Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Cerita Hunting Dokter Kandungan di Bogor

Sep 6, 2019

Dokter kandungan


Siapa yang lagi hamil di sini? Sayaa.. Wkwkwk

Alhamdulillah, sekarang sudah masuk ke trimester ketiga. Perut makin besar dan terasa sedikit berat. Ternyata kamu sudah besar ya, Nak.

Well, menjelang lahiran ternyata banyak banget ya yang harus dipersiapkan. Ya ilmunya, ya printilan untuk bayi, ya printilan nanti kalau menyusui gimana, pilih tempat lahiran di mana, sampai memilih mau ditolong siapa semuanya dipikirkan. Bahkan nih, kalau perlu sudah mulai konsultasi ke Dokter Anak.

Rasanya sudah cita-cita bagi banyak sekali ibu untuk bisa melahirkan normal. Saya pun begitu. Lepas dari kisah horor kalau melahirkan itu sakit dan lalala, saya tetap pingin melahirkan secara normal.

Ada memang beberapa ibu yang pasrah aja gitu. Lahiran ya pasti sakit. Jadi ya udah terima aja. Lahiran normal ya pasti dijahit. Jadi ya udah terima aja. Kemudian setelah melahirkan, jadi meninggalkan trauma.

"Mau punya adik lagi nggak buat anaknya?"
"Hmmm.. Bentar ya. Aku perlu siapin mental buat lahiran lagi."

Saking sakitnya tuh begitu.

Ya sih, saya nggak pernah melahirkan. Saya nggak tahu sesakit apa proses melahirkan itu. Tapi, masa iya sih nggak ada cara apapun yang bisa mengurangi rasa sakit itu?

Ternyata ada lho. Rasa sakit itu memang nggak akan bisa hilang sepenuhnya. Namanya melahirkan ya sudah pasti sakit. Tapi, bisa teralihkan dengan latihan dan persiapan-persiapan lain menjelang persalinan. Bisa jalan kaki, bisa ikutan prenatal yoga, pijat perinium, dan masih banyak lagi. Intinya, siapkan tubuh untuk menyambut buah hati tercinta.

Itu saja cukup? Nggak dong. Birth plan juga harus dirancang. Kita ini mau lahiran yang seperti apa sih?

Nah, kalau bicara birth plan nih, tentu nggak cuma melibatkan kita dan suami dong. Pasti akan ada pihak lain, yaitu tenaga kesehatan yang nanti akan membantu proses persalinan kita. Bisa bidan, bisa juga dokter.

Kata temen saya yang Doula, selain belanja baju bayi, kita juga perlu belanja tenaga kesehatan. Karna nggak semuanya lho bisa sejalan dengan apa yang kita mau. Ada yang dikit-dikit caesar, padahal masih bisa diupayakan normal. Ada yang nggak ngasih IMD. Ada yang tali pusatnya buru-buru dipotong.

So, this is my story. Cerita perjalanan lompat dari satu tenaga kesehatan yang satu ke yang lain.

Mau Lahiran Di Mana?


Sejujurnya, dari awal, saya dan suami sama sekali nggak kepikiran untuk melahirkan di bidan. Iya, saya tahu, lahiran di bidan kemungkinan di tolong untuk lahiran normal itu lebih besar. Tapi, kenyamanan saat bersalin bagi pasien maupun keluarga, kemudian kalau misal nanti ada kondisi darurat mana yang lebih cepat penanganannya. Yaaa namanya juga lahiran pertama kan ya.

Jadi, fix. Lahiran di rumah sakit. Kebetulan banget, rumah saya ini dekat dengan 3 rumah sakit. Ada RSUD karya Bakti, ada RS Hermina, dan yang terakhir RSIA Bunda Suryatni.

Apa sih yang jadi pertimbangan memilih rumah sakit?

Tentu saja biaya dan fasilitas yang ada di sana. Biayanya sebisa mungkin yang masih bisa dijangkau. Terus fasilitasnya juga memadai. Kalau bisa tuh, murah tapi enak. Wkwkwkwk...

Untuk tahu biaya, selain tanya ke bagian pendaftaran, saya juga tanya-tanya ke teman saya yang udah pernah lahiran di sana. Biayanya berapa, terus pelayanannya bagaimana. Akhirnya, dari 3 pilihan rumah sakit yang ada, kami pilih RS Bunda Suryatni.

Sama dokter siapa? Ini masih belum tahu. Pokoknya, ke Bunda Suryatni dulu. Wkwkwk..

Perjalanan Hunting Dokter di Bogor


Waktu pertama kali tahu kalau positif, sebetulnya saya nggak ada bayangan sama sekali mau ke dokter mana di Bogor. Mau tanya ke teman masih nggak yakin dengan hasilnya. Dan lagi, itu masih kecil sekali kan. Khawatir kalau khalayak ramai tahu dan ternyata yang ada cuma kantongnya doang. Hiks.

Terus saya keinget tetangga depan gang yang juga seorang blogger. Dia punya catatan kehamilan serta review dokter yang menangani dia. Tanpa babibu lagi, saya langsung mengunjungi blognya. Saya baca pelan-pelan review yang dia buat. Saya tahu siapa dokter yang menangani, kemudian saya cari tahu di mana saja tempat praktik beliau.

Referensi lain saya dapat dari sepupu ipar saya. Kebetulan beberapa hari sebelum saya tahu kalau hamil, dia meminta saya untuk menemaninya kontrol di rumah sakit. Saya tanya siapa dokter yang memeriksanya. Kemudian saya cari tahu lagi latar belakang beliau. Ini dokter yang lumayan hits di forum ibu-ibu. Banyak sekali ibu-ibu yang merekomendasikan beliau karena orangnya yang ramah dan menyenangkan. Well, we'll see.

Waktu itu hari jumat. Saya sudah dapat nama meski belum tahu kapan mau kontrol dan di mana. Niatnya sih mau kontrol weekend saja atau malam hari, tapi ternyata susah sekali mencari dokter yang bisa di waktu itu.

Nah, kebetulan hari Jumat jadwalnya saya kajian rutin. Waktu berangkat itu, saya lihat ada papan nama tempat praktik dokter kandungan. Bahkan, menyediakan USG 4D. Nggak ngincer 4D juga sih. Asal tahu aja ini hamil beneran apa nggak.

Sepulang kajian, saya cek lagi kapan buka praktiknya. Lalu, saya ajak suami untuk ke sana, malam itu juga. Saya tulis absensi di depan ruangan dan mulai antre. Lamaaaa sekali antrenya. Ya karna saya memang dapat nomor belasan.

Review dr. Vera Nirmala, Sp.OG


Beliau adalah dokter pertama yang menangani saya. Jam 11 malam kami baru masuk klinik. Langsung diperiksa.

"Kapan mens terakhir?"
"4 Februari, Dok."
"Wah, ini sih masih kecil banget. Yuk, kita lihat yuk."

Dan iya, janinnya masih kecil sekali. Masih belum berbentuk manusia. Menyerupai saja tidak. Lebih mirip telur dibanding manusia.

Tidak ada kesan buruk dengan beliau. Saya ke sana sudah 2 kali, paling suka USG dengan beliau adalah hasil USG yang super jernih. Ya lah, alatnya beda.

Kami sempat lihat diintipin muka janin kami. Waktu itu usianya masih 13 minggu. Sudah kelihatan struktur wajahnya meski tubuhnya belum tumbuh secara sempurna. Mirip sekali dengan ayahnya. Gara-gara itu juga, saya jadi suka lihatin ayahnya. Saya pegang-pegang wajah suami saya.

"Anakku nanti kayak gini," batin saya.

Janin saya respon geraknya bagus selama kontrol dengan beliau. Kalau lagi USG gitu beliau cerita si janin sedang apa. Saya sebetulnya masih amaze jadi agak lola gitu. Tapi beliau excited sekali lihatnya. Sedangkan saya, cuma bilang oh iya, oh gitu, wah iya aja.

Intinya sih, saya nggak ada masalah kontrol dengan beliau meski kalau antre lama sekali. Cuma nggak tahu kenapa, masalah-masalah selalu muncul setelah saya kontrol. Jadi, sebelum kontrol itu tidak ada keluhan sama sekali. Besoknya, setelah kontrol kok malah sakit. Ya diare lah, ya anemia lah.

By the way, ini jelas bukan karna salah dokter ya. Tidak ada obat apapun yang masuk dalam tubuh saya pasca konsultasi. Ini pure karna sistem tubuh saya saja yang sedang tidak bersahabat.

Nggak kuat dengan kondisi fisik yang semakin melemah dan agak tengsin mau kontrol lagi, saya cari dokter lain. Kali ini coba ke RSUD yang nggak perlu bikin appointment dulu.

Review dr. Astry Susanti, Sp.OG


Pertama kali datang ke RSUD, sejujurnya saya suka dengan segala fasilitas yang dikasih untuk para bumil yang antre di sana. Kursi tunggunya pakai sofa. Ada TV-nya meski tayangan yang bisa dilihat ya FTV aja. Nyaman sekali.

Apalagi kondisi saya saat itu lagi lemes-lemesnya gara-gara diare yang kemudian disusul dengan anemia. Dikasih fasilitas macam gitu ya bahagia banget lah.

Nggak lama setelah daftar dan diperiksa oleh perawat, saya dipersilakan masuk untuk ketemu dr. Astry.

"Sudah 14 minggu ya sekarang?"
"Iya, dok."

Ramah sekali. Begitu ketemu langsung disapa begitu. Saya ceritakan keluhan-keluhan yang saya alami. Lalu, beliau meminta saya untuk berbaring agar beliau bisa mulai USG janin saya.

Beliau jelaskan progres pertumbuhan janin saya. Beratnya, detak jantungnya, organ-organ vital yang sudah terbentuk, dan masih banyak lagi. Ini yang saya suka dari dr. Astry, beliau menjelaskan semuanya detail sekali.

"Ini artinya, pertumbuhan janin normal. Alhamdulillah."

Setelah USG, saya konsultasi dengan beliau dan diresepkan beberapa obat yang bisa membantu mengurangi gejala-gejala yang saya alami. Obat-obat ini hanya boleh diminum dengan kondisi tertentu saja dan tidak harus habis. Begitu gejala berhenti, obat pun harus dihentikan.

Kalau dibandingkan dengan dokter Verra, sejujurnya saya lebih nyaman konsultasi dengan dokter Astry. Sempat terpikir untuk pindah haluan rumah sakit.

"Gimana kalau melahirkan di RSUD aja?"

Setelah itu saya tanya teman saya yang pernah melahirkan di sana. Katanya, semua proses dibantu sepenuhnya oleh bidan. Dokter Astry cuma mantau dari jauh aja. Besoknya setelah melahirkan, baru dokter Astry visit.

Itu sempat galau juga saat dikasih tahu begitu. Lebih nggak sreg lagi setelah tahu kalau kita nggak bisa memilih siapa bidan yang nanti akan menolong. Betul-betul random. Tindakan medis by bidan dan nggak tahu siapa.

Iya sih, nanti dipantau terus oleh dokter. Tapi kan nggak nyaman kalau begitu. Rasanya mending lahiran di bidan aja sekalian.

Review dr. Farah Dina, Sp.OG


Kegalauan itu yang akhirnya membuat saya coba opsi terakhir, yaitu RS Bunda Suryatni. Usia kehamilan saya saat itu sudah 6 bulan. Berharap di 3 bulan terakhir bisa mendapatkan konsultasi intens di sini.

Hari Minggu pagi saya buat janji untuk konsultasi dengan dr. Farah Dina. Beliau membatasi jumlah pasien yang ditangani hanya sampai 30 orang saja. Pihak rumah sakit juga hanya membuka pendaftaran H-1 sebelum konsultasi dengan dr. Farah. Selain itu, pasien yang ingin konsultasi dengan beliau ini banyak sekali. Konon katanya, buka registrasi pukul 07.00 belum sampai pukul 09.00 sudah full kuotanya.

Pagi itu saya hubungi pihak RSIA untuk buat janji. Alhamdulillah dapat slot. Saya diminta untuk datang jam 11 siang untuk melakukan registrasi ulang di RSIA.

Besoknya, saya datang jam 11 kurang. Karena saya pasien baru, jadi harus urus pendaftaran dulu. Jadinya dapat nomor belasan. Hiks, tak apalah.

Konsultasi dengan dr. Farah ini ternyata jauh lebih menyenangkan dibanding dengan dr. Astry. Orangnya lebih ramah. Beliau juga menjelaskan progres tumbuh kembang janin saya dengan detail. Normalnya bagaimana dan kondisi janin saya seperti apa disampaikan. Posisi janin juga beliau sampaikan saat itu.

"Ini kepalanya masih di atas ya. Tapi nggak usah khawatir. Ini masih 6 bulan dia masih punya banyak space untuk bergerak. Masuk ada kemungkinan posisi janin akan berputar lagi. Nanti, kalau trimester 3 masih begitu, ini yang perlu dipikirkan lagi supaya posisi janinnya optimal."

Beliau juga menyarankan saya untuk banyak jalan dan mulai senam hamil atau prenatal yoga. Semuanya ya biar saya bisa melahirkan normal. Meski posisi kepala masih begitu, tapi mendengar penjelasan beliau tuh rasanya jadi adem gitu.

Ini beda banget dengan bidan yang praktik di dekat rumah. Saya memang nggak ada rencana konsultasi ke beliau sih. Datang ke bidan hanya untuk suntik TT V aja. Berkali-kali ditakut-takutin mau caesar mulu. Apalagi waktu saya cerita kalau posisi janin saya masih kebalik antara kepala dan kakinya.

Kebetulan, ketika beliau periksa, posisinya sudah normal. Kepala ada di bawah. Itu memang selang seminggu setelah saya konsultasi ke dr. Farah. Hampir 2 minggu bahkan. Ditambah lagi, sebelumnya saya ikut prenatal yoga juga.

"Ini kepalanya ada di bawah. Dokter mah suka gitu, biar lahiran caesar."

Ish, apaan sih? Kesel sendiri dengernya.

Kesimpulan


Itu tadi cerita saya tentang perjalanan mencari dokter kandungan di Bogor. Lompat dari satu dokter ke dokter yang lain.

By the way, ini penilaian pribadi saya ya. Saya yakin tiap orang punya sense yang berbeda. Nyaman dengan dokter yang mana bisa jadi juga beda-beda. Kalau kamu punya referensi dokter kandungan lain, boleh banget lho tulis di kolom komentar. Supaya teman-teman yang lain dapat lebih banyak lagi referensi dokter.

Oh iya, kalau kamu bingung pilih dokter, sebetulnya nggak ada masalah sih saat hamil gonta-ganti dokter. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah jangan lupa bawa catatan riwayat kesehatan dari dokter sebelumnya setiap kali kontrol. Ini bisa ditulis di buku Kesehatan Ibu dan Anak yang dapat dari puskesmas itu atau buku lain. Intinya, record tiap kali kontrol itu harus ada.

Selamat menikmati masa kehamilan.


Comments

  1. Mbak, jadi lahiran dimana akhirnya? Lagi mau nyobain rsia suryatni nih. Cm masih galau jg. Infonya ya mbaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku jadinya lahiran di RSIA Suryatni mbak. Reviewnya juga udah aku tulis di blog. Hehehe

      Delete