Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Jul 31, 2019

Menggunakan Social Messenger Juga Ada Adabnya



Kemarin ada salah satu pihak penerbit yang menghubungi saya. Apa rasanya? Seneng dong.

"Widiiih... Dihubungi penerbit. Tanda-tanda apa nih?"

Udah deg-degan dan sedikit keinginan untuk dipinang salah satu tulisan saya. Ternyata oh ternyata, mereka hanya ingin mengundang saya dalam acara bedah buku salah satu penulis yang baru saja meluncurkan buku barunya. Hmmmmmm......

Iya, mereka memang menyebutkan nama penulis itu. Saya juga nggak ngeh itu siapa, penerbit itu penerbit yang mana. Saya pikir, paling juga penerbit dari salah satu komunitas menulis yang saya ikuti. Di komunitas itu, isinya memang banyak sekali editor, bahkan aneka penerbit indie pun ada.

Kemudian...

"Bunga (bukan nama sebenarnya) itu member komunitas kita?" tanya salah satu pengurus Ibu Profesional Bogor di WAG Dapur Pengurus.

"Iya, itu member Rulis (Rumah Belajar Menulis, red)."

Setelah itu muncul obrolan tentang undangan ke event yang sama seperti undangan yang saya terima. Bedanya, mereka belum sampai diberi tahu bahwa event tersebut berbayar.

"Harganya 85 ribu, sudah termasuk buku dan snack."

Hmmmmm... Ini sih maksa beli buku ya. Tahu wujudnya aja nggak. Covernya bagaimana, bahas tentang apa, itu nggak ada sama sekali. Kan ya ngeselin.



Kejadian serupa sebetulnya pernah saya alami. Bedanya, dulu itu ada orang yang mau PDKT terus minta kontak saya ke salah satu temannya. Ya karena saya saat itu sudah ngaji dan sedang amat sangat berhati-hati dengan interaksi lawan jenis, tentunya pesan singkat itu tidak pernah saya balas. Hanya saya baca saja. Tahu kan apa reaksi selanjutnya?

"Kok cuma dibaca aja?"

Haish, suka-suka dong ya. Mestinya paham, kalau cuma dibaca artinya kita nggak mau melanjutkan percakapan itu.

Ternyata, orang ini lumayan gigih. Dia coba dekati saya lewat cara lain. Nah, ini nih yang saya nggak ngeh. Dia pakai profil picture bukan dia yang sebenarnya. Sudah telanjur merespon orang ini, baru ngeh kalau dia yang kemarin-kemarin hubungi saya minta kenalan itu. Kzl.



Sejak saat itu, saya abaikan semua yang berasal dari dia. Mau like, comment, DM. serah!

Setelah saya menikah dan menulis konten tentang suami istri dengan cerita-cerita. Dia sewot. Wkwkwk.. Apaan sih? Kalau nggak suka kan ya tinggal unfollow aja kan?


Menjaga Kenyamanan Bersama Saat Bersocial Messenger

2 contoh kasus yang saya ceritakan sebetulnya bisa dialami oleh siapa saja. Meski, responnya bisa berbeda. Ada yang tidak mempermasalahkan hal semacam ini. Ada juga yang merasa terganggu. Balik lagi, semua ada batasannya.

Tapi, dari sini kita jadi belajar bahwa nggak semua orang bisa merasakan sama seperti apa yang kita rasa. Kalau kita oke-oke aja, belum tentu yang lain akan merasa begitu.

Coba deh, sebelum melakukan sesuatu dipertimbangkan kembali.

"Kira-kira kalau gue kasih kontaknya ke orang lain, dianya gimana?"

"Kira-kira kalau gue kirim pesan macem gini, dia tersinggung nggak, ya? Merasa nggak nyaman nggak, ya?"

"Kira-kira kalau gue hubungi dia jam segini, ganggu dia nggak, ya?"

Semakin tidak akrab, mestinya jadi makin banyak bahan pertimbangan yang perlu dilakukan. Apa artinya kalau sudah akrab kita bisa hubungi dia kapan pun? Ya, nggak juga sih. Ini tetep berlaku juga. Meski biasanya jadi lebih selow karna sudah sama-sama paham jam online masing-masing.


Lakukan Hal Ini Ketika Bersocial Messenger


Hari ini, sulit rasanya untuk lepas dari social messenger. Kita terhubung dengan orang lain, hampir semuanya menggunakan ini. Udah jarang banget tuh yang mengirim SMS. Paling sering memanfaatkan Whatsapp untuk berkomunikasi. Baik itu secara personal, maupun kelompok.

Belajar dari 2 kejadian yang tadi sudah saya ceritakan, ternyata menggunakan social messenger juga perlu adab. Nggak bisa slonang-slonong seenaknya sendiri. Dari pengamatan saya ini, ada 5 hal yang perlj diperhatikan saat menggunakan social messenger.

1. Izin

Biasakan untuk izin ketika ingin membagikan kontak personal ke orang lain. Apalagi jika orang lain ini adalah orang yang tidak dikenal oleh pemilik kontak. Personal kontak ya, kalau kontak bisnis biasanya yang bersangkutan sudah lebih ready untuk open. Bahkan biasanya mereka sendiri yang membagikan kontak bisnisnya ke orang lain. Tapi personal kontak ini beda. Alasan kenapa ada orang yang memisahkan kontak bisnis dan personal adalah agar dia punya waktu untuk meninggalkan pekerjaannya saat bersama keluarga atau saat ingin me-time.

Izin juga dibutuhkan saat kita menerobos waktu istirahat mereka. Di luar jam kerja mereka, terus kita hubungi. Nggak ada salahnya sih untuk say sorry dan minta izin untuk menyampaikan sesuatu.

2. Perkenalkan diri

"Lel, bla bla bla..."

"Ini siapa ya?"

"Ish, masa nggak tahu sih?"

Haish, paling kesel juga sama orang yang sok terkenal gini nih. Lebih sebel lagi, udahlah sok terkenal, profil picturenya bukan muka dia. Terus gimana kita bisa tahu situ siapa? Nama nggak disebutin di awal. Ditanya namanya siapa nggak dijawab. Udah gitu, profil picture cuma gambar-gambar yang isinya quote atau semacamnya. Hmmmmmmm...

Well, ini juga  penting. Nggak usah sok terkenal. Wkwkwkwk...

Jangan pernah merasa kalau kontak kita disimpan oleh sejuta ummat. Jangan. Even itu teman-teman kuliah kita dulu atau bahkan teman kantor. Belum tentu lho mereka save nomor kita. Bisa aja mereka sudah tidak lagi punya kontak kita karena ganti HP baru atau alasan-alasan lain. Jadi, nggak ada salahnya untuk menyebutkan identitas diri even itu ke teman lama yang udah lama banget nggak kita hubungi.

3. Tidak menghubungi di jam istirahat

Saya pernah melihat status kontak whatsapp salah satu admin rumah sakit. Beliau menuliskan semacam ini.

"Ini kontak pribadi!"

Jadi, kontak beliau dipasang di website rumah sakit untuk memudahkan pasien atau keluarga pasien menghubungi rumah sakit by WA. Nggak tahu gimana ceritanya juga sih, prediksi saya, beliau sudah mulai terganggu ketika banyak orang yang menghubunginya saat jam-jam istirahat.

Ini dulu yang pernah saya alami saat menjadi dosen. Ada mahasiswa yang menghubungi malam sekali hanya untuk menanyakan tugas. Awalnya sih biasa saja. Tapi lama kelamaan kok ya mengganggu sekali.

Hal serupa biasanya dialami oleh para guru. Dihubungi wali murid untuk memastikan tugas, ulangan, atau barang bawaan ketika akan darmawisata sekolah. Atau guru-guru di Pondok yang tiap awal ajaran baru "diteror" wali murid yang ingin memasukkan anaknya ke pondok, tapi baru beberapa hari sudah amat sangat rindu. Saya bisa bayangin sih gimana menyebalkannya itu.

Coba kembalikan aja ke diri sendiri. Misal kita mengalami hal yang serupa, kitanya gimana? Nyaman nggak? Jangan dibayangin cuma kita sendiri yang hubungi, bayangin ada lebih dari 2 orang yang punya pikiran sama dengan kita. Sepusing apa coba menanggapinya?

4. Tidak memaksakan diri, jika tidak dibalas

"Kok nggak dibales sih?"

"Kok cuma diread aja sih?"

Terus telpon berkali-kali macem salesnya bank.

Bukan berarti nelpon berkali-kali ini nggak boleh ya. Kita lihat dulu urgensitasnya apa. Misal, kita udah janjian dengan yang bersangkutan, lalu di jam tersebut yang bersangkutan batang hidungnya tak kunjung nampak. Ini okelah untuk terus menghubunginya, memastikan kembali terkait janji yang sudah dibuat.

Misal, nggak ada yang begitu. Sabar dan jangan memaksakan diri. Setiap orang pasti punya alasan masing-masing untuk tidak membalas pesan. Karena sibuk atau mungkin memang tidak berkenan sedari awal untuk mengawali percakapan. Kalaj sudah begini, ya udahlah ya, sadar diri aja.

Kesimpulan

Adab itu ternyata tidak hanya kita butuhkan saat kita main ke rumah orang, ketika kita akan bertemu dengan orang lain, dan ketika kita hendak menuntut ilmu saja. Saat menggunakan social messenger pun, ternyata juga ada adab yang perlu diperhatikan.

Tulisan ini dari pandangan saya pribadi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat bersocial messenger. Kalau menurut kamu, ada lagi nggak yang perlu kita perhatikan? Tulis di kolom komentar ya.

Jul 30, 2019

Sophie Paris Luncurkan Koleksi Terbaru ‘Tuk Sambut Hari Kemerdekaan

Sophie Paris



Siapa sih di sini yang nggak kenal Sophie Paris? Yup, Sophie Paris adalah salah satu platform Social Shopping yang biasanya menawarkan produk-produk fashion dengan desaain ala-ala Paris. Semua pasti juga sudah tahu banget kan kalau setiap bulannya Sophie Paris ini pasti akan meluncurkan koleksi terbaru yang kece badai. Nah, menjelang Bulan Kemerdekaan ini, Sophie Paris pun kembali meluncurkan produk-produk fashion dan beauty yang dijamin bikin galau yang lihat dalam Katalog Sophie Paris.

Launching produk-produk terbaru ini diperkenalkan dalam acara Catalog Launching Agustus di Cibinong City Point, pada tanggal 27 Juli 2019 lalu. Acara ini dibuka dengan Sophie Dance Solution yang kemudian berlankut pada penjelasan-penjelasan produk terbaru dan program yang sedang berlangsung. Jangan ditanya lagi bagaimana antusias para pelanggan setia Sophie Paris ini, sudah pasti antusias banget.

Program Sophie Paris


Sophie Paris

1. Program Tebus Murah

Dalam program ini, bagi pelanggan setia yang telah berbelanja sebesar 1 juta rupiah. Mereka bisa mendapatkan Tas Sophie Paris dengan tipe Azurine Bowler dengan harga sebesar Rp59.900 saja. Murah bukan?

2. Program Kerjasama

Selain program Tebus Murah ini ada juga berbagai program kerjasama yang intinya adalah memudahkan kita untuk terus berbelanja di Sophie Paris. Program kerjasama ini antara lain bayar pakai GOPAY yang memberikan kita keuntungan hingga 55%, bisa juga belanja lebih mudah dengan SophiePay, atau belanja langsung dengan keuntungan bonus cashbak hingga 50ribu rupiah. Menarik bukan?

Koleksi-koleksi Terbaru Sophie Paris

Sophie Paris
Produk tas terbaru on model

Selain program-program menarik tadi, tentunya Sophie Paris juga mengeluarkan produk koleksi terbaru yang tidak kalah menarik. Mulai dari tas trensi, koleksi jam tangan, hingga produk beauty, semuanya ada di sini.

Sophie Paris
Produk tas, sepatu, dan jam tangan terbaru

sophie paris
Tasnya secantik ini, siapa yang tahan godaan coba? >.<


Salah satu produk yang unik adalah produk beauty selling kit. Produk ini dikhususkan untuk membantu para member menjual kembali produk-produk beauty dari Sophie Paris dengan kemasan sachet. Lebih ringkas, harga juga pastinya amat sangat terjangkau. Dengan cara ini, member bisa berjualan di mana saja. Mau di angkutan umum? Bisa. Di kamar mandi? Bisa. Di arisan-arisan? Ini apalagi.

Sophie Paris
Penjelasan produk beuaty selling kit


Apresiasi Sophie Paris pada Para Member


Hal lain yang menarik dari Sophie Paris adalah tentang bagaimana mereka mengapresiasi para member yang sudah menjual aneka ragam produk hingga memiliki omset lebih dari 100 juta per bulan. Apresiasi ini dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu Top 3 Best Recruit, First Ambasador, dan Best PU. Tidak hanya itu, para member yang hadir juga diberikan kesempatan untuk mendapatkan hadiah-hadiah menarik dari Sophie Paris.

sophie paris
Apresiasi member


Acaranya seru abis. Produk-produknya bikin mupeng semua. Pulang bawa hadiah pula. Alhamdulillah, rejeki istri shalihah.

 
sophie paris
acara yang super fun dan bertabur hadiah




Jul 18, 2019

Kontroversi Film Dua Garis Biru, Perlu Ditonton Nggak Nih?


Siapa yang sudah nonton film ini angkat tangan?

Saya belum. Nggak tahu juga apakah nanti akan nonton film ini atau tidak. Entah kenapa, aneka ragam kontroversi yang ditimbulkan oleh film ini, justru bikin saya makin penasaran dengan filmnya. Isinya kayak apa sih?

dua garis biru
sumber : bioskoptoday.com


Sinopsis Film Dua Garis Biru

Nggak perlu nonton filmnya sih kalau pingin tahu sinopsisnya aja. Tinggal googling aja. Nanti akan muncul aneka macam sinopsis tentang film ini.

Jadi, film ini ceritanya tentang apa sih?

Film Dua Garis Biru ini bercerita tentang 2 pasang remaja, Dara dan Bima, yang sedang memadu kasih. Ceritanya sih awalnya mereka sahabatan. Lama-lama kok muncul benih-benih asmara yang akhirnya bikin mereka jadian.

dua garis biru
sumber : boombastis.com


Seperti judulnya, kita bisa sama-sama menebak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah mereka pacaran. Yes, having sex yang berujung pada Dara hamil.

"Saya akan bertanggung jawab."

Itu yang dibilang Bima ke orang tuanya Dara. Dari situlah, kisah mereka betul-betul dimulai. Keduanya dinikahkan. Bima dan Dara menjalani hidup sebagai pasangan suami istri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan.

Bima, sebagai suami juga upaya untuk menafkahi istri dan calon anaknya. Tapi ya semua itu nggak mudah.

Banyak orang yang bilang kalau mereka nggak siap untuk jadi orang tua. Ya orang tua mereka, ya dokter, banyak lah ya. Hingga solusi adopsi pun akhirnya muncul.

Karena belum nonton juga, ya saya nggak bisa cerita gimana ending dari kisah ini.



Juno, Film yang Serupa dengan Dua Garis Biru

Sebetulnya, kalau kita bicara film yang mengangkat isu serupa mungkin ada banyak ya. Macem sinetron Pernikahan Dini yang dulu banget pernah tayang di TV.

Hanya saja, nggak tahu kenapa setelah nonton trailer film ini, saya jadi keinget film Juno yang tayang di tahun 2007. Ini filmnya juga sudah lama sekali saya tonton. Waktu SMA kali ya nontonnya.

Juno
sumber : wikipedia


Sama seperti film Dua Garis Biru, film ini juga menceritakan tentang remaja yang hamil karena having sex itu. Selanjutnya, di film ini lebih banyak berkisah perjuangan Juno untuk mempertahankan bayinya.

Pernah nggak sih Juno kepikiran untuk aborsi?

Pernah. Dia bahkan sudah pernah ke klinik aborsi bareng ayah bayi itu. Udah isi formulir aborsi juga. Tapi abis itu nggak jadi karena tahu apa yang akan terjadi pada saat proses aborsi ini.

Nggak jadi aborsi, bukan berarti Juno siap membesarkan anak itu. Dia cari solusi lain yang sekiranya lebih tidak mengerikan, yaitu ngasih anaknya untuk diadopsi orang yang butuh anak.

Pencarian pun dimulai. Juno akhirnya bisa nemuin orang tua angkat untuk calon anaknya. Mereka sering ketemu untuk menjelaskan gimana perkembangan bayinya. Tanpa disadari, seiring berjalannya waktu proses kehamilan itu, Juno mulai jatuh cinta pada bayinya. Juno mulai ragu dengan pilihannya untuk memberikan anaknya nanti setelah melahirkan.

Maunya sih dibesarkan sendiri. Tapi rupanya dukungan kanan kiri nggak sebesar itu.

Saya agak lupa juga sih endingnya gimana. Jadi diadopsi atau tidak. Kayaknya sih jadi ya. Kayaknya lho ya... Wkwkwk...


Kontroversi Film Dua Garis Biru



Iya, film ini sebelum tayang memang sudah menuai banyak kontroversi. Ada banyak pihak yang tidak setuju dengan penayangan film ini. Tapi yang mendukung juga banyak. Mungkin, karena kontroversi ini orang jadi makin penasaran dengan jalan ceritanya. Mungkin.

"Gimana kalau film ini ditonton sama anak-anak kita, lalu ditiru oleh mereka?" katanya yang kontra.

"Tapi film ini kan bagus untuk edukasi tentang konsekuensi dari seks bebas itu apa," katanya yang pro.

Saya nggak ngerti ya tiap adegan yang ada di film ini bagaimana. Kalau di film Juno itu memang ada adegan buka-bukaannya, meski tidak sevulgar film barat pada umumnya. Tapi, dari situ kita bisa tahu bagaimana proses mereka begituannya.

Di trailer film ini memang menunjukkan adegan yang menggiring ke pacaran kebablasan ini. Kalau dari apa yang saya tangkap, "oh, awalnya pacaran, terus main-main di kamar si cewek berdua, terus lama-lama terjadilah hal yang tidak diinginkan."

Adegan semacam ini yang tentu saja membuat para orang tua cemas. Bagaimana kalau adegan semacam ini justru memicu kejadian yang tidak diinginkan?

Apalagi, sasaran film ini bukan hanya untuk orang tua saja, tapi remaja 13 tahun pun boleh menontonnya. Bagi orang tua, mungkin ini bisa menjadi bahan pelajaran baru tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Apa sih yang kurang dari apa yang selama ini sudah diberikan? Apa sih yang perlu diperbaiki? Bagaimana sih menjaga anak agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?

Tapi, bagi remaja? Apakah pesan semacam ini juga akan sampai pada mereka? Saya pernah muda. Pernah banget ada di posisi ketika dilarang oleh orang tua atau guru jadi semakin penasaran untuk mencoba.

Apakah saya sendirian yang begini ini? Ngaku aja deh, kamu juga pernah begini kan? Makin dilarang, makin penasaran. Makin dikasih tahu akibatnya, makin pingin membuktikan. Bener nggak sih hasilnya semacam itu?

Iya apa iya?


Masalah Seks di Luar Nikah, Masalah Kita Semua



Lepas dari kontroversi film Dua Garis Biru, saya justru ingin menyoroti isu yang ingin diangkat oleh film ini, yaitu tentang seks di luar nikah. Ini adalah masalah real yang menjadi PR kita bersama. Bukan hanya orang tua saja, tapi seluruh elemen masyarakat dan negara mestinya punya concern yang tinggi juga terkait hal ini.

Kalau dulu, orang tua kita ketika mau pacaran harus sembunyi-sembunyi dulu. Begitu ketahuan, langsung disuruh nikah. Lambat laun budaya semakin bergeser. Gaya pacaran yang sembunyi-sembunyi mulai langka ditemui. Pacaran jadi hal yang amat sangat biasa. Pegangan tangan, jalan bareng, makan bareng, rangkulan, bercumbu rayu, itu jadi hal yang amat sangat biasa. Bahkan, ada yang lebih jauh lagi, yaitu seks di luar nikah.

Makin ke sini, justru semakin edan lagi. Orang nggak butuh status pacar untuk bisa melakukan hubungan semacam ini. Malamnya berhubungan badan, paginya seolah tidak pernah ada apa-apa di antara mereka. Yap, kita biasa kenal ini dengan friend with benefit. Artinya, antara keduanya cuma berteman untuk mengambil keuntungan masing-masing. Keuntungan dalam hal ini ya soal enaena tadi.

Dulu, orang malu ketika sudah tidak lagi perawan. Tapi semakin ke sini, rasanya jadi hal yang tidak memalukan lagi. Bahkan, ada yang terang-terangan menyampaikan di media sosialnya terkait dia yang sudah tidak lagi perawan. Dia jelaskan panjang kali lebar tentang seks dengan dalih edukasi.



Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?



Ada yang menarik dari aneka review film ini terkait latar belakang kedua tokoh utama. Dara lahir dari keluarga yang berpendidikan, sedangkan Bima lahir dari keluarga yang agamis. Film ini seolah bilang ke kita semua bahwa lahir dari keluarga yang bependidikan dan agamis ini nggak menjamin terbebas dari masalah seks bebas.

Pertanyaannya, apa iya memang begitu? Kalau dilihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat memang amat mungkin terjadi. Ada anak selalu ranking satu, tapi di balik itu semua, gaul bebasnya juga kenceng. Kelihatannya alim, ternyata begitu juga. Anak dipondokin sama orang tuanya, keluar pondok ada juga yang malah rajin dugem.

Lalu, masalahnya ada di mana?

Masalah semacam ini sebenarnya punya akar masalah yang sama dengan tulisan saya yang lalu tentang perselingkuhan. Sekali lagi, ini nggak akan lepas dari pemahaman tentang batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Bagaimana cara kita berinteraksi dengan lawan jenis, bagaimana cara kita berpakaian saat di luar rumah, hingga bagaimana cara kita menyikapi perasaan yang bergejolak dalam diri kita itu ada aturannya. Islam mengatur itu semua secara sempurna. Tinggal kita mau mengambilnya atau tidak.

“Bima itu lahir dari keluarga yang agamis lho, tapi tetep aja begitu.”

Kehidupan beragama seseorang tidak hanya dipandang dari apakah orang itu rajin sholat atau tidak, ngajinya kenceng atau selow aja, puasa wajib dan sunnahnya jalan terus apa nggak, nggak cuma itu. Kehidupan beragama bagi seorang muslim dipandang dari bagaimana kita mau mengambil dan menginstall Islam dalam seluruh lini kehidupan kita.

Edukasi Seks, Cukupkah untuk Menyelesaikan Masalah Ini?



Edukasi seks tidak akan pernah cukup menyelesaikan masalah ini. Masalah seks bebas tidak akan selesai dengan bagaimana cara menggunakan alat kontrasepsi yang benar supaya tidak terjadi kehamilan. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai hanya dengan tahu fungsi alat reproduksi masing-masing. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai hanya dengan tahu dampak buruk yang disebabkan olehnya. Solusi satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini sejatinya adalah kembali pada aturan Islam.

Interaksi dengan lawan jenis dalam Islam itu gimana sih? Boleh nggak sih? Oh, boleh bercampur baur dengan lawan jenis dalam perkara muamalah, pendidikan, kesehatan, dan peradilan. Berarti lainnya nggak boleh. Kalau gitu, untuk perkara lain, harus lebih hati-hati lagi. Bukan supaya nggak hamil di luar nikah aja, tapi supaya Allah ridho dengan setiap aktivitas yang kita lakukan.

Kalau berduaan dengan lawan jenis bagaimana? Oh, dalam kondisi apapun ternyata tidak boleh berduaan dengan orang yang bukan mahram.

Kalau suka dengan lawan jenis bagaimana? Masa nggak boleh sih jatuh cinta? Boleh kok, Islam tidak melarang, bahkan memfasilitasi penyaluran naluri ini, yaitu dengan pernikahan. Kalau belum siap menikah? Ya puasa. Menjaga diri dari kepo status gebetan dan mantan. Flirting-flirting ke gebetan. No! Dari pada begitu itu, lebih baik mensibukkan diri dengan memperbaiki diri. Toh ya kalau jodoh nggak bakalan ke mana-mana.

Dari sisi orang tua pun sama, pemahaman seamcam ini harus mulai diberikan sejak anak mulai masuk usia pra-baligh. Dia harus paham tentang dirinya. Sex education Islami juga harus mereka tahu. Ketika nanti anak baligh apa yang akan berubah pada dirinya. Kalau anak perempuan menstruasi bagaimana, kalau anak laki-laki mimpi basah bagaimana. Bergaul dengan lawan jenis seharusnya bagaimana.

Hal lain yang juga perlu menjadi PR adalah bagaimana membangun bonding dengan anak dari kecil, masuk usia pra-baligh, hingga baligh. Anak-anak butuh perhatian orang tuanya dalam setiap fasa hidupnya. Jika orang tuanya alpha, maka anak akan mencari perhatian ke tempat lain. Ngerinya, kalau anak lari ke pergaulan bebas. Naudzubillah min dzalik.

Kesimpulan

Mau nonton film ini atau tidak, buat saya pribadi itu kembali pada pilihan masing-masing. Mau nonton silakan, tidak juga silakan. PR besar yang sejatinya perlu kita sadari sebetulnya bukan tentang nonton atau tidak, tapi ancaman seks bebas ini sendiri. Masalah ini tidak akan mampu selesai jika kita selesaikan sendiri. Orang tua juga tidak bisa mendekap anak-anaknya terus menerus untuk melindungi mereka dari bahaya seks bebas ini.

Tentu, pendidikan dasar dari rumah adalah pondasi utama yang harus anak miliki. Tapi peran masyarakat yang mau untuk saling mengingatkan dan negara yang bisa memberikan payung hukum juga dibutuhkan untuk memberantas masalah ini.

Jadi, mari kita rapatkan barisan untuk sama-sama melindungi generasi bangsa di masa yang akan datang.


with love,


Jul 16, 2019

Antara Poligami dan Perselingkuhan, Emang Beda?


Ada satu fakta menarik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita yang sering kali menjadi badai dalam rumah tangga seseorang, yaitu hadirnya orang ketiga. Saya nggak bilang bahwa setiap rumah tangga diuji dengan masalah ini, tapi yang begini ini banyak.

selingkuh


Saya ingat peristiwa 5 tahun yang lalu, saat saya menjadi salah satu narahubung di salah satu kegiatan kampus. Setelah proses promosi kegiatan ke beberapa sekolah, ada salah satu pihak dari sekolah yang menghubungi saya. Sayangnya, dia tidak menanyakan sama sekali perihal acara tapi justru memberikan saya warning pada salah satu narahubung lain yang namanya tercantum dalam proposal tersebut.

“Hati-hati dengan Wati (bukan nama sebenarnya), dia perebut laki-laki orang. Setelah menghabiskan kekayaan suami saya dan menghancurkan kehidupan keluarga kami, dia pergi.”

Intinya begitu. Isi pesan singkatnya tentu bukan cuma itu saja. Tapi cerita panjang kali lebar tentang perselingkuhan suaminya dengan Wati dan bagaimana akhirnya dia dan suami Wati memergoki keduanya di salah satu hotel di Jember. Ngeri, ya?

astaghfirullah


Kalian bisa bayangkan shocknya saya saat itu. Baru lulus sarjana, baru dapat kerja juga, lalu dapat kisah semacam ini. Saat itu, saya abaikan pesan singkat itu. Saya masih mencoba untuk positive thinking dengan kondisi semacam ini. Saya tidak tahu mana yang benar dan salah. Siapa tahu itu fitnah. Hingga suatu hari saya melihat sendiri Wati satu mobil dengan pria paruh baya berdua saja. Lalu, muncul rumor-rumor tentang Wati yang memang suka begitu. Kencan dengan suami orang.

Menginjak usia kepala 2, cerita orang ketiga ini banyak saya dengar dari berbagai pihak dengan tokoh utama yang berbeda. Ada yang jadi “gundik”. Ada yang pacaran diam-diam dengan teman sekantor dan justru dicie-ciein teman kantor yang lain. Ada yang suka menjadikan kantor sebagai tempat ketemu pacar rahasia. Banyak. Ini belum lagi drama yang ada di TV atau Youtube, belum juga dari orang-orang yang curhat di akun Jouska.

Kok Bisa Selingkuh?

selingkuh


Pernah nggak sih kalian penasaran kenapa yang begini ini bisa terjadi? Apa sih yang memicu hadirnya orang ketiga?

Sabtu lalu, saya menghadiri bedah buku di Balai Kota Bogor sebagai perwakilan dari Ibu Profesional Bogor. Di sana, Bu Adriana Soekandar Ginanjar menyampaikan bahwa salah satu faktor yang membuat perselingkuhan ini semakin marak adalah adanya media sosial. Dari media sosial ini, kita jadi terhubung kembali dengan teman-temam lama kita dulu. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ketemu mantan atau orang lain yang terlihat lebih baik dari pasangan kita. Lebih kaya mungkin, lebih tampan, atau lebih punya waktu untuk kita.

Saya setuju dengan hal ini. Memang, media sosial ini bisa menjadi salah satu pemicu dari terjadinya perselingkuhan. Tapi sebetulnya akar permasalahan yang sesungguhnya bukan itu. Masalah semacam ini sebetulnya punya cabang yang sama dengan aneka bentuk perzinahan lain, baik itu yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah maupun belum.

Apa itu?

Pemahaman tentang batas hubungan antara laki-laki dan perempuan. Apalagi yang muslim. Ini ada lho aturannya. Ada batas-batasan antara yang boleh dan tidak.

begitu


Dalam Islam, pergaulan antara laki-laki dan perempuan by default terpisah, kecuali untuk urusan-urusan ini. Pendidikan, muamalah, kesehatan, dan peradilan. Jadi boleh kalau lagi belajar terus forumnya campur antara laki-laki dan perempuan. Saat muamalah juga boleh. Kesehatan, lagi sakit terus ndilalah dapat dokter laki-laki, boleh lho ini. Saat peradilan juga demikian.

Di luar itu bagaimana? Nonton bareng, misalnya. Ya kita cek lagi. Ini ada kaitannya dengan pendidikan kah? Muamalah kah? Kesehatan kah? Peradilan kah? Kalau nggak ada ya nggak boleh.

“Gue mau nonton bareng.”
“Buat apa?”
“Ya seneng-seneng aja.”

Nontonnya sih boleh ya, mubah-mubah saja. Tapi campur baurnya ini yang perlu diperhatikan lagi.

Ketika kita paham batasan ini, sadar bahwa Allah selalu mengawasi, kita juga jadi lebih hati-hati ketika berbincang dengan lawan jenis. Bila tidak ada keperluan yang syar’i, pasti akan diupayakan untuk dihindari.

Contoh, curhat dengan lawan jenis. Iya, awalnya curhat aja. Lama-lama nyaman. Lama-lama lupa diri. Lama-lama muncul sesuatu yang tidak seharusnya ada.

cie cie


Poligami dan Aneka Macam Kontroversinya

selingkuh


Bicara tentang orang ketiga, sebetulnya tidak akan lepas dari pembahasan yang satu ini juga. Poligami. Dari apa yang Bu Adriana sampaikan, ternyata ada pelaku perselingkuhan yang ketahuan berdalih semacam ini.

“Nggak masalah dong kalau saya suka dengan perempuan lain? Kan laki-laki punya jatah 4 orang istri.”

Hmmmmmmmmmm… hmmmmmmmmmm… hmmmmmmmm (dibaca dengan nadanya Nisa Sabian selama 3 jam)

Fakta yang sering Bu Adriana temui di lapangan ini jadi mengingatkan saya pada pertanyaan mahasiswa saya dulu ketika kami membahas tentang pergaulan dalam Islam.

“Bu Lel, saya tahu bahwa poligami itu adalah syari’at Islam. Tapi kenapa ya rasanya poligami ini hanya digunakan untuk menghalalkan perselingkuhan saja.”

Sabtu lalu, saya sempat bikin polling di instastory saya yang menanyakan hal serupa. Ternyata, orang-orang yang berpendapat demikian ini juga banyak. Well, saya nggak nyalahin orang-orang yang punya pendapat demikian. Mereka punya alasan kenapa akhirnya punya opini semacam ini terhadap poligami.

Opini semacam ini biasanya terbentuk karena banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam praktik poligami itu sendiri. Salah satu contohnya, ya kasus bapak-bapak yang udahlah selingkuh malah bilang soal jatah istri. Terekdes!

marah


Seolah-olah poligami hanya dipakai untuk melampiaskan hasrat seksual saja tanpa melihat konsekuensi lain yang harusnya diterapkan juga dalam pernikahan poligami ini. Belum lagi monsterisasi poligami ini sendiri oleh aneka macam pihak.

Penyimpangan Poligami

selingkuh


Well, kalau kita bicara tentang penyimpangan poligami, dari apa yang pernah saya amati dari pelakunya, ternyata ini dimulai dari penyimpangan pernikahan monogaminya sendiri. Jadi ya sebenernya dia ngurus satu aja nggak bener dan berantakan banget, terus pingin nambah lagi. Alamak!

Pertama, ada banyak orang yang memulai poligami dengan perselingkuhan. Awalnya kencan diam-diam. Lama kelamaan, nikah diam-diam. Hmmm…

Bu Adriana bilang begini ketika ngadepin kasus semacam ini, “poligami tidak seharusnya dimulai dengan perselingkuhan. Mestinya, kalau mau poligami, ta’aruf dulu, jalani cara-cara yang memang dibenarnya oleh syari’at Islam, bukan dengan selingkuh.

I totally agree with her. Ibaratnya, kita lagi mau nambah ibadah yang lain, ya kali dimulai dengan maksiat. Sayang dong.

Penyimpangan praktik poligami yang lain terjadi dari sisi pemenuhan kewajiban suami sebagai kepala rumah tangga. Helloooo… Poligami itu bukan hanya sekedar enaena halal ya. Ketika seorang laki-laki memilih poligami, mestinya dia juga paham bahwa tanggung jawabnya akan menjadi naik berkali lipat. Ada istri-istri yang perlu dididik. Ada anak-anak juga yang butuh diberi perhatian dan pendidikan. Belum lagi soal nafkah. Ini nggak soal cuma bikin anak terus ditinggal. Nggak, nggak begitu. Atau cuma datang ketika pingin melampiaskan hasrat seksual. Tapi perihal mendidik lewat.

Banyak orang mengambil poligami karena mau ikuti sunnah Rasul. Tapi mereka lupa bahwa Rasulullah datang ke istri-istrinya nggak cuma untuk begituan aja. Semuanya dididik lho. Kita bisa lihat kisah bagaiamana istri-istri Rasulullah sebelum dan sesudah menikah dengan Rasulullah. Amati perubahan sikapnya, amati bagaimana naiknya ketaqwaan mereka di sisi Allah. Jadi lucu kalau berdalih ngikutin Rasul tapi yang diambil bagian yang menurutnya enak aja.

Apakah Poligami Sama dengan Selingkuh?

selingkuh


Lalu, muncul pertanyaan semacam ini. Sebelum menjabarkan opini saya, mau nanya dulu nih. Apa sih yang membedakan pacaran dengan menikah? Secara, kalau kita lihat orang-orang yang pacaran hari ini tuh nggak cuma ketemu dan say hello aja. Ada pegang-pegangan tangan, rangkul-rangkulan, bercumbu rayu, bahkan ada yang melakukan lebih jauh lagi, yaitu sex. Well, apakah suami istri tidak melakukan hal ini? Melakukan lah yaa..

Kalau sudah, mari kita tengok aktivitas orang yang selingkuh dan pelaku poligami. Sama-sama melibatkan orang ketiga, bahkan keempat, dan kelima. Tapi ada yang membedakan semua itu. Baik antara pacaran dengan menikah, maupun selingkuh dengan poligami itu sendiri. Ikatan yang diikat dalam perjanjian suci, mitsaqan galizan. Ikatan yang menjadikan sesuatu yang tadinya haram menjadi halal. Ikatan yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi hukum syara’ yang lain.

Jadi, kalau ditanya apa poligami ini sama dengan selingkuh syar’i? Jawabannya jelas tidak. Apalagi jika pelakunya sudah berusaha untuk berjalan dalam koridor hukum syara’ seperti apa yang Rasulullah contohkan.

Mau Nggak Dipoligami?

berpikir


Bahas topik poligami dan perselingkuhan, nggak akan lepas dari pertanyaan semacam ini.

“Emang kamu mau diselingkuhin?”
“Emang kamu mau dipoligami?”

Kalau soal diselingkuhi, jawabannya sudah jelas tidak. Emang ada orang yang mau dibeginiin? Ini udah pelanggaran akut yang saya nggak bisa tolerir sama sekali. Pengkhianatan semacam ini tuh bukan cuma ke saya, tapi juga ke anak-anak, keluarga besar dan Allah. Berat men.

Kalau poligami?

I don’t know. Wkwkwkw..

nggak tahu


Honestly, saya nggak tahu mau jawab apa. Rasanya sulit memang berbagi suami dengan perempuan lain. Tapi, bagaimana jika ada kondisi yang mengharuskan saya memilih ini?

Saya pernah sih ngobrolin ini dengan suami. Saya tanya suami saya apakah dia punya keinginan poligami atau tidak. Jawabannya juga sebias saya. Karena ya nggak mudah untuk mengiyakan poligami itu sendiri. Ini bukan hanya perkara nambah istri aja, tapi ada perkara-perkara lain yang mengikutinya. Jadi ya nggak bisa cuma sekedar pingin aja.

Lepas dari saya mau atau nggak. Intinya sih, saya nggak bisa sepenuhnya menolak poligami ini karena dia adalah bagian dari syariat Islam. Ketika Allah saja membolehkan hal ini, kok ya lancing banget kalau saya mengharamkan hal ini.

Kalau kamu gimana? Mau nggak dipoligami? Share dong opini kamu tentang ini di kolom komentar.


with love,



Jul 12, 2019

Metamorfosis Tulisan: dari Tukang Typo sampai Nulis Buku

"Layaknya ulat yang menjadi kupu-kupu, tulisan pun sama, dia hanya perlu dilatih terus menerus untuk mengubah sesuatu yang terlihat menjijikkan pada awalnya menjadi sesuatu yang indah dan dikagumi banyak orang." - Lelly Fitriana


metamorphosis

Banyak sekali orang yang ingin berbagi lewat tulisan tapi berdalih, "aku nggak bisa nulis." Pada akhirnya, keinginannya terus menjadi angan semu karena dia sendiri tidak pernah mengupayakan hal itu menjadi nyata.

Saya percaya bahwa setiap orang-orang yang sukses punya jalan cerita bagaimana dia memulai dan mengupayakan semuanya. Peluhnya, air matanya, tenaganya, dan semuanya yang nggak bisa kita lihat hari ini. Kita cuma bisa lihat sosoknya yang sudah matang, sukses, dan memetik semua jerih payah yang dia upayakan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun silam.

Kita bisa lihat J.K Rawling dengan karya legendarisnya, Harry Potter, tapi kita nggak pernah lihat bagaimana dia mulai menulis, bagaimana dulu dia pernah ditolak aneka penerbit, bagaimana miskinnya dia sebelum bukunya mendunia. Kita bisa lihat Tere Liye yang banyak bukunya jadi best seller, tapi kita nggak pernah tahu dulu dia memulai sebagai penulis semacam apa, berapa banyak tulisan yang dia hasilkan, dan bagaimana dia hingga bisa sampai seperti sekarang.

Jadi, semuanya pasti bisa. Termasuk, saya dan kamu. Kita mau apa? Upayakan terus, terus, dan terus sampai bisa.

Banyak orang yang punya mimpi ingin menulis buku, pingin jadi ini, pingin jadi itu, tapi terlalu cepat untuk menyerah. Bahkan ada yang tidak memulai sama sekali. Ya mana bisa?

stiker muslimah


Layaknya tumbuhan yang bertumbuh, manusia pun demikian. Apa yang kita upayakan, selama kita tekun melakukannya, perubahan pasti akan terjadi. Kalau dulu kita jijik dengan karya kita, tidak puas, merasa jelek sekali bahkan tidak layak untuk dilihat orang lain. Hari ini pasti kita bisa melihat perubahan real yang terjadi. Coba bandingkan, meski hari ini belum sepenuhnya baik, tapi selalu ada progress nyata, perubahan yang jauh lebih baik. Hari ini mungkin kita nggak bisa sebut karya kita sudah secantik kupu-kupu, tapi setidaknya, dia bukan lagi ulat yang menyebalkan. Barangkali, sekarang dia tengah menjadi kepompong yang berproses menjadi kupu-kupu.

Demikian juga dengan saya dan tulisan-tulisan saya. Saya berproses. Dari si tukang typo, kemudian bisa nulis buku. Semua ada prosesnya. Dan di tulisan ini, saya akan bercerita bagaimana segala proses itu terjadi.

Kapan Mulai Menulis?

nulis


Dari kecil, ada 2 hal yang saya suka. Menulis dan menggambar, yang sayangnya 2 hal ini nggak pernah dilirik oleh orang tua saya. Alih-alih didukung untuk semakin terampil, malah diarahkan ke hal lain yang saya nggak suka sama sekali.

Jadi, kalau ditanya kapan saya mulai menulis, jawabannya setelah saya mampu membuat kalimat sendiri. Ya, dari SD. Percaya atau tidak, saya suka mendengarkan teman saya bercerita, saya dengarkan ceritanya, lalu saya tuliskan kembali dalam buku saya. Tidak banyak, paling panjang separuh halaman buku tulis kecil. Tapi rutin.

Jangan ditanya lagi bagaimana saya menikmati pelajaran Bahasa Indonesia dulu, terutama ketika guru kami memberi tugas mengarang. Saya menikmatinya. Saya menikmati cerita yang saya buat. Saya menikmati bagaimana jemari saya terus menari di atas kertas.

Masuk SMA, saya ikut ekstra kurikuler Pecinta Alam. Anehnya, di sini saya justru menemukan ruang untuk menulis. Para pengurus memberi saya tugas untuk mengasuh bulletin bulanan yang akan kami sebarkan ke sekolah sebagai media promosi. Isinya tentang kegiatan kami dan hal-hal menarik lainnya.

Mulai Nge-blog


blog


Akhir SMA, buku Raditya launching dan mulai menjadi perhatian banyak anak muda saat itu. Dari curhat di blog, bisa jadi buku yang dibaca oleh banyak orang. Siapa sih yang nggak mau? Saya juga mau. Dari sini, lahir cita-cita baru untuk bisa menulis buku sendiri. Meski saya tidak pernah tahu bagaimana caranya. Apa yang saya tahu hanya menulis.

Kira-kira tahun 2010, saya mulai membuat blog yang diisi dengan aneka opini saya. Tahun 2014, saya pindah ke platform lain, yaitu Tumblr. Nemu komunitas di sana dan tulisan saya mulai banyak dibaca oleh banyak orang hingga akhirnya Tumblr diblokir dan saya non-aktifkan. Tahun 2018, saya mulai lagi blog baru dengan semangat yang baru dan nuansa yang baru. Kali ini blog bukan hanya saya pakai untuk belajar menulis, tapi saya ingin menulis untuk banyak orang. Tulisan saya harus bisa dibaca dan oleh banyak orang lagi.

Nulis Buku

kitab


“Aku pingin nulis buku, Mbak, tapi aku nggak tahu gimana cara mulainya,” itulah curhatan saya ke salah satu teman saya. Namanya Mbak Dea. Para tumbloger pasti kenal dia siapa, Dea Mahfudz yang sering gonta-ganti nama akun, tapi sering juga tulisannya dicari.

“Tulis aja dulu, Lel. Aku juga pingin bikin buku dan sekarang lagi ngumpulin naskahnya.”

“Iya, ini juga lagi ngumpulin dan belajar. Maunya sih buku pertama bisa bagus gitu.”

“Nggak bagus juga nggak apa-apa. Manusia berproses. Buku kita juga begitu. Tulis aja dulu, kalau udah siap, mau bagus atau nggak, terbitin aja. Biar pembaca yang menilai dan kita belajar dari proses itu.”

Sejatinya, saya nggak setuju dengan Mbak Dea. Hahahaha… Saya ini agak perfeksionis. Maunya langsung bagus. Langsung cantik. Langsung cetar. Tapi nunggu begitu, karya saya nggak kunjung release. Di akhir tahun 2017, saya abaikan idealisme saya dan mulai menulis aneka macam proyek antologi hingga sekarang.

My Strong Why

azam


Percaya atau tidak, saya mulai nulis karena saya kesulitan mengungkapkan isi pikiran saya pada orang lain. Waktu kecil saya kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jadilah, semua uneg-uneg itu tertuang dalam tulisan. Saya ramai di atas kertas, sedangkan secara personal saya pendiam.

Orang-orang yang kenal saya sejak kuliah, pasti sulit mempercayai hal ini. Mana ada orang yang sering eksis di mana-mana, hobi menyuarakan pendapatnya, dibilang pendiam?

Tapi itulah faktanya. Itulah saya dulu. Ketika saya menjadi orang yang tak kasat mata, sosok yang kehadirannya jarang diperhitungkan oleh orang lain. Hadir atau tidak tak ada bedanya.

Seiring perubahan yang terjadi dalam diri saya. Dari pendiam, jadi orang yang lumayan sering tampil dan dicari, tujuan saya pun mulai bergeser. Saya tidak lagi menulis untuk diri saya sendiri, tapi saya juga ingin berbagi pada lebih banyak orang. Saya ingin tulisan-tulisan saya bisa bermanfaat tidak hanya untuk saya, tapi juga untuk banyak orang. Bahkan, lebih baik lagi, jika apa yang saya tulis bisa merubah paradigma seseorang.

Saya ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka di sanalah saya menulis. Mengajak orang lain bergerak melalui tulisan-tulisan saya.

Setapak Demi Setapak Menuju Kesuksesan

jalan


Dari judul tulisan ini, sebetulnya sudah amat sangat tergambar siapa saya dulu. Bagaimana tulisan saya dulu.

Alay? Sudah pasti. Banyak typo. Iya banget. Alur ke mana-mana. Gue banget tuh.

Saya pernah membaca ulang tulisan-tulisan yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu dan saya cuma bisa ngelus dada. Apalah ini? Bikin sakit mata kali tulisan ini.

Seperti yang sudah pernah saya sampaikan di atas, bahwa manusia berproses. Tulisan saya yang super nggak jelas itu juga terus berproses. Dan inilah langkah demi langkah yang dulunya saya lakukan hingga bisa sampai seperti sekarang.

1.   Terus Menulis

“Kalau kamu mau bisa nulis ya terus aja nulis.”

Itu yang dari dulu saya pegang kuat-kuat. Saya nggak peduli sejelek apa tulisan saya dulu. Seacakadut apa dan sealay apa. Hal yang paling penting bagi saya adalah terus menulis. Menuangkan segala hal dalam pikiran saya yang mungkin sulit untuk disampaikan secara langsung lewat lisan.

Hal ini juga yang terus saya lakukan hingga sekarang. Terus menulis. Di media mana pun. Nggak bisa pegang laptop, nulis di HP. Nggak bisa blogging, bikin instastory. Nggak bisa pegang gadget, nulis di kertas.

2. Gabung Komunitas Menulis

Gabung ke komunitas menulis mempertemukan saya dengan banyak orang yang punya kecintaan yang sama. Di sana, saya jadi belajar banyak hal. Belajar buat menjalin relasi antar penulis, berbagi ilmu, dan menantang diri untuk keluar dari zona nyaman.

Komunitas yang membuat tulisan saya makin banyak dibaca oleh orang lain. Komunitas yang membuat saya punya semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

3.   Ikut Kelas Menulis

Selain ikut dalam beberapa komunitas, saya juga ikut banyak sekali kelas menulis. Dari kelas gratis sampai yang berbayar ratusan ribu rupiah. Saking pinginnya belajar dan meningkatkan kualitas tulisan. Dari kelas itu saya mulai ngeh kalau kita nulis dan ditujukan tidak untuk diri sendiri, kita juga perlu berempati dengan orang yang baca. Editornya dan pembaca kita sendiri. Kita perlu belajar self-editing untuk meminimalisir kesalahan.

Dulu, tiap kali blogging, setelah nulis pasti langsung saya publish tanpa pernah mengecek kesalahan apa saja yang sudah saya lakukan. Alhasil, ya tulisan yang bikin sakit mata itu. Saya nggak bisa bayangin kalau tulisan semacam itu saya kirim ke redaktur media tertentu atau bahkan penerbit. Sudah pasti akan dibuang dalam hitungan detik.

Kenapa? Pekerjaan editor sudah berat dengan harus mengecek banyak naskah setiap harinya. Kesel banget pasti kalau dalam kondisi seperti itu nemu tulisan yang alay bin banyak typo-nya.

Kelas nulis ini yang membawa perubahan besar dalam tulisan-tulisan saya. Perubahan yang eksponensial. Semua itu karena saya udah tobat nulis semau saya lagi. Tobat untuk langsung publish tanpa self-editing terlebih dahulu. Bahkan, saya mulai belajar menulis secara terstruktur dengan menggunakan outline.

4.   Tantang Diri Sendiri

Punya komunitas dan bekal-bekal yang sudah didapatkan dari aneka kelas menulis yang bikin saya makin PD untuk menantang diri sendiri. Kalau mau nge-blog, nggak mau yang biasa-biasa aja. Saya mau jadi pro. Belajar SEO, percantik blog, ganti domain, dan banyak hal lain saya lakukan. Termasuk ikutan banyak lomba blog. Alhamdulillah, tiap kali pingin honeymoon sama suami selalu dapet hadiah voucher tiket pesawat atau hotel untuk liburan kami.

Saya juga mulai nulis buku. Start dari akhir tahun 2017, saya mulai nulis buku antologi. Lumayan banyak ikutan proyek antologi dengan berbagai tema. Nggak semuanya saya suka sejujurnya. Tapi karena ceritanya untuk belajar bikin buku, saya lakukan aja. Alhamdulillah, sudah launching 4 buku dan semuanya launching di tahun yang sama, tahun ini.

Tahun ini, saya mulai meminimalisir ikutan proyek antologi. Sebagai gantinya, saya mulai kirim outline tulisan ke penerbit. Belum tahu apakah outline itu diterima atau tidak. Doakan ya.

Oya, sebetulnya saya sudah pernah bikin buku sendiri. Sebelum aneka macem antologi itu launching, saya sudah bikin buku saku yang saya bagikan sebagai souvenir pernikahan saya. Itu juga bikinnya challenging banget alias dadakan.

Harapan ke Depan

harapan


Saya bersyukur atas segala pencapaian yang sudah saya dapatkan hari ini. Saya tahu bahwa tulisan saya masih jauh dari kesempurnaan. Tapi tiap kegagalan yang saya dapatkan kemarin-kemarin, alhamdulillah selalu jadi bahan belajar baru lagi.

Harapan saya ke depan, blog ini bisa terus berkembang supaya saya bisa berbagi ke lebih banyak orang lagi. Buku-buku antologi saya yang lain dan masih macet di penerbit maupun editor semoga bisa segera launching. Satu lagi, outline novel yang kemarin saya kirim ke penerbit juga bisa lolos. Kalau itu lolos, novel itu akan jadi buku solo pertama saya. Mohon doanya ya.


Sebuah Pesan Cinta

surat


Teruntuk siapa pun yang sudah baca tulisan ini, saya mau ucapkan banyak sekali terima kasih karena udah mau meluangkan sekian menit untuk baca kisah perjalanan saya.

Teruntuk siapa pun yang hari ini punya cita-cita yang sama dan nggak PD dengan karyanya, don’t worry and keep writing. Berhenti mengkhawatirkan ini itu. Berhenti untuk menuntut kesempurnaan tulisan karena kalau kita nunggu tulisan kita sempurna dulu, dijamin nggak bakalan jadi. Siapkan diri bukan untuk hasil terbaik tapi untuk menjalani segala proses yang sudah dipilih.

Ingat, di balik kesuksesan seseorang ada aneka macam kisah pahit yang berhasil mereka sembunyikan dan laluu dengan sangat apik. Ada kerja keras, ada peluh, ada aneka macam doa yang dipinta ke langit.

Kalau mereka bisa sukses, saya dan kamu pun pasti bisa. 

stiker semangat