Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Mar 30, 2020

Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Masa Pandemik

Sehat mental

Belakangan ini, saya merasa antara otak dan tubuh saya sering sekali tidak sinkron. Banyak kesalahan-kesalahan konyol yang saya lakukan. Contoh, salah ambil handuk waktu mau mandi. Bukannya ambil handuk sendiri, malah handuknya Ghazy yang diambil. Ini masih belum seberapa. Pernah juga mau nutup termos pakai tutup tempat sikat gigi Ghazy.

Kalau ditanya kenapa bisa begitu, jawabannya karena saya sedang butuh refreshing. Saya yakin saya bukan satu-satunya orang yang mendadak jadi aneh setelah titah di rumah aja digaungkan oleh Pak Presiden. Tapi, begini ini masih mending karena ternyata di luar sana banyak yang kesehatan mentalnya mulai terganggu.

Ada orang-orang yang mulai mengalami anxiety, paranoid, psikosomatis, dan lain-lain. Kapan hari saya baca curhatan beberapa teman di WAG. Mereka cerita kalau belakangan mentalnya sudah tidak sehat lagi karena terpapar segala hal tentang Covid-19 ini. Ya berita-berita ngerinya, ya hoax-hoaxnya. Makin lama kok ya bikin mual.

Baca juga: Corona Virus dan Kita Hari ini

Takut Itu Wajar, Kok!

Takut

Kalau hari ini kamu merasa cemas atau takut, it's okay. Itu wajar, kok. Rasa takut ini justru bisa jadi alarm untuk diri kita sendiri agar lebih aware dengan kondisi apapun. Jadi, nggak sembrono gitu.

Saya lupa di Bobo edisi berapa. Pastinya sudah jadul banget ya. Penting banget kita punya rasa takut. Malah harus ada. Jangan sampai nggak punya sama sekali.

Permasalahan yang muncul bukan di kita takut atau tidak. Tapi, ketika rasa takut ini mulai berlebihan. Reaksi yang kita timbulkan pun jadi berlebih.


Gangguan Psikis Menurunkan Imun

Imun

Ini sudah banyak sekali dokter yang menjelaskan terkait ini. Ketika psikis kita terganggu, maka imun tubuh kita juga ikut turun. Apakah ini terjadi langsung? Ternyata tidak. Ada tahapan-tahapan sebelum sampai ke sana.

1. Menurunnya kemampuan otak

Ini yang sedang saya alami beberapa hari ini. Saking bosannya, kok ya rasanya jadi mulai bego gitu. Otak sama badan banyak nggak sinkronnya.

Ada yang lebih parah lagi. Sudah tidak bisa berpikir jernih. Otaknya fokus ke hal-hal buruk aja tanpa mampu menghasilkan solusi. Ya makin stress.

2. Hormon mulai kacau

Siapa yang pernah datang bulannya kacau gara-gara menyelesaikan skripsi? Yuk, angkat tangan!

Saya nggak pernah sampai begini sih. Tapi teman-teman saya banyak yang mengalaminya. Ada yang tidak mens selama 2 bulan lebih. Ada juga yang justru mens tidak henti-henti.

Kita sama-sama tahu bahwa menstruasi bisa terjadi atas kerja hormon. Kalau ini terganggu, siklus mensnya jelas jadi terganggu juga.

Ini juga yang jadi alasan kenapa ketika kita mau promil nggak boleh stress. Hamil kan butuh peran aneka hormon untuk ini itu. Kalau stress, hormon nggak stabil, ya susah lagi hamil. Teman saya ada lho yang sampai cuti sebulan biar nggak ngurus kegiatan kampus biar promilnya lancar. Alhamdulillah, sekarang udah punya anak.

3. Imun tubuh turun

Nah, ini yang terakhir. Setelah 2 tahap tadi kita lalui, gongnya ada di sini nih. Menurunnya imunitas di dalam tubuh kita.

Ini yang gawat. Terutama di masa pandemik macam sekarang. Kita butuh imun yang kuat untuk bisa melawan penyakit ini.

Kita sama-sama tahu bahwa tingkat penularan Covid-19 ini tinggi sekali. Tapi, kemungkinan sembuhnya juga besar tergantung dari daya tahan tubuh kita. Orang yang positif covid-19 tidak selalu butuh ICU untuk bisa tetap hidup. Ada banyak kasus yang ternyata tidak butuh perawatan medis sama sekali. Ya macam kita flu biasa aja. Kalau mau cepat sembuh, minum vitamin, makan-makanan yang bergizi, istirahat yang cukup.


Jaga Kesehatan Mental dengan  Hal Ini

Have fun

Pada akhirnya, kalau kita ingin bisa tetap survive dari virus ini. Kita tidak cukup hanya menjaga asupan makanan dan rajin olahraga saja. Kondisi mental kita juga perlu dijaga agar daya tahan tubuh kita tetap baik. Ada 3 hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental kita.

1. Batasi asupan informasi tentang Covid-19

Peringatan tentang Covid-19 ini ada di mana-mana. Banyak sekali. Mau nonton TV, beritanya ada. Mau buka internet, sekarang iklannya ada. Buka WAG apalagi, ini banjir banget. Parahnya lagi kalau di WAG, banyak informasi-informasi tidak valid yang beredar.

Melelahkan lho ngikutin itu semua. Tidak hanya itu saja, paparan informasi ini ternyata kalau terlalu banyak juga nggak baik untuk mental kita. Jadi, perlu kiranya kita membatasi diri untuk update info.

Tidak harus selama 24 jam tahu kondisi terkini. Kita bukan pemimpin daerah yang harus selalu update info perkembangan untuk mikir langkah strategis, kan. Kita cuma butuh tahu agar lebih waspada saja. Kalau saran saya, update informasi cukup sekali dalam sehari. Itu pun jangan terlalu lama. Biar nggak pusing juga.

2. Cari hiburan

Kita memang disuruh untuk di rumah aja. Tapi, bukan berarti kita tidak bisa mencari kesenangan di sini. Kita bisa lho cari hiburan dengan melakukan hobi kita. Contoh, memasak, nonton film, journaling, dan masih banyak lagi. Lakukan saja selagi punya banyak waktu. Bahkan, kalaupun waktu kita terbatas karena banyak sekali yang diurus, luangkan waktu khusus.

Saya biasanya menggunakan waktu di pagi hari untuk memasak sembari nonton reality show Korea, film, atau bahkan drama. Sisanya, main sama anak sampai capek. Ini ternyata lumayan membantu untuk bisa tetap waras.

3. Perbanyak ibadah

Semua juga bisa merasakan ya. Ketika kita khusyuk beribadah, hal yang kita dapat adalah ketenangan. Kalau sudah mulai gundah, kita bisa perbanyak sholat sunnah kita. Ini juga yang diajarkan Rasulullah ketika kita mendapat ujian. Hadapi dengan sabar dan sholat.

4. Istirahat yang cukup

Ini juga poin yang tidak kalah penting. Istirahat yang saya maksud tentu bukan hanya sekedar rebahan saja. Kita juga butuh tidur cukup untuk bisa tetap waras. Saya pernah menulis tentang gangguan tidur dan solusinya. Silakan dibaca juga untuk tahu kolerasi antara cukup tidur dengan menjaga diri agar tetap "waras".

Penutup

Pandemik ini adalah ujian yang kita alami bersama. Ada perang melawan musuh yang kita sama-sama tidak bisa lihat. Pastinya, bukan hanya sehat secara fisik saja yang kita butuhkan, tapi juga mental. Ada banyak cara untuk bisa menjaga itu semua. Tapi, jangan lupa. Jangan segan atau takut untuk meminta bantuan tenaga ahli, bila gejala yang kita alami semakin memburuk.

Konsultasi dengan psikolog atau psikiater itu bukan aib kok. Ini justru jadi satu langkah berani yang bisa kita lakukan untuk bisa segera sehat.


Mar 23, 2020

Corona Virus dan Kita Hari Ini



Sebetulnya, saya ingin menulis tentang Corona, tentang apa itu Corona, bagaimana penyebarannya, dan lain-lain. Tapi kemudian saya mengurungkan diri karena merasa tidak kompeten dalam hal ini. Penjelasan yang saya sampaikan tanpa landasan keilmuan, sangat amat memungkinkan terjadi kekeliruan. Kalau informasi tersebut sampai tersebar dan diamini oleh banyak orang, berapa banyak orang yang justru dirugikan oleh hal itu. Jadi, saya putuskan untuk menulis sesuai dengan kapasitas saya sebagai seorang anak, ibu, dan bagian dari masyarakat ini.

Tentang Corona 


Sejak virus ini muncul di China, ini sudah sangat amat mengejutkan bagi saya. Bagaimana tidak, orang-orang terus berjatuhan di jalan macam robot yang kehabisan sumber daya. Banyak orang yang merutuki Wuhan saat itu. Tentang adzab Allah karena sudah menyiksa kaum muslimin, tentang akibat dari perbuatan mereka sendiri karena segala sesuatu dimakan.

Dari Wuhan, virus ini kemudian menyebar ke banyak kota di China. Menyaksikan venomena ini terjadi, betul-betul seperti film. Dengan penyebarannya yang begitu masif saat itu, tentu tidak  menutup kemungkinan virus ini dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Saya sempat mempertanyakan tentang nasib warga asing yang tinggal di sana. Bagaimana nasib mereka selanjutnya? Tentu tidak mudah menghadapi mimpi seburuk itu di depan mata mereka sendiri. Hidup di negara asing saja sudah sulit. Ini masih ditambah dengan bayang-bayang mimpi buruk yang tepat ada di depan mereka. Sudah sewajarnya, sebagai manusia yang lemah, tidak ada pilihan lain untuk meminta pertolongan kepada negara masing-masing. Mereka memohon dengan penuh harap untuk bisa diselamatkan.

Tapi, apakah tindakan penyelamatan ini adalah tindakan yang tepat? Tidak ada jaminan bahwa orang-orang yang pulang ke negara masing-masing ini selamat dari virus ini. Bagaimana jika tanpa mereka sadari mereka sudah terinfeksi oleh virus ini?

Kita semua akhirnya tahu bagaimana akhir dari kisah itu. Negara-negara asal, dengan sigap menyiapkan fasilitas pencegahan sebelum menjemput warga negaranya masing-masing, termasuk Indonesia. Meskipun, terbilang agak lama ya. Negara-negara lain sudah menjemput warga negara masing-masing, Indonesia belum. Orang-orang yang di sana sepertinya sudah nangis duluan mungkin.

Awal Mula Covid-19 di Indonesia


Tidak butuh waktu yang lama. Corona Virus akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh virus ini juga lumayan bikin ngeri-ngeri sedap. Hingga akhirnya, mimpi buruk itu datang ke Indonesia.

Pasien yang dinyatakan positif Covid-19 datang dari Depok. Saya perlu mengapresiasi 2 orang pasien pertama positif Corona yang sudah begitu awas tentang kondisi dirinya. Sayangnya, banyak netizen yang justru kepo setengah mati sampai rasa-rasanya segala penghakiman hadir padanya. Seolah-olah penduduk +62 ini bilang, “oh, kamu yang bawa virus itu kemari?”

Kebayang nggak sih, kalau 2 orang ini tidak berusaha untuk memeriksakan dirinya? Kebayang nggak, kalau mereka masih merasa kalau itu flu biasa yang nantinya akan sembuh sendiri? Berapa jiwa yang nantinya akan tertular virus ini? Berapa nyawa lagi yang bisa melayang?

Setelah berita positif Covid-19 menyebar, semua orang jadi panic buying. Borong sana-sini. Ya sembako, ya masker, ya hand sanitizer. Lumayan parah sih ini. Gara-gara ini, mereka yang butuh banget malah nggak kebagian.

Tempat-tempat umum sudah menerapkan SOP baru. Pengukuran suhu tubuh pada setiap pengunjung. Dan kemarin, saya baru saja nonton dan baca penjelasan terkait virus ini. Pasien yang positif Covid-19 bisa saja tidak menunjukkan gejala apapun di awal.

Bekerja dan Belajar dari Rumah


Tanggal 14 Maret 2020, edaran terkait belajar dari rumah sudah mulai beredar ke sekolah-sekolah. Hari itu, Kota Bogor yang biasa ramai sudah mulai lengang. Dan, keesokan harinya Presiden mengumumkan untuk melakukan semua aktivitas dari rumah saja per tanggal 16 Maret 2020 hingga 14 hari berikutnya. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, tetap produktif dari rumah.

Tentu, tidak semua kantor siap dengan hal ini. Ada yang butuh waktu untuk mempersiapkan ini. Tanggal 16 Maret 2020, setelah berita itu, bagi yang tahu dan aware terkait hal ini, tentu keluar rumah dengan perasaan was-was. Keluarga yang melepas pergi juga tentu tidak mudah.

Sesungguhnya, belajar dan bekerja dari rumah itu tidak mudah bagi siapapun. Tapi ya apa boleh buat. Semua demi keselamatan banyak orang.

Saya sebetulnya sudah biasa bekerja dari rumah. Sekarang pun, saya sudah mulai terbiasa bekerja dengan kondisi punya bayi. Tapi, kedatangan personil baru yang diam di rumah ternyata lumayan menambah pekerjaan baru. Ya memang, tugas mengasuh Ghazy jadi bisa terbantu dengan kehadiran suami, tapi ternyata tambahan tugas yang lain juga ada. Jadi semacam punya satu anak lagi. Masak yang biasanya cukup sekali, yaitu di pagi hari. Kini bertambah lagi frekuensinya.

Kondisi saya tentu tidak ada apa-apanya dengan ibu-ibu yang punya anak banyak. Anak-anak yang sudah sekolah membawa pulang banyak sekali tugas sekolah untuk diselesaikan dalam 14 hari ke depan. Saya bisa bayangkan betapa sulitnya hal ini. Harus membantu satu per satu anak, mengurus pekerjaan rumah, dan pekerjaan kantor sendiri (kalau memang biasa kerja di luar rumah).

Ini masih belum lagi harus menghadapi rengekan bocah yang mulai bosan di rumah. Jangankan bocah, orang dewasa aja bosan di rumah terus. Kondisi di dalam rumah sendiri, bisa jadi kondisi yang bikin stress kalau tidak segera beradaptasi untuk mengelola situasi macam ini.

Meski begitu, produktif dari rumah bukan sesuatu yang mustahil. Kalau kebetulan pasangan juga bekerja dari rumah, maka kerja sama ini jadi kunci utama sukses bekerja dari rumah. Apalagi untuk ibu-ibu yang punya anak kecil, harus ada yang menghandle anak ketika ibu menyelesaikan pekerjaan.

Tidak harus pasangan juga. Kita sama-sama tahu bahwa belum semua pekerja bisa kerja dari rumah. Peran pasangan bisa digantikan oleh ART atau keluarga yang lain. Intinya sih, jangan sungkan untuk minta bantuan.

Jangan sampai kita stress sendiri gara-gara ingin tampil sempurna. It's okay kalau nggak semua bisa kepegang. It's okay kalau nggak bisa seideal biasanya. Namanya juga bukan kondisi ideal kan. Bagaimanapun juga, kita butuh untuk terus bahagia agar bisa menularkan kebahagiaan ke yang lain.

Kondisi Kita Hari Ini


Tarik napas panjang, keluarkan...
Tarik napas lagi panjang, keluarkan...
Gimana? Enakan?

Yup, paparan berita tentang Corona dari segala macam penjuru memang bikin sesak. Kemarin nonton youtube-nya Deddy Corbuzier yang bahas Corona sama dr. Tirta. Pasien di rumah sakit banyak yang membeludak karena ada banyak orang yang merasa dirinya positif Covid-19. Padahal, ya belum tentu. Padahal, penanganan yang diperlukan nggak harus yang sampai ke rumah sakit juga. Self isolation saja, bisa jadi sudah cukup.

Kalau boleh saya bilang, sebelum dinyatakan positif Corona, hari ini sudah banyak sekali orang yang terkena Corona Anxiety. Mirisnya, kalau kondisi mental kita udah kena, sistem imun jadi turun. Akibatnya, jadi lebih rentan juga terkena Covid-19 ini.

Well, iya. Jaga kesehatan tubuh dan pikiran di hari ini tuh bukan perkara yang mudah. Kita semacam perang dengan sesuatu yang tidak bisa kita lihat. Tapi, itu ada. Dan, harus berjuang melawannya.

Saya mau cerita sedikit tentang apa yang saya rasakan tempo hari. Sebetulnya, saya bukan orang yang takut sekali dengan keberadaan Covid-19 ini. Meski jumlah pasien meningkat tetap tidak membuat saya panik. Waspada tentu iya. Saya tetap menjaga diri dengan tidak keluar rumah, kalau tidak urgent. Misal, saya harus keluar rumah pun, segala protokol keamanan dan kebersihan diri pasti dipikirkan dan dilakukan. Semua saya lakukan karena saya bayi. Nggak mau aja dia sampai sakit.

Hingga negara api menyerang...

Suatu sore, suami telpon ibu. Hal yang bikin deg dan lumayan jengkel saat ibu mertua saya bilang mau ke Bogor. Ketika kami bingung melindungi diri, beliau malah bingung mau ke sini naik apa. Sudah pasti kami larang. Saya ngomong, suami juga angkat bicara. Intinya, kami berusaha jangan sampai ibu mertua nekad ke Bogor hanya karena kangen cucunya.

Saya curhat ke ibu sendiri. Lah, ibu saya marah. Ternyata, tanpa saya tahu, ibu dan ayah sudah memegang tiket PP Surabaya-Jakarta. Uwah, itu rasanya nano-nano banget. Khawatir ya sudah pasti iya. Kondisi kesehatan ibu tidak bisa dibilang sedang baik-baik saja. Jadilah, malam itu saya cuma bisa menangis saja.

Semalaman saya susah tidur. Perut mual dan muntah-muntah. Iya, asam lambung naik karena stress.

Bayangan kalau orang tua sakit bagaimana? Kalau menulari bayi kami bagaimana? Kalau salah satu dari kami harus diisolasi bagaimana? Semua memenuhi kepala.

Saya sempat membuka portal resmi pemda untuk update info terkini terkait Covid-19 ini. Bagaimana pesebarannya di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Harapan saya, informasi ini bisa saya share ke orang tua dan mertua saya. Jadi, mereka bisa membatalkan rencana nengok cucu ini. Dari situ, saya justru makin panik karena Bogor sudah masuk zona kuning saat itu dan Jakarta sudah pasti zona merah. Ini semacam mendatangi singa yang sedang lapar kan jadinya.

Saya kontak adik agar dia mau bantu saya meyakinkan ibu agar tidak nekad ke Bogor. Alhamdulillah, akhirnya berhasil.

Perjuangan kami tidak sampai di situ tentu saja. Setelah video call dengan orang tua, saya tahu kalau ayah dan ibu masih keluar rumah, masih rajin ke masjid, masih membuat pengajian di rumah. Wow, banyak sekali PR-nya.

Pelan-pelan kami meyakinkan orang tua kami. Kalau adik saya mungkin agak ngegas, saya pakai bahasa cinta saja. Tiap satu keberhasilan, adik laporan. Alhamdulillah, selangkah demi selangkah orang tua kami mau sadar.

Belajar dari kasus itu. Mata saya jadi terbuka lebar. Iya, Corona ini memang ada di depan mata. Tapi ternyata, tidak semua orang paham bahayanya. Ini karena mereka terlalu jengah untuk nonton TV. Plus, tidak update social media. Ya wajar aja sih kalau mereka masih santai. Meskipun, ada juga orang-orang yang menganggap remeh ini.

Tentara Kecil dari Allah


Tempo hari, saya baca status orang. Intinya sih dia kesal gitu, lalu nulis yang kurang lebih isinya begini.

"Dulu, waktu Corona masih di Wuhan, ada yang bilang virus ini datang untuk ngeadzab orang-orang China. Sekarang, dia ada di sini juga kalian mau bilang apa, wahai penghuni surga?"

Hmmmm... Wow ya.

Saya sendiri coba renungkan kembali kata-katanya. Meskipun, setelah sekian juta kali merenung, tetap saja saya merasa bahwa virus ini ya memang tentara kecil Allah. Makhluk super duper mini yang mampu menaklukkan semuanya. Bikin pemerintah kalang kabut, bahkan sekelas US dan UK.

Kalau kalian mau baca penjelasan para ahli, Corona itu masih masuk golongan flu gitu. Tapi, mereka bisa mematikan tergantung dari daya tahan tubuh masing-masing. Ini kalau bukan Allah yang bikin, mana bisa? Mustahil!

Lalu, apa sih yang ingin Allah hancurkan? Kesombongan kita, manusia-manusia super lemah, super nggak tahu apa-apa, tapi sombongnya setinggi langit. Astaghfirullah.

Kesombongan ini bentuknya buanyak banget. Paling receh ya meremehkan sesuatu. Dan, itu yang paling sering kita lakukan. Iya, kan?

Kalau mikir Covid-19 ini datang sebagai hukuman, bisa jadi. Kita sama-sama introspeksi diri aja. Memangnya kita udah bebas dari dosa gitu?

Nggak perlu jadi positif Covid-19 dulu untuk merasakan dampaknya ke diri sendiri. Orang-orang tanpa status pun juga merasakan nggak enaknya. Mau ngapa-ngapain susah, serba terbatas, kalau keluar rumah ya ngeri-ngeri sedap sendiri.

Kedua, virus ini datang tentunya untuk menguji kesabaran kita. Bagaimana kita menghadapi pandemik ini. Saya yakin, saya bukan orang satu-satunya yang effort banget ngasih tahu orang tua. Banyak.

Diam di rumah saja sudah menguji kesabaran. Nggak semua orang bisa begini. Ini masih harus membuat orang lain yang kita sayang tetap diam di rumah. Itu wow sih.


Hal yang Harus Kita Lakukan


Corona Virus ini datang dengan segudang PR yang harus kita selesaikan bersama. Kita mau kerjakan atau tidak, itu pilihan. Bagaimana cara menyelesaikannya? Kalian bisa coba cara-cara ini untuk melindungi diri dan orang-orang terkasih.

1. Terapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat

Para ahli sepakat bahwa setiap orang sangat amat memungkinkan untuk terkena virus ini. Masalahnya sebetulnya bukan kena atau tidak, tapi bagaimana kita akhirnya bisa survive ketika akhirnya positif. Ini semua tergantung dari imun masing-masing.

Sistem imun di dalam tubuh kita bisa jadi baik kalau kita mau menerapkan pola hidup sehat. Makan makanan yang bergizi, olahraga, istirahat yang cukup.

Selain itu, untuk langkah pencegahan juga, kita juga perlu meningkatkan kebersihan diri. Kalau dulu makan pecel lele cuci tangannya pakai air embun di gelas es teh, sekarang mulai cuci tangan dengan benar. Gunakan air dan sabun untuk membunuh kuman. Ini yang paling efektif.

Nggak usah panic buying dengan ngeborong hand sanitizer, apalagi sampai bikin yang abal-abal. Toh, kita juga di rumah aja. Air mengalir dan sabun sudah pasti tersedia di rumah. Ya kan?

2. Smart dalam Mengelola Waktu dan Energi

Belajar dan bekerja di rumah itu tidak mudah. Penting untuk bisa mengelola waktu dan energi supaya nggak capek dan stress sendiri. Kalau saya pribadi, tidur di awal waktu itu menjadi kunci agar saya bisa menjalani aktivitas di keesokan harinya.

Selain tidur cukup, saya biasakan untuk mengkomunikasikan apa yang ingin saya selesaikan hari itu ke suami. Jadi, kami bisa saling mengkondisikan diri untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan masing-masing selama masa self quarantine ini.

Saya tidak punya jadwal yang pasti karena sulit sekali dengan kondisi punya bayi. Untuk saat ini, punya to-do list saja itu sudah cukup. Saya jadi tahu harus menyelesaikan apa saja tanpa terbebani dengan jadwal buatan sendiri.

3. Update Informasi dari Sumber Terpercaya

Hal lain yang harus kita lawan selain virus itu sendiri adalah hoax yang beredar. Untuk mengindari hal ini, pilih sumber-sumber terpecaya. Misal, website pemda masing-masing.

4. Batasi Masuknya Informasi

Update informasi itu harus. Agar kita bisa menentukan langkah selanjutnya. Tapi kalau terlalu banyak, ini juga akan merusak mental kita. Ini bisa membuat kita jadi anxiety sendiri.

5. Sharing is Caring

Nggak ada salahnya untuk berbagi informasi yang benar ke orang-orang terdekat. Cara ini agar mereka tahu apa yang sesungguhnya terjadi hari ini. Dengan catatan, apa yang kita bagikan sudah kita pastikan kebenarannya. Tidak asal share saja.

6. Berdoa

Ini yang paling penting dan utama. Hal yang selalu dilakukan mengiringi setiap usaha yang kita lakukan untuk menjaga diri dan orang-orang tersayang. Menghadapi semua tentang per-covid-an ini sendiri jelas tidak mudah. Tapi semua ujian ini akan terasa lebih ringan kalau kita mau melibatkan Allah.

Semua terjadi karena kehendak Allah. Jadi, mari kita kembalikan lagi semuanya ke Allah sembari terus mengupayakan yang terbaik.


Penutup


Bukan hanya saya, kita semua berharap mimpi buruk ini segera berakhir. Hal-hal yang kita khawatirkan bisa segera berlalu.

Last but not least, saya sungguh berharap kita semua bisa terus dalam lindungan Allah. Saya, kalian, keluarga kita, semuanya bisa dijauhkan dari Covid-19 ini. Kalaulah takdir Allah berkata lain, semoga kita diberi kekuatan dan ketabahan dalam berjuang melawannya.

Peluk hangat dari sini.

With love,

Mar 15, 2020

Lindungi Diri dan Keluarga dari Penyakit dengan 7 Langkah Cuci Tangan

Tahun ini, rasanya kita seperti disambut oleh monster yang datang dari Wuhan. Nggak lain dan nggak bukan, ya Virus Corona. Sudah banyak sekali kasus di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Serem sih, apalagi kalau lihat video yang dari Wuhan itu. Tapi tetap ada hikmahnya kok. Kita jadi leboh aware soal kebersihan dan kesehatan. Salah satunya, ya jadi menerapkan 7 langkah cuci tangan.

Lindungi diri dan keluarga


Jujur, sebelum ini saya bukan orang yang rajin banget cuci tangan. Dulu, kalau makan lalapan di warung, saya pakai embun-embun di gelas es teh untuk membasahi tangan saya. Iya, nggak pakai cuci tangan dulu. Sejorok itu memang.

Tapi semua berubah sejak negara api menyerang. Eh, menikah maksudnya. Suami saya ini lumayan cerewet untuk perihal cuci tangan. Mau makan, cuci tangan. Mau pegang baju bersih, cuci tangan. Mau begini, cuci tangan. Mau begiti, cuci tangan lagi. Hal yang menurut saya ribet banget.

Apalagi setelah punya anak. Beuh, apa-apa cuci tangan dulu. Awalnya berat, tapi lama-lama jadi kebiasaan juga. Anak juga sih yang menuntut saya untuk mau maksa diri cuci tangan.

Manfaat Cuci Tangan

Siapa yang sudah tahu manfaat cuci tangan? Banyak ya yang sudah tahu manfaatnya. Intinya sih, membunuh kuman-kuman yang ada di tangan. Jadi, kuman-kuman penyebab penyakitnya bisa mati.

Masalahnya, setelah tahu manfaat cuci tangan, sudahkah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Hmmm... Ini yang belum tentu. Contohnya ya saya ini. Kalau belum dikasih pelajaran, mungkin masih tetap bandel dengan kebiasaan malas cuci tangan ini.

Ceritanya, 2 minggu lalu saya ke Sukabumi. Tidak menyiapkan minyak-minyakan yang biasa saya pakai untuk menaikkan antibodi si kecil. Pikir saya, "halah, cuma semalam."

Begitu jemput saudara yang mau berangkat bareng. Jeng jeng jeng jeeeeng... Mereka lagi flu berjamaah saudara-saudara. Si Om lagi batuk, tante udah mau flu, anak tertua hidungnya mampet, anak tengah sudah sentrap sentrup. Wow. Dan kami harus semobil paling cepat 2 jam. Tentu saja, itu kalau tidak macet.

Mungkin? Mendekati mustahil. Sudah jadi rahasia umum kalau mau ke Sukabumi ya harus bermacet-macet ria di berbagai pasar.

Bhaiq. Saya sudah pasrah dengan virus yang akan berputar di dalam mobil. Bayangan terburuk sebetulnya bukan saya atau suami yang sakit. Tapi Ghazy. Repot kan kalau anak bayi kena flu.

Betul saja. Sepulang dari Sukabumi, kami sekeluarga kena flu. Ghazy mulai batuk-batuk. Tenggorokan saya dan suami juga mulai gatal.

Tidak ingin sakit berlanjut, segala ikhtiar dikerahkan. Ya minum vitamin C, gosok badan dengan minyak-minyak, mandi dengan air yang dicampur antiseptik, dan mulai rajin cuci tangan.

Qadarullah, akhirnya saya kena flu juga. Saya mulai perbanyak istirahat dan terus menerapkan pola yang sebelumnya sudah saya mulai. Kalau biasanya saya flu bisa seminggu lebih dan batuk-batuk bisa sampai sebulan, ini cepat sekali sembuhnya. Alhamdulillah.

Sakitnya Ghazy juga tidak lama. Selain terus diminumi ASI, saya juga makin aware menjaga kebersihan diri. Batuk dan bersih juga selalu saya tutup.

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Mencuci Tangan

Saya sudah merasakan sendiri manfaat dari mencuci tangan. Ternyata, dengan mencuci tangan, kita bisa menjaga diri kita dari serangan virus-virus nakal. Nah, kalau hingga hari ini kalian masih enggan, yuk mulai biasakan diri mencuci tangan. Tapi jangan asal ya. Ada beberapa hal yang perlu kalian perhatikan juga.

Cuci tangan


1. Mencuci tangan dengan sabun lebih baik

Ya memang ada opsi lain untuk mencuci tangan. Tidak harus dengan sabun. Kita bisa menggunakan hand sanitizer atau kalau kepepet banget ya pakai tissue basah. Tapi, tentu saja mencuci tangan dengan sabun akan jauh lebih baik.

Sebetulnya, saya nggak ngerti-ngerti amat  sih soal kandungan hand sanitizer ini. Cuma baca postingan dari beberapa teman yang merupakan anak kimia dan biologi. Secara nggak langsung mereka bilang, "ngapain sih heboh borong hand sanitizer, coba bikin yang abal-abal. Kalau masalah bisa selesai lebih baik hanya dengan cuci tangan pakai sabun."

2. Cuci tangan selama 20 detik

Setelah pakai sabun, ternyata ya nggak asal cuci saja. Pastikan kalau kita mencuci tangan selama 20 detik. Katanya juga, kuman-kuman di tangan kita ini bisa mati secara optimal kalau kita mencuci tangan selama itu.

20 detik itu berapa lama sih? Masa ya cuci tangan harus lihat arloji terus? Kalau nggak punya gimana? Tenang, 20 detik ini setara dengan lama waktu yang kita pakai untuk menyanyikan lagu Happy Birth Day.

Gampangnya, sambil cuci tangan, nyanyi aja. Nyanyinya waktu udah gosok-gosok tangan pakai sabun ya. Bukan sebelum itu.

Well, nggak harus lagu Happy Birth Day juga sih. Kamu bisa pilih lagu lain kok. Apa aja boleh, asal lamanya 20 detik.

3. Bilas dengan air yang mengalir

Biasakan juga untuk menggunakan air yang mengalir ya. Supaya kotoran di tangan kita bisa pergi bersama air. Kalau pakai air yang tidak mengalir, kotorannya ya akan di situ-situ aja. Dari tangan pindah ke air, terus kita pakai lagi. Ya jadi nggak bersih.

7 Langkah Cuci Tangan

Cuci tangan ternyata nggak boleh sembarangan. Ada step by step yang harus dilalui agar kotoran dan kuman-kuman nakal bisa pergi dari tangan kita. Yuk, ikuti 7 langkah cuci tangan ini.

1. Basahi tangan dengan air dan sabun
2. Gosok telapak tangan
3. Gosok punggung tangan secara bergantian
4. Gosok dengan gerakan mengunci
5. Gosok ibu jari dengan gerakan memutar
6. Kuncupkan jari-jari sambil menggosok ke telapak tangan untuk membersihkan kuku.
7. Bilas dengan air yang mengalir

7 langkah cuci tangan

Tips Melindungi Diri dan Keluarga dari Penyakit

Boleh dibilang, sekarang ini saya jadi lebih memperhatikan soal perlindungan diri dan keluarga dari penyakit. Terutama yang datang dari virus-virus nakal. Sudahlah sekarang masuk ke pancaroba yang penyakit tuh mudah sekali berkembang. Ditambah, covid-19 yang mulai masuk ke Indonesia.

Nggak takut sih sama penyakit, tapi ya harus aware. Kalau sampai sakit tuh repot. Apalagi punya bayi. Haduh, jangan sampai lah ya.

Dan, inilah cara yang biasa saya terapkan untuk menjaga diri dan keluarga dari penyakit.

1. Makan makanan yang bergizi

Makanan yang kita konsumsi sudah jelas akan sangat amat berpengaruh ke kondisi kesehatan kita. Bukan hanya untuk jangka pendek, semisal biar nggak flu aja. Tapi juga sehat terus sampai tua nanti.

Konsumsi buah dan sayur sudah pasti jadi menu wajib. Protein juga harus selalu ada. Ya kalau lagi nggak sanggup beli daging-dagingan, tahu tempe juga OK. Ini penting sih. Selain untuk menjaga produksi dan kualitas ASI, ini juga untuk meningkatkan metabolisme tubuh juga. Biar nggak gampang sakit.

2. Tidur cukup

Ini juga hal yang penting sekali. Sekarang sih waktu tidur saya memang agak berantakan karena punya bayi. Tapi, sebisa mungkin kalau bisa tidur ya tidur.

Susah kalau harus maksa tidur jam 10 malam sampai subuh. Mustahil banget dengan kondisi punya bayi. Tapi mengupayakan tidur cukup itu bisa kok.

Ini penting banget. Tidur cukup bisa membantu menaikkan metabolisme tubuh karena mereka punya waktu yang cukup untuk istirahat. Selain itu, tidur cukup juga baik untuk kesehatan mental kita. Kalau udah mulai susah kontrol emosi, bisa dicek lagi tuh gimana tidurnya. Teratur apa nggak.

3. Jaga kebersihan diri dan lingkungan

Saya sebetulnya orang yang agak malas untuk mandi. Tapi sekarang, saya push diri ini untuk mandi dua kali sehari. Ya supaya terus sehat.

Tentu, bukan cuma mandi ya. Cuci tangan dengan sabun juga sudah mulai saya biasakan. Tidak hanya itu saja, kondisi rumah juga harus dijaga agar tetap bersih.

4. Banyak bergerak

Mau nulis olahraga tapi kok nggak dilakukan. Jadi, saya ganti dengan banyak gerak aja. Karna buat saya, bebersih rumah sambil gendong anak itu sudah seperti olahraga sendiri. Main dengan anak lama-lama juga jadi workout, secara tidak langsung.

Nggak harus sama dengan saya. Kalau kalian nggak punya waktu buat olahraga, mungkin bisa mengkonversi kegiatan sehari-hari jadi waktu untuk cari keringat. Misal, jalan kaki ke masjid atau waktu belanja. Lumayan tuh jadi olahraga kecil-kecilan.

5. Gunakan masker bila sakit

Nah, ini nih yang juga harus diperhatikan. Kemarin, setelah pengumuman covid-19 ada di Indonesia, kan banyak tuh orang yang panik beli masker. Padahal lagi sehat. Akhirnya, orang-orang yang beneran butuh masker, seperti tenaga medis dan yang sakit jadi nggak kebagian.

Jadi, cukup gunakan masker kalau merasa sakit. Ini dilakukan agar orang lain tidak tertular penyakit kita. Punya bayi dan lagi flu, pakai masker waktu handle bayi. Sering keluar rumah dan lagi batuk, pakai masker juga. Kalau sehat ya ngapain?

Kalau masker bengkoang, timun, atau sheet mask itu lain cerita yah. XD

6. Perbanyak doa

Setelah segala ikhtiar yang sudah kita lakukan, jangan lupa juga untuk selalu berdoa. Penyakit datangnya dari Allah, begitu juga dengan sehat. Jadi, ya minta aja ke Allah untuk terus dilindungi, dijaga dari segala jenis penyakit. Kalaulah sakit, semoga sakitnya bisa jadi penggugur dosa. Minta diberi kekuatan, kesabaran, dan kesembuhan juga.

Doa sebetulnya bukan hanya untuk proteksi diri, tapi wujud tawakkalnya kita ke Allah. Kalau semuanya sudah diserahkan ke Allah, itu lebih enteng lho. Usaha keras yang kita lakukan juga nggak akan jadi beban.

Penutup

Sakit karena apapun memang bagian dari takdir Allah ke kita. Tapi sebelum sampai ke sana, ada banyak sekali upaya yang bisa kita lakukan agar tetap sehat. Caranya, dengan membudayakan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya, dengan cuci tangan menggunakan sabun.

Sumber:
https://www.lifebuoy.co.id/semua-artikel/berita-kesehatan/7-langkah-cuci-tangan-yang-disarankan-agar-bebas-kuman.html


Mar 9, 2020

Review Buku: Yuk, Jadi Orangtua Shalih! Sebelum Meminta Anak Shalih

Yuk, Jadi Orangtua Shalih!


Judul : Yuk, Jadi Orang Tua Shalih! Sebelum Meminta Anal Shalih
Penulis : Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Penerbit : Mizania
Tempat Terbit : Bandung
Tahun Terbit : 2017
Cetakan ke : 6
Tebal Buku : 174 halaman

Orangtua biasa, memberi tahu ...
Orangtua baik, menjelaskan ...
Orangtua bijak, meneladani ...
Orangtua cerdas, menginspirasi ...

Setiap Ayah-Bunda mendambakan anak shalih. Itulah hadiah terindah bagi setiap orangtua. Tapi, bagaimanakah caranya mendapatkan anak yang shalih?

Buku ini hadir untuk menjawab pertanyaan itu, dengan beranjak dari keyakinan bahwa diperlukan orangtua shalih untuk menghasilkan anak shalih. Ayah-Bunda bisa menjadi orangtua shalih dengan cara memaksimalkan lima karunia yang telah dimiliki: karunia belajar, karunia konsistensi, karunia kiblat, karunia mendengarkan, dan karunia al-shaffat. Ditulis oleh seorang trainer yang menekuni dunia keayahbundaan, buku ini—lengkap dengan teori, contoh kasus, dan cara menyelesaikan masalah—akan membimbing Ayah-Bunda dalam mengatasi berbagai kesulitan mengasuh anak.

Dengan membaca buku ini, insya Allah, Ayah-Bunda akan bisa mewujudkan cita-cita menjadi orangtua yang baik, bijak, dan cerdas. Sebuah perwujudan ikhtiar Ayah-Bunda untuk memiliki anak-anak yang shalih.

***

Parenting is not Childrening


"Kenapa ya anakku begini?"
"Kenapa ya anakku begitu?"

Pepatah yang lebih tepat untuk kondisi ini "gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak". Ya memang lebih mudah melihat keburukan anak kita. Kok dia nakal ya. Kok dia susah diatur ya. Kok dia disuruh ngaji susah amat. Kok-kok-kok-petok.

Lupa aja gitu kalau anak itu ya cerminan diri. Apa yang kita ajarkan ya itu yang dia terapkan dalam kesehariannya. Bagaimana kebiasaannya, bagaimana dia memecahkan masalahnya. Ya semua karena kita yang install ke diri anak. Ya baiknya, ya buruknya.

Jadi, kalau ada yang nggak beres dari anak. Mereka susah banget dikasih tahu. Ya tolong, coba cek ke diri masing-masing. Apa sih yang salah?

Buku ini ngasih reminder banget soal itu. Mengingatkan kembali bahwa fokus parenting itu bukan di anak. Tapi bagaimana kita mengkondisikan diri kita.

Kalau pingin punya anak yang shalih, ya coba dulu untuk menjadikan diri sendiri orangtua yang shalih juga. Mau anak jadi hafidz/hafidzah, tapi sebagai orangtua jarang banget baca Alquran. Ya halu namanya. Gimana caranya anak bisa menikmati jadi penjaga Alquran kalau dia nggak terbiasa begitu di rumah dan tidak melihat contoh dari orangtuanya.

Maunya anak kalau sholat 5 waktu di masjid, denger adzan langsung responsif. Bergegas gitu. Tapi orangtuanya kalau sholat suka di injury time. Ya gimana ya.

Children see, children do. Apa yang anak lihat, ya itu yang dia lakukan. Jadi kalau mau anak jadi hafidz/hafidzah, pingin anak begini begitu, ya benerin dulu diri sendiri. Setidaknya mulai memantaskan diri untuk jadi orangtua shalih gitu.

Buku ini juga memberikan reminder ke kita bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa versi mini. Kemampuan berpikir mereka masih terbatas. Masih butuh untuk diarahkan.

Banyak cara yang ditunjukkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam praktik parenting. Tapi point yang paling saya suka di sini bukan hanya di bagaimana saja. Sebagai orang tua, kita harus punya arah. Ke mana sih arah pendidikan dan pengasuhan kita. Bahasa kerennya visi misi.

Ini PR banget. Perkara visi misi pendidikan dan pengasuhan kan nggak bisa diselesaikan oleh salah satu pihak. Kedua orangtua harus sepaham, seiya, dan sekata. Punya tujuan yang sama.

Harus banget? Ya dong. Kalau tidak, kasihan juga anaknya. Bingung mau ikut yang mana. Pastinya sih, dia akan ikutin yang paling mudah. Endingnya, ya ambyar.

Recomended nggak bukunya?

Dari saya sih, iya banget. Abah Ihsan jelasin cukup detail dengan banyak contoh kasus. Misal nih, belum punya waktu dan biaya untuk ikut training beliau, bisa banget baca buku ini dulu.

Kalau mau cari buku ini, jangan di toko buku. Sulit sekali menemukannya. Langsung saja beli di toko-toko online atau ke mizanstore langsung.

Last but not least, saya mau ucapin banyak terima kasih buat Ranti yang sudah menghibahkan buku ini. Sejujurnya, sudah lama sekali pingin buku ini tapi belum kesampaian juga. Kok ya alhamdulillah dapat rejeki. Barakallah..

Mar 2, 2020

Review Melahirkan di RSIA Bunda Suryatni

Kapan hari ada DM yang masuk menanyakan apakah saya jadi melahirkan di RSIA Bunda Suryatni atau tidak. Rupanya, beliau baru saja membaca tulisan saya tentang hunting dokter kandungan di Bogor. Beliau juga menanyakan tentang dr. Farah Dina dan tim tenaga medis di RSIA Bunda Suryatni.

Sebetulnya, ibu ini bukan orang pertama yang bertanya. Pasca melahirkan, teman saya di Ibu Profesional Bogor juga sempat menanyakan hal serupa. Adik tingkat saya saat kuliah S2 juga.

Saya paham kegalauan bumil-bumil ini. Sebagian besar ibu hamil ingin melahirkan normal. Sayangnya, tidak semua tenaga medis dan SOP rumah sakit mau memberi dukungan penuh kepada ibu hamil ini.

Saya pun pernah merasakan kegalauan yang sama. Saya coba googling sana sini, tapi jawabannya belum ada yang betul-betul membuat saya puas. Bersyukur sekali saat kontrol kehamilan bertemu ibu yang baru saja melahirkan di RSIA Bunda Suryatni. Obrolan itu yang akhirnya meyakinkan saya untuk melahirkan di sana.

Nah, kali ini saya akan mencoba menuliskan pengalaman saya setelah melahirkan di RSIA bunda Suryatni. Semoga tulisan ini nantinya dapat menjadi referensi bagi ibu-ibu hamil di Bogor yang memang sedang bingung mencari rumah sakit untuk bersalin.




Kenapa Memilih RSIA Bunda Suryatni?

Alasan utama memilih rumah sakit ini yang pertama adalah jarak tempuh dari rumah yang relatif dekat. Paling lama 30 menit, kalau ada macet di depan Transmart Yasmin. Kalau lancar, paling hanya 15 menit saja sampai sana.

Selain jarak tempuh, tentu saja fasilitas rumah sakitnya. Karena rumah sakit ini tergolong baru, jadi masih sepi. Pelayanan yang ada juga jadi lebih nyaman. Saya tidak perlu antri lama untuk mengurus ini itu di sini, kecuali kontrol dokter. Harap maklum, dr. Farah Dina ini dokter sejuta bumil di Bogor. Banyak yang cari.

Fasilitas Bersalin di RSIA Bunda Suryatni

Sebelum melahirkan saya dan suami sempat diskusi tentang pilihan kelas layanan yang akan kami gunakan nanti. Mana yang sekiranya lebih nyaman untuk kami. Sendirian atau sekamar dengan orang lain. Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya kami memutuskan memilih sendirian saja di ruangan.

Dari pilihan itulah kami mulai menanyakan ke bagian informasi, kelas mana yang bisa mengakomodir keinginan kami. Kelas 1, 2, atau 3 kah? Atau kelas VIP ke atas?

Tenyata kalau mau sendiri, minimal ada di kelas VIP. Hari Senin setelah dapat surat cinta harus induksi dari dr. Astry, kami mulai booking ruangan.

Ruang VK

Sebetulnya, saya baru sadar kalau ini ruang bersalin ya pasca melahirkan. Wkwkwk..

Saya pertama kali masuk ke sini untuk menjalani tes CTG. Seminggu sebelum akhirnya saya melahirkan Ghazy. Awalnya, saya mengira ini ruang pemeriksaan yang biasa. Ternyata bukan.

Ruang bersalin yang ada di RSIA Bunda Suryatni ini ada 2 macam. Ada yang kelas VIP dan non VIP. Apa bedanya? Kalau kelas VIP sendirian, kalau non VIP dalam 1 ruangan bisa diisi hingga 4 orang.

Ruang bersalin VIP dikhususkan untuk pasien kelas VIP ke atas. Jadi, kalau memang ingin melahirkan dengan khusyuk, bisa memilih opsi ini. Saya dan suami sendiri memilih melahirkan di sini karena khawatir saya stress duluan mendengar orang di ranjang sebelah yang melahirkan. Saya lebih baik sendirian supaya pikiran juga jadi jauh lebih tenang.

Kita belum bisa masuk ruang perawatan sebelum bayi launching. Jadi, selama masa tunggu itu ya tetap di ruang bersalin. Alhamdulillah, keluarga yang menunggu saya bersalin bisa tetap istirahat dengan lumayan nyaman di sini.

Ruang OK

Saya berada di ruang bersalin selama 2 hari 2 malam. Senin sore saya baru masuk ruang OK untuk menjalani sectio caesar.

Apa bedanya kalau melahirkan di Ruang VK dan OK? Kalau melahirkan di VK, kita bisa ditunggu oleh pendamping persalinan kita. Sedangkan kalau di OK, kita sendirian. Pendamping diminta menunggu di luar hingga operasi selesai.

Setelah operasi, saya masih ada di ruangan ini selama 6 jam untuk observasi. Lebih-lebih karena sebelum sectio sempat ada drama dulu. Jadi ya betul-betul diperhatikan.

Saya tidak diminta untuk menunggu buang angin terlebih dahulu untuk boleh makan dan minum. Saya justru diminta untuk melatih pencernaan saya perlahan. Kalau minum air putih bagaimana, kalau makan kue bagaimana, kalau makan yang lebih berat lagi bagaimana. Alhamdulillah, tidak ada efek mual.

Ruang Rawat Inap




Meski Ruang VK yang VIP sudah lumayan nyaman, tentu saja ruang rawat inapnya lebih nyaman lagi. Ada AC, kulkas yang bisa dipakai untuk menyimpan ASIP, dispenser, sofa bed, TV, ruang tamu, dan kamar mandi dalam. Kamar VIP ini cukup luas. Jadi, keluarga yang menemani saya juga lebih nyaman istirahatnya.

RSIA Bunda Suryatni tidak ada kamar bayi. Jadi, bayi-bayi yang sudah dilahirkan nantinya akan dijadikan satu dengan ibunya. Ini betul-betul memudahkan ibu untuk tetap menyusui bayinya pasca melahirkan. Untuk saya pribadi, room in dengan bayi ini membantu sekali dalam proses penyembuhan pasca bersalin. Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk bisa lekas turun dari ranjang.

Makanan Pasien


Oke, soal makanan ini sebetulnya tergantung lidah masing-masing. Saya pribadi tidak ada masalah sama sekali dengan makanan di RSIA Bunda Suryatni. Meski, saya yakin ada juga yang tidak sependapat dengan saya.


Soal rasa sebetulnya masih bisa ditolerir oleh lidah saya. Tidak terlalu hambar untuk masakan rumah sakit. Porsinya juga mengenyangkan. Lebih-lebih porsi sarapan saat rawat inap. Ada 2 menu yang disediakan. Biasanya, salah satu menu saya berikan ke suami saya. Lumayan lah, bisa hemat ongkos sarapan.

Edukasi bagi Ibu Pasca Bersalin

Ini bagian yang paling saya suka dari rumah sakit ini. Jadi, saya tidak hanya dirawat tapi juga diberikan edukasi secara bertahap.

Hari pertama, saya diberi edukasi oleh ahli gizi. Saya diberi penjelasan terkait makanan yang dapat membantu penyembuhan luka pasca operasi dan memperlancar ASI. Dari sini, saya jadi tergambar harus menyiapkan menu seperti apa saat nanti sudah pulang ke rumah.

Hari kedua, ada fasilitas pijat laktasi dan totok wajah. Pijat laktasi yang dilakukan tidak hanya sekedar pijat saja, tapi saya juga diajarkan caranya dan fungsinya apa. Ilmu ini yang kemudian saya pakai saat breastcare sendiri di rumah.

Sebelum saya pulang, saya juga diingatkan kembali apa yang harus terus saya lakukan untuk perawatan sendiri di rumah. Terkait nifas, kondisi seperti apa yang mengharuskan saya segera ke rumah sakit dan cara mencegah pendarahan juga dijelaskan. Tidak hanya itu, perawatan lukanya juga dijelaskan secara detail.

Begitu halnya ketika Ghazy diizinkan pulang. Perawat memberikan banyak sekali edukasi tentang perawatan bayi. Mulai dari cara memandikan, membersihkan tali pusat, per-ASI-an, hingga sterilisasi peralatan bayi. Ini betul-betul membantu saya yang betul-betul baru dalam merawat bayi ini.




Tenaga Medis di RSIA Bunda Suryatni


Meski pada akhirnya saya tidak bisa melahirkan secara normal, tapi saya bahagia bisa ditolong oleh para tenaga medis yang ada di sini. Mulai dari dokter, bidan, hingga perawat, semuanya menyenangkan dan menenangkan.

dr. Farah Dina, Sp.OG

Saya mulai periksa kehamilan ke dr. Farah sejak bulan keenam. First impression yang saya dapati dari beliau, orangnya ramah sekali. Ceria dan menceriakan hari-hari bumil yang kadang galau dengan kondisi janinnya. Selama kontrol kehamilan, beliau selalu menyemangati saya untuk bisa melahirkan secara normal. Beliau juga tidak pernah bosan mengingatkan saya untuk rajin olahraga, seperti jalan kaki dan yoga.

Waktu saya dapat surat cinta untuk induksi dari dokter lain, beliau betul-betul memastikan kondisi saya apakah memang memungkinkan untuk menjalani induksi. Tidak terburu-buru induksi. Bahkan, saya diberi jeda waktu yang cukup lama.

Dalam kondisi pengapuran placenta, air ketuban yang makin berkurang, dan janin yang tidak kunjung berkembang dalam minggu-minggu terakhir, tetap saja saya ditenangkan. Bahkan sampai akhirnya saya harus menjalank induksi sekali pun, beliau terus menerus membanjiri saya dengan motivasi-motivasi agar saya bisa melahirkan normal. Meski qadarullah akhirnya tidak begitu.

Setelah melahirkan, dr. Farah langsung meresepkan suplemen untuk membantu melancarkan ASI. Artinya, selain membantu saya untuk bisa melahirkan normal, beliau juga memastikan agar saya bisa segera menyusui bayi saya. Love banget lah.

Bidan

Saya di RSIA Bunda Suryatni cukup lama. Jadi, betul-betul merasakan di handle aneka macam bidan.

Dalam sehari, mereka ada 3 shift. Tiap shift ada 2 orang bidan yang menangani saya. Sejauh ini, saya tidak ada masalah dengan semuanya.

Mereka ini yang juga jadi suporter saya untuk bisa melahirkan normal. Tidak hanya itu, mereka juga yang membantu saya untuk menyusui bayi saya dengan pelekatan yang benar.

Perawat

Setelah masuk ruang rawat inap, perawat yang bertugas menghandle bayi saya. Mereka melakukan observasi setiap hari. Mereka yang memandikan, menjemur, dan mengganti popok bayi saya.

Perawat-perawat di sini juga sangat sigap. Begitu saya pencet bel, langsung datang dan membantu. Selain bidan, mereka juga membantu saya dalam proses belajar menyusui. Mereka memastikan pelekatan mulut bayi sudah benar. Mereka juga yang terus menerus memotivasi saya untuk terus menyusui meski ASI belum keluar.

Biaya Persalinan

RSIA Bunda Suryatni sudah bekerja sama dengan beberapa asuransi. Kalau kalian ingin menggunakan asuransi, bisa langsung ditanyakan ke bagian informasi saja. Apakah sudah kerja sama dengan asuransi yang kalian miliki. Sekarang, RSIA Bunda Suryatni juga sudah melayani BPJS.

Lalu, bagaimana dengan yang tidak dicover asuransi atau pembayaran umum?

Biaya persalinan di RSIA Bunda Suryatni ada di range 4,8-24 juta tergantung kelas apa yang dipilih dan melahirkan dengan cara apa. Biaya ini belum termasuk biaya bayi, administrasi, obat, laboratorium, visite dokter, paramedik, dan tindakan lainnya. Kurang lebih kenaikannya mencapai 40% dari biaya itu. Tentu saja, biaya ini bisa berubah sewaktu-waktu. Untuk detail biaya, bisa langsung bertanya ke bagian informasi RSIA Bunda Ssuryatni ya.

Kemarin, untuk biaya persalinan saya sendiri sekitar 30 juta. Ini belum biaya perawatan anak saya yang sempat kuning dan pindah ke Ruang Perina. Biaya bayinya sendiri kisaran 5 juta rupiah.

Untuk pasien yang booking kelas VIP ke atas, ada beberapa fasilitas lain yang ditambahkan secara gratis. Salah satunya, kunjungan pasien pasca pulang dari rumah sakit dan foto keluarga di ruang rawat inap.

Oya, waktu pulang juga saya diberi beberapa bingkisan dari RSIA Bunda Suryatni. Ada beberapa sampel produk bayi yang bisa saya manfaatkan. Tentang ini, saya kurang tahu apakah semuanya dapat atau kebetulan saja. Jadi, sebaiknya tidak perlu berharap. Kalau dapat ya alhamdulillah, kalau tidak ya sudah.

Penutup

Well, jadi itu tadi review saya tentang pelayanan RSIA Bunda Suryatni. Soal kepuasan, saya sih puas banget. Tenaga medis cekatan, dokter yang menangani saya juga menenangkan, ditambah lagi aneka macam edukasi di kamar rawat inap.

Kalau kalian sedang "belanja" untuk persiapan bersalin, sebaiknya datang langsung dan bertanya langsung pada petugas. Supaya kalian sendiri tahu apakah layanan di rumah sakit ini sudah sesuai dengan birth plan yang sudah kalian rencanakan atau belum. Jika menginginkan room tour, bisa juga minta ke pihak rumah sakit. Setahu saya, mereka bersedia mengantarkan calon pasien untuk melihat-lihat ruangan kok.

Semoga informasi ini membantu ya. Selamat menikmati masa kehamilan. Semoga persalinannya lancar. Aamiin.


With love,