atau teh. Ada yang bantu handle kerjaan. Dibawain bekal makan siang, dan masih banyak lagi. Dengan cara-cara itu, mereka akan merasa dicintai.

Kamu masuk yang mana? Suamimu masuk yang mana? Coba cari tahu terus kasih tahu pasangan.

"Bahasa cintaku itu yang ini lho. Jadi, aku akan merasa dicintai kalau kamu begini begitu."

Kita pun juga harus tahu bahasa cinta suami untuk nge-adjust perilaku kita ke suami biar dia pun merasa dicintai.

4. Belum merancang dan mengeksekusi kegiatan bersama pasangan yang bisa memperkuat bonding

Dulu, sebelum ada anak, kita bisa bebas berduaan sama pasangan. Tapi setelah ada anak, ternyata butuh effort ya untuk pacaran sama suami. Ini kalau nggak dirancang dan diekseskusi ya nggak bakal bisa.

Aktivitasnya nggak harus liburan ke mana berdua kok. Pillow talk, mancing berdua, makan malam berdua, atau apapun itu. Namanya juga pacaran ya berdua dong. Kalau bawa anak-anak namanya bukan pacaran, tapi ngasuh bocah. Wkwkwk..

Jadi, sudahkah meluangkan waktu buat pacaran lagi?

5. Belum menjalankan cinta tanpa tapi-jika-maka-nanti

Masih banyak yang melakukan sesuatu kalau suaminya begini begitu. Secara nggak sadar ada hubungan transaksional di sini.

"Dia nggak gini kok. Ngapain aku gitu?"
"Dia juga selingkuh, berarti aku boleh juga dong."

Wow, coba deh tanya ke diri sendiri. Cintamu itu tulus nggak sih ke pasangan? Kok masih berharap imbalan ini itu. Kok baru muncul hanya jika dia berperilaku baik saja?

Jadi, tulus atau bulus nih?

Kesimpulan

Wow, panjang juga ya. Wkwkwk..
Intinya sih, jangan negative thinking dulu ketika hubungan kita sama pasangan jadi dingin. Barangkali, ada beberapa PR yang memang belum kita kerjakan secara utuh. Atau, dulu pernah dikerjakan, terus sekarang nggak.

Jadi, dari pada terus overthinking dan insecure sendiri. Mending coba cari tahu celahnya ada di mana. Lalu, coba tambal lubang-lubang yang ada.

Semangaaaat...

Comments

  1. Menarik banget bahasannya. Salah satu kuncinya yaitu komunikasi antar pasangan yang harus selalu dijaga baik. Tanpa ada komunikasi yang sejalan, siap-siap beda arah. Abis itu pusing sendiri

    ReplyDelete