Siapa yang
lagi hamil di sini? Sayaa.. Wkwkwk
Alhamdulillah,
sekarang sudah masuk ke trimester ketiga. Perut makin besar dan terasa sedikit
berat. Ternyata kamu sudah besar ya, Nak.
Well,
menjelang lahiran ternyata banyak banget ya yang harus dipersiapkan. Ya
ilmunya, ya printilan untuk bayi, ya printilan nanti kalau menyusui gimana,
pilih tempat lahiran di mana, sampai memilih mau ditolong siapa semuanya
dipikirkan. Bahkan nih, kalau perlu sudah mulai konsultasi ke Dokter Anak.
Rasanya
sudah cita-cita bagi banyak sekali ibu untuk bisa melahirkan normal. Saya pun
begitu. Lepas dari kisah horor kalau melahirkan itu sakit dan lalala, saya
tetap pingin melahirkan secara normal.
Ada memang
beberapa ibu yang pasrah aja gitu. Lahiran ya pasti sakit. Jadi ya udah terima
aja. Lahiran normal ya pasti dijahit. Jadi ya udah terima aja. Kemudian setelah
melahirkan, jadi meninggalkan trauma.
"Mau
punya adik lagi nggak buat anaknya?"
"Hmmm..
Bentar ya. Aku perlu siapin mental buat lahiran lagi."
Saking
sakitnya tuh begitu.
Ya sih, saya
nggak pernah melahirkan. Saya nggak tahu sesakit apa proses melahirkan itu.
Tapi, masa iya sih nggak ada cara apapun yang bisa mengurangi rasa sakit itu?
Ternyata ada
lho. Rasa sakit itu memang nggak akan bisa hilang sepenuhnya. Namanya
melahirkan ya sudah pasti sakit. Tapi, bisa teralihkan dengan latihan dan
persiapan-persiapan lain menjelang persalinan. Bisa jalan kaki, bisa ikutan
prenatal yoga, pijat perinium, dan masih banyak lagi. Intinya, siapkan tubuh
untuk menyambut buah hati tercinta.
Itu saja
cukup? Nggak dong. Birth plan juga harus dirancang. Kita ini mau lahiran yang
seperti apa sih?
Nah, kalau
bicara birth plan nih, tentu nggak cuma melibatkan kita dan suami dong. Pasti
akan ada pihak lain, yaitu tenaga kesehatan yang nanti akan membantu proses
persalinan kita. Bisa bidan, bisa juga dokter.
Kata temen
saya yang Doula, selain belanja baju bayi, kita juga perlu belanja tenaga
kesehatan. Karna nggak semuanya lho bisa sejalan dengan apa yang kita mau. Ada
yang dikit-dikit caesar, padahal masih bisa diupayakan normal. Ada yang nggak
ngasih IMD. Ada yang tali pusatnya buru-buru dipotong.
So, this is
my story. Cerita perjalanan lompat dari satu tenaga kesehatan yang satu ke yang
lain.
Mau Lahiran Di Mana?
Sejujurnya,
dari awal, saya dan suami sama sekali nggak kepikiran untuk melahirkan di
bidan. Iya, saya tahu, lahiran di bidan kemungkinan di tolong untuk lahiran
normal itu lebih besar. Tapi, kenyamanan saat bersalin bagi pasien maupun
keluarga, kemudian kalau misal nanti ada kondisi darurat mana yang lebih cepat
penanganannya. Yaaa namanya juga lahiran pertama kan ya.
Jadi, fix.
Lahiran di rumah sakit. Kebetulan banget, rumah saya ini dekat dengan 3 rumah
sakit. Ada RSUD karya Bakti, ada RS Hermina, dan yang terakhir RSIA Bunda
Suryatni.
Apa sih yang
jadi pertimbangan memilih rumah sakit?
Tentu saja
biaya dan fasilitas yang ada di sana. Biayanya sebisa mungkin yang masih bisa
dijangkau. Terus fasilitasnya juga memadai. Kalau bisa tuh, murah tapi enak.
Wkwkwkwk...
Untuk tahu
biaya, selain tanya ke bagian pendaftaran, saya juga tanya-tanya ke teman saya
yang udah pernah lahiran di sana. Biayanya berapa, terus pelayanannya
bagaimana. Akhirnya, dari 3 pilihan rumah sakit yang ada, kami pilih RS Bunda
Suryatni.
Sama dokter
siapa? Ini masih belum tahu. Pokoknya, ke Bunda Suryatni dulu. Wkwkwk..
Perjalanan Hunting Dokter di Bogor
Waktu
pertama kali tahu kalau positif, sebetulnya saya nggak ada bayangan sama sekali
mau ke dokter mana di Bogor. Mau tanya ke teman masih nggak yakin dengan
hasilnya. Dan lagi, itu masih kecil sekali kan. Khawatir kalau khalayak ramai
tahu dan ternyata yang ada cuma kantongnya doang. Hiks.
Terus saya
keinget tetangga depan gang yang juga seorang blogger. Dia punya catatan
kehamilan serta review dokter yang menangani dia. Tanpa babibu lagi, saya
langsung mengunjungi blognya. Saya baca pelan-pelan review yang dia buat. Saya
tahu siapa dokter yang menangani, kemudian saya cari tahu di mana saja tempat
praktik beliau.
Referensi
lain saya dapat dari sepupu ipar saya. Kebetulan beberapa hari sebelum saya
tahu kalau hamil, dia meminta saya untuk menemaninya kontrol di rumah sakit.
Saya tanya siapa dokter yang memeriksanya. Kemudian saya cari tahu lagi latar
belakang beliau. Ini dokter yang lumayan hits di forum ibu-ibu. Banyak sekali
ibu-ibu yang merekomendasikan beliau karena orangnya yang ramah dan
menyenangkan. Well, we'll see.
Waktu itu
hari jumat. Saya sudah dapat nama meski belum tahu kapan mau kontrol dan di
mana. Niatnya sih mau kontrol weekend saja atau malam hari, tapi ternyata susah
sekali mencari dokter yang bisa di waktu itu.
Nah,
kebetulan hari Jumat jadwalnya saya kajian rutin. Waktu berangkat itu, saya
lihat ada papan nama tempat praktik dokter kandungan. Bahkan, menyediakan USG
4D. Nggak ngincer 4D juga sih. Asal tahu aja ini hamil beneran apa nggak.
Sepulang
kajian, saya cek lagi kapan buka praktiknya. Lalu, saya ajak suami untuk ke
sana, malam itu juga. Saya tulis absensi di depan ruangan dan mulai antre.
Lamaaaa sekali antrenya. Ya karna saya memang dapat nomor belasan.
Review dr. Vera Nirmala, Sp.OG
Beliau
adalah dokter pertama yang menangani saya. Jam 11 malam kami baru masuk klinik.
Langsung diperiksa.
"Kapan
mens terakhir?"
"4
Februari, Dok."
"Wah,
ini sih masih kecil banget. Yuk, kita lihat yuk."
Dan iya,
janinnya masih kecil sekali. Masih belum berbentuk manusia. Menyerupai saja
tidak. Lebih mirip telur dibanding manusia.
Tidak ada
kesan buruk dengan beliau. Saya ke sana sudah 2 kali, paling suka USG dengan
beliau adalah hasil USG yang super jernih. Ya lah, alatnya beda.
Kami sempat
lihat diintipin muka janin kami. Waktu itu usianya masih 13 minggu. Sudah
kelihatan struktur wajahnya meski tubuhnya belum tumbuh secara sempurna. Mirip
sekali dengan ayahnya. Gara-gara itu juga, saya jadi suka lihatin ayahnya. Saya
pegang-pegang wajah suami saya.
"Anakku
nanti kayak gini," batin saya.
Janin saya
respon geraknya bagus selama kontrol dengan beliau. Kalau lagi USG gitu beliau
cerita si janin sedang apa. Saya sebetulnya masih amaze jadi agak lola gitu.
Tapi beliau excited sekali lihatnya. Sedangkan saya, cuma bilang oh iya, oh
gitu, wah iya aja.
Intinya sih,
saya nggak ada masalah kontrol dengan beliau meski kalau antre lama sekali.
Cuma nggak tahu kenapa, masalah-masalah selalu muncul setelah saya kontrol.
Jadi, sebelum kontrol itu tidak ada keluhan sama sekali. Besoknya, setelah
kontrol kok malah sakit. Ya diare lah, ya anemia lah.
By the way,
ini jelas bukan karna salah dokter ya. Tidak ada obat apapun yang masuk dalam
tubuh saya pasca konsultasi. Ini pure karna sistem tubuh saya saja yang sedang
tidak bersahabat.
Nggak kuat
dengan kondisi fisik yang semakin melemah dan agak tengsin mau kontrol lagi,
saya cari dokter lain. Kali ini coba ke RSUD yang nggak perlu bikin appointment
dulu.
Review dr. Astry Susanti, Sp.OG
Pertama kali
datang ke RSUD, sejujurnya saya suka dengan segala fasilitas yang dikasih untuk
para bumil yang antre di sana. Kursi tunggunya pakai sofa. Ada TV-nya meski
tayangan yang bisa dilihat ya FTV aja. Nyaman sekali.
Apalagi
kondisi saya saat itu lagi lemes-lemesnya gara-gara diare yang kemudian disusul
dengan anemia. Dikasih fasilitas macam gitu ya bahagia banget lah.
Nggak lama
setelah daftar dan diperiksa oleh perawat, saya dipersilakan masuk untuk ketemu
dr. Astry.
"Sudah
14 minggu ya sekarang?"
"Iya,
dok."
Ramah
sekali. Begitu ketemu langsung disapa begitu. Saya ceritakan keluhan-keluhan
yang saya alami. Lalu, beliau meminta saya untuk berbaring agar beliau bisa
mulai USG janin saya.
Beliau
jelaskan progres pertumbuhan janin saya. Beratnya, detak jantungnya,
organ-organ vital yang sudah terbentuk, dan masih banyak lagi. Ini yang saya
suka dari dr. Astry, beliau menjelaskan semuanya detail sekali.
"Ini
artinya, pertumbuhan janin normal. Alhamdulillah."
Setelah USG,
saya konsultasi dengan beliau dan diresepkan beberapa obat yang bisa membantu
mengurangi gejala-gejala yang saya alami. Obat-obat ini hanya boleh diminum dengan
kondisi tertentu saja dan tidak harus habis. Begitu gejala berhenti, obat pun
harus dihentikan.
Kalau
dibandingkan dengan dokter Verra, sejujurnya saya lebih nyaman konsultasi
dengan dokter Astry. Sempat terpikir untuk pindah haluan rumah sakit.
"Gimana
kalau melahirkan di RSUD aja?"
Setelah itu
saya tanya teman saya yang pernah melahirkan di sana. Katanya, semua proses
dibantu sepenuhnya oleh bidan. Dokter Astry cuma mantau dari jauh aja. Besoknya
setelah melahirkan, baru dokter Astry visit.
Itu sempat
galau juga saat dikasih tahu begitu. Lebih nggak sreg lagi setelah tahu kalau
kita nggak bisa memilih siapa bidan yang nanti akan menolong. Betul-betul
random. Tindakan medis by bidan dan nggak tahu siapa.
Iya sih,
nanti dipantau terus oleh dokter. Tapi kan nggak nyaman kalau begitu. Rasanya
mending lahiran di bidan aja sekalian.
Review dr. Farah Dina, Sp.OG
Kegalauan
itu yang akhirnya membuat saya coba opsi terakhir, yaitu RS Bunda Suryatni.
Usia kehamilan saya saat itu sudah 6 bulan. Berharap di 3 bulan terakhir bisa
mendapatkan konsultasi intens di sini.
Hari Minggu
pagi saya buat janji untuk konsultasi dengan dr. Farah Dina. Beliau membatasi
jumlah pasien yang ditangani hanya sampai 30 orang saja. Pihak rumah sakit juga
hanya membuka pendaftaran H-1 sebelum konsultasi dengan dr. Farah. Selain itu,
pasien yang ingin konsultasi dengan beliau ini banyak sekali. Konon katanya,
buka registrasi pukul 07.00 belum sampai pukul 09.00 sudah full kuotanya.
Pagi itu
saya hubungi pihak RSIA untuk buat janji. Alhamdulillah dapat slot. Saya
diminta untuk datang jam 11 siang untuk melakukan registrasi ulang di RSIA.
Besoknya,
saya datang jam 11 kurang. Karena saya pasien baru, jadi harus urus pendaftaran
dulu. Jadinya dapat nomor belasan. Hiks, tak apalah.
Konsultasi
dengan dr. Farah ini ternyata jauh lebih menyenangkan dibanding dengan dr.
Astry. Orangnya lebih ramah. Beliau juga menjelaskan progres tumbuh kembang
janin saya dengan detail. Normalnya bagaimana dan kondisi janin saya seperti
apa disampaikan. Posisi janin juga beliau sampaikan saat itu.
"Ini
kepalanya masih di atas ya. Tapi nggak usah khawatir. Ini masih 6 bulan dia
masih punya banyak space untuk bergerak. Masuk ada kemungkinan posisi janin
akan berputar lagi. Nanti, kalau trimester 3 masih begitu, ini yang perlu
dipikirkan lagi supaya posisi janinnya optimal."
Beliau juga
menyarankan saya untuk banyak jalan dan mulai senam hamil atau prenatal yoga.
Semuanya ya biar saya bisa melahirkan normal. Meski posisi kepala masih begitu,
tapi mendengar penjelasan beliau tuh rasanya jadi adem gitu.
Ini beda
banget dengan bidan yang praktik di dekat rumah. Saya memang nggak ada rencana
konsultasi ke beliau sih. Datang ke bidan hanya untuk suntik TT V aja.
Berkali-kali ditakut-takutin mau caesar mulu. Apalagi waktu saya cerita kalau
posisi janin saya masih kebalik antara kepala dan kakinya.
Kebetulan,
ketika beliau periksa, posisinya sudah normal. Kepala ada di bawah. Itu memang
selang seminggu setelah saya konsultasi ke dr. Farah. Hampir 2 minggu bahkan.
Ditambah lagi, sebelumnya saya ikut prenatal yoga juga.
"Ini
kepalanya ada di bawah. Dokter mah suka gitu, biar lahiran caesar."
Ish, apaan
sih? Kesel sendiri dengernya.
Kesimpulan
Itu tadi
cerita saya tentang perjalanan mencari dokter kandungan di Bogor. Lompat dari
satu dokter ke dokter yang lain.
By the way,
ini penilaian pribadi saya ya. Saya yakin tiap orang punya sense yang berbeda.
Nyaman dengan dokter yang mana bisa jadi juga beda-beda. Kalau kamu punya
referensi dokter kandungan lain, boleh banget lho tulis di kolom komentar.
Supaya teman-teman yang lain dapat lebih banyak lagi referensi dokter.
Oh iya,
kalau kamu bingung pilih dokter, sebetulnya nggak ada masalah sih saat hamil
gonta-ganti dokter. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah jangan lupa
bawa catatan riwayat kesehatan dari dokter sebelumnya setiap kali kontrol. Ini
bisa ditulis di buku Kesehatan Ibu dan Anak yang dapat dari puskesmas itu atau
buku lain. Intinya, record tiap kali kontrol itu harus ada.
Selamat
menikmati masa kehamilan.
Mbak, jadi lahiran dimana akhirnya? Lagi mau nyobain rsia suryatni nih. Cm masih galau jg. Infonya ya mbaa
ReplyDeleteAku jadinya lahiran di RSIA Suryatni mbak. Reviewnya juga udah aku tulis di blog. Hehehe
Delete