Assalamu'alaikum!
Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.Jul 31, 2019
Menggunakan Social Messenger Juga Ada Adabnya
Kemarin ada salah satu pihak penerbit yang menghubungi saya. Apa rasanya? Seneng dong.
"Widiiih... Dihubungi penerbit. Tanda-tanda apa nih?"
Udah deg-degan dan sedikit keinginan untuk dipinang salah satu tulisan saya. Ternyata oh ternyata, mereka hanya ingin mengundang saya dalam acara bedah buku salah satu penulis yang baru saja meluncurkan buku barunya. Hmmmmmm......
Iya, mereka memang menyebutkan nama penulis itu. Saya juga nggak ngeh itu siapa, penerbit itu penerbit yang mana. Saya pikir, paling juga penerbit dari salah satu komunitas menulis yang saya ikuti. Di komunitas itu, isinya memang banyak sekali editor, bahkan aneka penerbit indie pun ada.
Kemudian...
"Bunga (bukan nama sebenarnya) itu member komunitas kita?" tanya salah satu pengurus Ibu Profesional Bogor di WAG Dapur Pengurus.
"Iya, itu member Rulis (Rumah Belajar Menulis, red)."
Setelah itu muncul obrolan tentang undangan ke event yang sama seperti undangan yang saya terima. Bedanya, mereka belum sampai diberi tahu bahwa event tersebut berbayar.
"Harganya 85 ribu, sudah termasuk buku dan snack."
Hmmmmm... Ini sih maksa beli buku ya. Tahu wujudnya aja nggak. Covernya bagaimana, bahas tentang apa, itu nggak ada sama sekali. Kan ya ngeselin.
Kejadian serupa sebetulnya pernah saya alami. Bedanya, dulu itu ada orang yang mau PDKT terus minta kontak saya ke salah satu temannya. Ya karena saya saat itu sudah ngaji dan sedang amat sangat berhati-hati dengan interaksi lawan jenis, tentunya pesan singkat itu tidak pernah saya balas. Hanya saya baca saja. Tahu kan apa reaksi selanjutnya?
"Kok cuma dibaca aja?"
Haish, suka-suka dong ya. Mestinya paham, kalau cuma dibaca artinya kita nggak mau melanjutkan percakapan itu.
Ternyata, orang ini lumayan gigih. Dia coba dekati saya lewat cara lain. Nah, ini nih yang saya nggak ngeh. Dia pakai profil picture bukan dia yang sebenarnya. Sudah telanjur merespon orang ini, baru ngeh kalau dia yang kemarin-kemarin hubungi saya minta kenalan itu. Kzl.
Sejak saat itu, saya abaikan semua yang berasal dari dia. Mau like, comment, DM. serah!
Setelah saya menikah dan menulis konten tentang suami istri dengan cerita-cerita. Dia sewot. Wkwkwk.. Apaan sih? Kalau nggak suka kan ya tinggal unfollow aja kan?
Menjaga Kenyamanan Bersama Saat Bersocial Messenger
2 contoh kasus yang saya ceritakan sebetulnya bisa dialami oleh siapa saja. Meski, responnya bisa berbeda. Ada yang tidak mempermasalahkan hal semacam ini. Ada juga yang merasa terganggu. Balik lagi, semua ada batasannya.Tapi, dari sini kita jadi belajar bahwa nggak semua orang bisa merasakan sama seperti apa yang kita rasa. Kalau kita oke-oke aja, belum tentu yang lain akan merasa begitu.
Coba deh, sebelum melakukan sesuatu dipertimbangkan kembali.
"Kira-kira kalau gue kasih kontaknya ke orang lain, dianya gimana?"
"Kira-kira kalau gue kirim pesan macem gini, dia tersinggung nggak, ya? Merasa nggak nyaman nggak, ya?"
"Kira-kira kalau gue hubungi dia jam segini, ganggu dia nggak, ya?"
Semakin tidak akrab, mestinya jadi makin banyak bahan pertimbangan yang perlu dilakukan. Apa artinya kalau sudah akrab kita bisa hubungi dia kapan pun? Ya, nggak juga sih. Ini tetep berlaku juga. Meski biasanya jadi lebih selow karna sudah sama-sama paham jam online masing-masing.
Lakukan Hal Ini Ketika Bersocial Messenger
Hari ini, sulit rasanya untuk lepas dari social messenger. Kita terhubung dengan orang lain, hampir semuanya menggunakan ini. Udah jarang banget tuh yang mengirim SMS. Paling sering memanfaatkan Whatsapp untuk berkomunikasi. Baik itu secara personal, maupun kelompok.
Belajar dari 2 kejadian yang tadi sudah saya ceritakan, ternyata menggunakan social messenger juga perlu adab. Nggak bisa slonang-slonong seenaknya sendiri. Dari pengamatan saya ini, ada 5 hal yang perlj diperhatikan saat menggunakan social messenger.
1. Izin
Biasakan untuk izin ketika ingin membagikan kontak personal ke orang lain. Apalagi jika orang lain ini adalah orang yang tidak dikenal oleh pemilik kontak. Personal kontak ya, kalau kontak bisnis biasanya yang bersangkutan sudah lebih ready untuk open. Bahkan biasanya mereka sendiri yang membagikan kontak bisnisnya ke orang lain. Tapi personal kontak ini beda. Alasan kenapa ada orang yang memisahkan kontak bisnis dan personal adalah agar dia punya waktu untuk meninggalkan pekerjaannya saat bersama keluarga atau saat ingin me-time.Izin juga dibutuhkan saat kita menerobos waktu istirahat mereka. Di luar jam kerja mereka, terus kita hubungi. Nggak ada salahnya sih untuk say sorry dan minta izin untuk menyampaikan sesuatu.
2. Perkenalkan diri
"Lel, bla bla bla...""Ini siapa ya?"
"Ish, masa nggak tahu sih?"
Haish, paling kesel juga sama orang yang sok terkenal gini nih. Lebih sebel lagi, udahlah sok terkenal, profil picturenya bukan muka dia. Terus gimana kita bisa tahu situ siapa? Nama nggak disebutin di awal. Ditanya namanya siapa nggak dijawab. Udah gitu, profil picture cuma gambar-gambar yang isinya quote atau semacamnya. Hmmmmmmm...
Well, ini juga penting. Nggak usah sok terkenal. Wkwkwkwk...
Jangan pernah merasa kalau kontak kita disimpan oleh sejuta ummat. Jangan. Even itu teman-teman kuliah kita dulu atau bahkan teman kantor. Belum tentu lho mereka save nomor kita. Bisa aja mereka sudah tidak lagi punya kontak kita karena ganti HP baru atau alasan-alasan lain. Jadi, nggak ada salahnya untuk menyebutkan identitas diri even itu ke teman lama yang udah lama banget nggak kita hubungi.
3. Tidak menghubungi di jam istirahat
Saya pernah melihat status kontak whatsapp salah satu admin rumah sakit. Beliau menuliskan semacam ini."Ini kontak pribadi!"
Jadi, kontak beliau dipasang di website rumah sakit untuk memudahkan pasien atau keluarga pasien menghubungi rumah sakit by WA. Nggak tahu gimana ceritanya juga sih, prediksi saya, beliau sudah mulai terganggu ketika banyak orang yang menghubunginya saat jam-jam istirahat.
Ini dulu yang pernah saya alami saat menjadi dosen. Ada mahasiswa yang menghubungi malam sekali hanya untuk menanyakan tugas. Awalnya sih biasa saja. Tapi lama kelamaan kok ya mengganggu sekali.
Hal serupa biasanya dialami oleh para guru. Dihubungi wali murid untuk memastikan tugas, ulangan, atau barang bawaan ketika akan darmawisata sekolah. Atau guru-guru di Pondok yang tiap awal ajaran baru "diteror" wali murid yang ingin memasukkan anaknya ke pondok, tapi baru beberapa hari sudah amat sangat rindu. Saya bisa bayangin sih gimana menyebalkannya itu.
Coba kembalikan aja ke diri sendiri. Misal kita mengalami hal yang serupa, kitanya gimana? Nyaman nggak? Jangan dibayangin cuma kita sendiri yang hubungi, bayangin ada lebih dari 2 orang yang punya pikiran sama dengan kita. Sepusing apa coba menanggapinya?
4. Tidak memaksakan diri, jika tidak dibalas
"Kok nggak dibales sih?""Kok cuma diread aja sih?"
Terus telpon berkali-kali macem salesnya bank.
Bukan berarti nelpon berkali-kali ini nggak boleh ya. Kita lihat dulu urgensitasnya apa. Misal, kita udah janjian dengan yang bersangkutan, lalu di jam tersebut yang bersangkutan batang hidungnya tak kunjung nampak. Ini okelah untuk terus menghubunginya, memastikan kembali terkait janji yang sudah dibuat.
Misal, nggak ada yang begitu. Sabar dan jangan memaksakan diri. Setiap orang pasti punya alasan masing-masing untuk tidak membalas pesan. Karena sibuk atau mungkin memang tidak berkenan sedari awal untuk mengawali percakapan. Kalaj sudah begini, ya udahlah ya, sadar diri aja.
Kesimpulan
Adab itu ternyata tidak hanya kita butuhkan saat kita main ke rumah orang, ketika kita akan bertemu dengan orang lain, dan ketika kita hendak menuntut ilmu saja. Saat menggunakan social messenger pun, ternyata juga ada adab yang perlu diperhatikan.Tulisan ini dari pandangan saya pribadi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat bersocial messenger. Kalau menurut kamu, ada lagi nggak yang perlu kita perhatikan? Tulis di kolom komentar ya.

Jul 30, 2019
Sophie Paris Luncurkan Koleksi Terbaru ‘Tuk Sambut Hari Kemerdekaan
Siapa sih di
sini yang nggak kenal Sophie Paris? Yup, Sophie Paris adalah salah satu
platform Social Shopping yang biasanya menawarkan produk-produk fashion dengan
desaain ala-ala Paris. Semua pasti juga sudah tahu banget kan kalau setiap
bulannya Sophie Paris ini pasti akan meluncurkan koleksi terbaru yang kece
badai. Nah, menjelang Bulan Kemerdekaan ini, Sophie Paris pun kembali
meluncurkan produk-produk fashion dan beauty yang dijamin bikin galau yang
lihat dalam Katalog Sophie Paris.
Launching
produk-produk terbaru ini diperkenalkan dalam acara Catalog Launching
Agustus di Cibinong City Point, pada tanggal 27 Juli 2019 lalu.
Acara ini dibuka dengan Sophie Dance Solution yang kemudian berlankut pada
penjelasan-penjelasan produk terbaru dan program yang sedang berlangsung.
Jangan ditanya lagi bagaimana antusias para pelanggan setia Sophie Paris ini,
sudah pasti antusias banget.
Program Sophie Paris
1. Program Tebus Murah
Dalam
program ini, bagi pelanggan setia yang telah berbelanja sebesar 1 juta rupiah.
Mereka bisa mendapatkan Tas Sophie Paris dengan tipe Azurine Bowler dengan harga sebesar Rp59.900 saja.
Murah bukan?
2. Program Kerjasama
Selain
program Tebus Murah ini ada juga berbagai program kerjasama yang intinya adalah
memudahkan kita untuk terus berbelanja di Sophie Paris. Program kerjasama ini
antara lain bayar pakai GOPAY yang memberikan kita keuntungan hingga 55%, bisa
juga belanja lebih mudah dengan SophiePay, atau belanja langsung dengan
keuntungan bonus cashbak hingga 50ribu rupiah. Menarik bukan?
Koleksi-koleksi Terbaru Sophie Paris
![]() |
Produk tas terbaru on model |
Selain
program-program menarik tadi, tentunya Sophie Paris juga mengeluarkan produk
koleksi terbaru yang tidak kalah menarik. Mulai dari tas trensi, koleksi jam
tangan, hingga produk beauty, semuanya ada di sini.
![]() |
Produk tas, sepatu, dan jam tangan terbaru |
![]() |
Tasnya secantik ini, siapa yang tahan godaan coba? >.< |
Salah satu
produk yang unik adalah produk beauty selling kit. Produk ini
dikhususkan untuk membantu para member menjual kembali produk-produk beauty
dari Sophie Paris dengan kemasan sachet. Lebih ringkas, harga juga pastinya
amat sangat terjangkau. Dengan cara ini, member bisa berjualan di mana saja. Mau
di angkutan umum? Bisa. Di kamar mandi? Bisa. Di arisan-arisan? Ini apalagi.
![]() |
Penjelasan produk beuaty selling kit |
Apresiasi Sophie Paris pada Para Member
Hal lain
yang menarik dari Sophie Paris adalah tentang bagaimana mereka mengapresiasi
para member yang sudah menjual aneka ragam produk hingga memiliki omset lebih
dari 100 juta per bulan. Apresiasi ini dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu
Top 3 Best Recruit, First Ambasador, dan Best PU. Tidak hanya itu, para member
yang hadir juga diberikan kesempatan untuk mendapatkan hadiah-hadiah menarik
dari Sophie Paris.
![]() |
Apresiasi member |
Acaranya seru
abis. Produk-produknya bikin mupeng semua. Pulang bawa hadiah pula. Alhamdulillah,
rejeki istri shalihah.

Jul 18, 2019
Kontroversi Film Dua Garis Biru, Perlu Ditonton Nggak Nih?
Siapa yang
sudah nonton film ini angkat tangan?
Saya belum.
Nggak tahu juga apakah nanti akan nonton film ini atau tidak. Entah kenapa,
aneka ragam kontroversi yang ditimbulkan oleh film ini, justru bikin saya makin
penasaran dengan filmnya. Isinya kayak apa sih?
![]() |
sumber : bioskoptoday.com |
Sinopsis Film Dua Garis Biru
Nggak perlu
nonton filmnya sih kalau pingin tahu sinopsisnya aja. Tinggal googling aja.
Nanti akan muncul aneka macam sinopsis tentang film ini.
Jadi, film
ini ceritanya tentang apa sih?
Film Dua
Garis Biru ini bercerita tentang 2 pasang remaja, Dara dan Bima, yang sedang
memadu kasih. Ceritanya sih awalnya mereka sahabatan. Lama-lama kok muncul
benih-benih asmara yang akhirnya bikin mereka jadian.
![]() |
sumber : boombastis.com |
Seperti
judulnya, kita bisa sama-sama menebak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah
mereka pacaran. Yes, having sex yang berujung pada Dara hamil.
"Saya
akan bertanggung jawab."
Itu yang
dibilang Bima ke orang tuanya Dara. Dari situlah, kisah mereka betul-betul
dimulai. Keduanya dinikahkan. Bima dan Dara menjalani hidup sebagai pasangan
suami istri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan.
Bima,
sebagai suami juga upaya untuk menafkahi istri dan calon anaknya. Tapi ya semua
itu nggak mudah.
Banyak orang
yang bilang kalau mereka nggak siap untuk jadi orang tua. Ya orang tua mereka,
ya dokter, banyak lah ya. Hingga solusi adopsi pun akhirnya muncul.
Karena belum
nonton juga, ya saya nggak bisa cerita gimana ending dari kisah ini.
Juno, Film yang Serupa dengan Dua Garis Biru
Sebetulnya,
kalau kita bicara film yang mengangkat isu serupa mungkin ada banyak ya. Macem
sinetron Pernikahan Dini yang dulu banget pernah tayang di TV.
Hanya saja,
nggak tahu kenapa setelah nonton trailer film ini, saya jadi keinget film Juno
yang tayang di tahun 2007. Ini filmnya juga sudah lama sekali saya tonton.
Waktu SMA kali ya nontonnya.
![]() |
sumber : wikipedia |
Sama seperti
film Dua Garis Biru, film ini juga menceritakan tentang remaja yang hamil
karena having sex itu. Selanjutnya, di film ini lebih banyak berkisah
perjuangan Juno untuk mempertahankan bayinya.
Pernah nggak
sih Juno kepikiran untuk aborsi?
Pernah. Dia
bahkan sudah pernah ke klinik aborsi bareng ayah bayi itu. Udah isi formulir
aborsi juga. Tapi abis itu nggak jadi karena tahu apa yang akan terjadi pada
saat proses aborsi ini.
Nggak jadi
aborsi, bukan berarti Juno siap membesarkan anak itu. Dia cari solusi lain yang
sekiranya lebih tidak mengerikan, yaitu ngasih anaknya untuk diadopsi orang
yang butuh anak.
Pencarian
pun dimulai. Juno akhirnya bisa nemuin orang tua angkat untuk calon anaknya.
Mereka sering ketemu untuk menjelaskan gimana perkembangan bayinya. Tanpa
disadari, seiring berjalannya waktu proses kehamilan itu, Juno mulai jatuh cinta
pada bayinya. Juno mulai ragu dengan pilihannya untuk memberikan anaknya nanti
setelah melahirkan.
Maunya sih
dibesarkan sendiri. Tapi rupanya dukungan kanan kiri nggak sebesar itu.
Saya agak
lupa juga sih endingnya gimana. Jadi diadopsi atau tidak. Kayaknya sih jadi ya.
Kayaknya lho ya... Wkwkwk...
Kontroversi Film Dua Garis Biru
Iya, film
ini sebelum tayang memang sudah menuai banyak kontroversi. Ada banyak pihak
yang tidak setuju dengan penayangan film ini. Tapi yang mendukung juga banyak.
Mungkin, karena kontroversi ini orang jadi makin penasaran dengan jalan
ceritanya. Mungkin.
"Gimana
kalau film ini ditonton sama anak-anak kita, lalu ditiru oleh mereka?"
katanya yang kontra.
"Tapi
film ini kan bagus untuk edukasi tentang konsekuensi dari seks bebas itu
apa," katanya yang pro.
Saya nggak
ngerti ya tiap adegan yang ada di film ini bagaimana. Kalau di film Juno itu
memang ada adegan buka-bukaannya, meski tidak sevulgar film barat pada umumnya.
Tapi, dari situ kita bisa tahu bagaimana proses mereka begituannya.
Di trailer
film ini memang menunjukkan adegan yang menggiring ke pacaran kebablasan ini.
Kalau dari apa yang saya tangkap, "oh, awalnya pacaran, terus main-main di
kamar si cewek berdua, terus lama-lama terjadilah hal yang tidak diinginkan."
Adegan
semacam ini yang tentu saja membuat para orang tua cemas. Bagaimana kalau
adegan semacam ini justru memicu kejadian yang tidak diinginkan?
Apalagi,
sasaran film ini bukan hanya untuk orang tua saja, tapi remaja 13 tahun pun
boleh menontonnya. Bagi orang tua, mungkin ini bisa menjadi bahan pelajaran
baru tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Apa sih yang kurang dari apa
yang selama ini sudah diberikan? Apa sih yang perlu diperbaiki? Bagaimana sih
menjaga anak agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?
Tapi, bagi
remaja? Apakah pesan semacam ini juga akan sampai pada mereka? Saya pernah
muda. Pernah banget ada di posisi ketika dilarang oleh orang tua atau guru jadi
semakin penasaran untuk mencoba.
Apakah saya
sendirian yang begini ini? Ngaku aja deh, kamu juga pernah begini kan? Makin
dilarang, makin penasaran. Makin dikasih tahu akibatnya, makin pingin
membuktikan. Bener nggak sih hasilnya semacam itu?
Iya apa iya?
Masalah Seks di Luar Nikah, Masalah Kita Semua
Lepas dari kontroversi
film Dua Garis Biru, saya justru ingin menyoroti isu yang ingin diangkat oleh
film ini, yaitu tentang seks di luar nikah. Ini adalah masalah real yang
menjadi PR kita bersama. Bukan hanya orang tua saja, tapi seluruh elemen
masyarakat dan negara mestinya punya concern yang tinggi juga terkait hal ini.
Kalau dulu,
orang tua kita ketika mau pacaran harus sembunyi-sembunyi dulu. Begitu
ketahuan, langsung disuruh nikah. Lambat laun budaya semakin bergeser. Gaya
pacaran yang sembunyi-sembunyi mulai langka ditemui. Pacaran jadi hal yang
amat sangat biasa. Pegangan tangan, jalan bareng, makan bareng, rangkulan,
bercumbu rayu, itu jadi hal yang amat sangat biasa. Bahkan, ada yang lebih jauh
lagi, yaitu seks di luar nikah.
Makin ke
sini, justru semakin edan lagi. Orang nggak butuh status pacar untuk bisa
melakukan hubungan semacam ini. Malamnya berhubungan badan, paginya seolah
tidak pernah ada apa-apa di antara mereka. Yap, kita biasa kenal ini dengan
friend with benefit. Artinya, antara keduanya cuma berteman untuk mengambil
keuntungan masing-masing. Keuntungan dalam hal ini ya soal enaena tadi.
Dulu, orang
malu ketika sudah tidak lagi perawan. Tapi semakin ke sini, rasanya jadi hal
yang tidak memalukan lagi. Bahkan, ada yang terang-terangan menyampaikan di
media sosialnya terkait dia yang sudah tidak lagi perawan. Dia jelaskan panjang
kali lebar tentang seks dengan dalih edukasi.
Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?
Ada yang
menarik dari aneka review film ini terkait latar belakang kedua tokoh utama. Dara
lahir dari keluarga yang berpendidikan, sedangkan Bima lahir dari keluarga yang
agamis. Film ini seolah bilang ke kita semua bahwa lahir dari keluarga yang
bependidikan dan agamis ini nggak menjamin terbebas dari masalah seks bebas.
Pertanyaannya,
apa iya memang begitu? Kalau dilihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat
memang amat mungkin terjadi. Ada anak selalu ranking satu, tapi di balik itu
semua, gaul bebasnya juga kenceng. Kelihatannya alim, ternyata begitu juga. Anak
dipondokin sama orang tuanya, keluar pondok ada juga yang malah rajin dugem.
Lalu,
masalahnya ada di mana?
Masalah semacam
ini sebenarnya punya akar masalah yang sama dengan tulisan saya yang lalu
tentang perselingkuhan.
Sekali lagi, ini nggak akan lepas dari pemahaman tentang batasan pergaulan antara
laki-laki dan perempuan. Bagaimana cara kita berinteraksi dengan lawan jenis,
bagaimana cara kita berpakaian saat di luar rumah, hingga bagaimana cara kita menyikapi
perasaan yang bergejolak dalam diri kita itu ada aturannya. Islam mengatur itu
semua secara sempurna. Tinggal kita mau mengambilnya atau tidak.
“Bima itu
lahir dari keluarga yang agamis lho, tapi tetep aja begitu.”
Kehidupan
beragama seseorang tidak hanya dipandang dari apakah orang itu rajin sholat
atau tidak, ngajinya kenceng atau selow aja, puasa wajib dan sunnahnya jalan
terus apa nggak, nggak cuma itu. Kehidupan beragama bagi seorang muslim
dipandang dari bagaimana kita mau mengambil dan menginstall Islam dalam seluruh
lini kehidupan kita.
Edukasi Seks, Cukupkah untuk Menyelesaikan Masalah Ini?
Edukasi seks
tidak akan pernah cukup menyelesaikan masalah ini. Masalah seks bebas tidak
akan selesai dengan bagaimana cara menggunakan alat kontrasepsi yang benar
supaya tidak terjadi kehamilan. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai
hanya dengan tahu fungsi alat reproduksi masing-masing. Masalah seks bebas juga
tidak akan selesai hanya dengan tahu dampak buruk yang disebabkan olehnya. Solusi
satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini sejatinya adalah kembali pada
aturan Islam.
Interaksi
dengan lawan jenis dalam Islam itu gimana sih? Boleh nggak sih? Oh, boleh
bercampur baur dengan lawan jenis dalam perkara muamalah, pendidikan, kesehatan,
dan peradilan. Berarti lainnya nggak boleh. Kalau gitu, untuk perkara lain,
harus lebih hati-hati lagi. Bukan supaya nggak hamil di luar nikah aja, tapi
supaya Allah ridho dengan setiap aktivitas yang kita lakukan.
Kalau berduaan
dengan lawan jenis bagaimana? Oh, dalam kondisi apapun ternyata tidak boleh
berduaan dengan orang yang bukan mahram.
Kalau suka
dengan lawan jenis bagaimana? Masa nggak boleh sih jatuh
cinta? Boleh kok, Islam tidak melarang, bahkan memfasilitasi penyaluran
naluri ini, yaitu dengan pernikahan.
Kalau belum siap menikah? Ya puasa. Menjaga diri dari kepo status gebetan dan
mantan. Flirting-flirting ke gebetan. No! Dari pada begitu itu, lebih
baik mensibukkan diri dengan memperbaiki diri. Toh ya kalau jodoh
nggak bakalan ke mana-mana.
Dari sisi
orang tua pun sama, pemahaman seamcam ini harus mulai diberikan sejak anak
mulai masuk usia pra-baligh. Dia harus paham tentang dirinya. Sex education
Islami juga harus mereka tahu. Ketika nanti anak baligh apa yang akan berubah
pada dirinya. Kalau anak perempuan menstruasi bagaimana, kalau anak laki-laki
mimpi basah bagaimana. Bergaul dengan lawan jenis seharusnya bagaimana.
Hal lain
yang juga perlu menjadi PR adalah bagaimana membangun bonding dengan
anak dari kecil, masuk usia pra-baligh, hingga baligh. Anak-anak butuh perhatian
orang tuanya dalam setiap fasa hidupnya. Jika orang tuanya alpha, maka anak
akan mencari perhatian ke tempat lain. Ngerinya, kalau anak lari ke pergaulan
bebas. Naudzubillah min dzalik.
Kesimpulan
Mau nonton
film ini atau tidak, buat saya pribadi itu kembali pada pilihan masing-masing. Mau
nonton silakan, tidak juga silakan. PR besar yang sejatinya perlu kita sadari
sebetulnya bukan tentang nonton atau tidak, tapi ancaman seks bebas ini
sendiri. Masalah ini tidak akan mampu selesai jika kita selesaikan sendiri. Orang
tua juga tidak bisa mendekap anak-anaknya terus menerus untuk melindungi mereka
dari bahaya seks bebas ini.
Tentu,
pendidikan dasar dari rumah adalah pondasi utama yang harus anak miliki. Tapi peran
masyarakat yang mau untuk saling mengingatkan dan negara yang bisa memberikan payung
hukum juga dibutuhkan untuk memberantas masalah ini.
Jadi, mari
kita rapatkan barisan untuk sama-sama melindungi generasi bangsa di masa yang akan
datang.
with love,

Jul 16, 2019
Antara Poligami dan Perselingkuhan, Emang Beda?
Ada satu
fakta menarik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita yang sering kali
menjadi badai dalam rumah tangga seseorang, yaitu hadirnya orang ketiga. Saya
nggak bilang bahwa setiap rumah tangga diuji dengan masalah ini, tapi yang
begini ini banyak.
Saya ingat
peristiwa 5 tahun yang lalu, saat saya menjadi salah satu narahubung di salah
satu kegiatan kampus. Setelah proses promosi kegiatan ke beberapa sekolah, ada
salah satu pihak dari sekolah yang menghubungi saya. Sayangnya, dia tidak
menanyakan sama sekali perihal acara tapi justru memberikan saya warning pada
salah satu narahubung lain yang namanya tercantum dalam proposal tersebut.
“Hati-hati
dengan Wati (bukan nama sebenarnya), dia perebut laki-laki orang. Setelah
menghabiskan kekayaan suami saya dan menghancurkan kehidupan keluarga kami, dia
pergi.”
Intinya
begitu. Isi pesan singkatnya tentu bukan cuma itu saja. Tapi cerita panjang
kali lebar tentang perselingkuhan suaminya dengan Wati dan bagaimana akhirnya
dia dan suami Wati memergoki keduanya di salah satu hotel di Jember. Ngeri, ya?
Kalian bisa
bayangkan shocknya saya saat itu. Baru lulus sarjana, baru dapat kerja juga,
lalu dapat kisah semacam ini. Saat itu, saya abaikan pesan singkat itu. Saya
masih mencoba untuk positive thinking dengan kondisi semacam ini. Saya tidak
tahu mana yang benar dan salah. Siapa tahu itu fitnah. Hingga suatu hari
saya melihat sendiri Wati satu mobil dengan pria paruh baya berdua saja. Lalu,
muncul rumor-rumor tentang Wati yang memang suka begitu. Kencan dengan suami
orang.
Menginjak
usia kepala 2, cerita orang ketiga ini banyak saya dengar dari berbagai pihak
dengan tokoh utama yang berbeda. Ada yang jadi “gundik”. Ada yang pacaran
diam-diam dengan teman sekantor dan justru dicie-ciein teman kantor yang lain.
Ada yang suka menjadikan kantor sebagai tempat ketemu pacar rahasia. Banyak.
Ini belum lagi drama yang ada di TV atau Youtube, belum juga dari orang-orang yang curhat di
akun Jouska.
Kok Bisa Selingkuh?
Pernah nggak
sih kalian penasaran kenapa yang begini ini bisa terjadi? Apa sih yang memicu
hadirnya orang ketiga?
Sabtu lalu,
saya menghadiri bedah buku di Balai Kota Bogor sebagai perwakilan dari Ibu
Profesional Bogor. Di sana, Bu Adriana Soekandar Ginanjar menyampaikan bahwa
salah satu faktor yang membuat perselingkuhan ini semakin marak adalah adanya
media sosial. Dari media sosial ini, kita jadi terhubung kembali dengan
teman-temam lama kita dulu. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ketemu
mantan atau orang lain yang terlihat lebih baik dari pasangan kita. Lebih kaya
mungkin, lebih tampan, atau lebih punya waktu untuk kita.
Saya setuju
dengan hal ini. Memang, media sosial ini bisa menjadi salah satu pemicu dari terjadinya
perselingkuhan. Tapi sebetulnya akar permasalahan yang sesungguhnya bukan itu.
Masalah semacam ini sebetulnya punya cabang yang sama dengan aneka bentuk
perzinahan lain, baik itu yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah maupun
belum.
Apa itu?
Pemahaman
tentang batas hubungan antara laki-laki dan perempuan. Apalagi yang muslim. Ini
ada lho aturannya. Ada batas-batasan antara yang boleh dan tidak.
Dalam Islam,
pergaulan antara laki-laki dan perempuan by default terpisah, kecuali untuk
urusan-urusan ini. Pendidikan, muamalah, kesehatan, dan peradilan. Jadi boleh
kalau lagi belajar terus forumnya campur antara laki-laki dan perempuan. Saat
muamalah juga boleh. Kesehatan, lagi sakit terus ndilalah dapat dokter
laki-laki, boleh lho ini. Saat peradilan juga demikian.
Di luar itu
bagaimana? Nonton bareng, misalnya. Ya kita cek lagi. Ini ada kaitannya dengan
pendidikan kah? Muamalah kah? Kesehatan kah? Peradilan kah? Kalau nggak ada ya
nggak boleh.
“Gue mau
nonton bareng.”
“Buat apa?”
“Ya
seneng-seneng aja.”
Nontonnya
sih boleh ya, mubah-mubah saja. Tapi campur baurnya ini yang perlu diperhatikan
lagi.
Ketika kita
paham batasan ini, sadar bahwa Allah selalu mengawasi, kita juga jadi lebih
hati-hati ketika berbincang dengan lawan jenis. Bila tidak ada keperluan yang
syar’i, pasti akan diupayakan untuk dihindari.
Contoh,
curhat dengan lawan jenis. Iya, awalnya curhat aja. Lama-lama nyaman. Lama-lama
lupa diri. Lama-lama muncul sesuatu yang tidak seharusnya ada.
Poligami dan Aneka Macam Kontroversinya
Bicara
tentang orang ketiga, sebetulnya tidak akan lepas dari pembahasan yang satu ini
juga. Poligami. Dari apa yang Bu Adriana sampaikan, ternyata ada pelaku perselingkuhan
yang ketahuan berdalih semacam ini.
“Nggak
masalah dong kalau saya suka dengan perempuan lain? Kan laki-laki punya jatah 4
orang istri.”
Hmmmmmmmmmm…
hmmmmmmmmmm… hmmmmmmmm (dibaca dengan nadanya Nisa Sabian selama 3 jam)
Fakta yang
sering Bu Adriana temui di lapangan ini jadi mengingatkan saya pada pertanyaan
mahasiswa saya dulu ketika kami membahas tentang pergaulan dalam Islam.
“Bu Lel,
saya tahu bahwa poligami itu adalah syari’at Islam. Tapi kenapa ya rasanya
poligami ini hanya digunakan untuk menghalalkan perselingkuhan saja.”
Sabtu lalu,
saya sempat bikin polling di instastory saya yang menanyakan hal serupa.
Ternyata, orang-orang yang berpendapat demikian ini juga banyak. Well, saya
nggak nyalahin orang-orang yang punya pendapat demikian. Mereka punya alasan
kenapa akhirnya punya opini semacam ini terhadap poligami.
Opini
semacam ini biasanya terbentuk karena banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam
praktik poligami itu sendiri. Salah satu contohnya, ya kasus bapak-bapak yang
udahlah selingkuh malah bilang soal jatah istri. Terekdes!
Seolah-olah poligami hanya dipakai untuk melampiaskan hasrat seksual saja tanpa melihat konsekuensi lain yang harusnya diterapkan juga dalam pernikahan poligami ini. Belum lagi monsterisasi poligami ini sendiri oleh aneka macam pihak.
Seolah-olah poligami hanya dipakai untuk melampiaskan hasrat seksual saja tanpa melihat konsekuensi lain yang harusnya diterapkan juga dalam pernikahan poligami ini. Belum lagi monsterisasi poligami ini sendiri oleh aneka macam pihak.
Penyimpangan Poligami
Well, kalau
kita bicara tentang penyimpangan poligami, dari apa yang pernah saya amati dari pelakunya, ternyata ini dimulai dari penyimpangan pernikahan
monogaminya sendiri. Jadi ya sebenernya dia ngurus satu aja nggak bener dan
berantakan banget, terus pingin nambah lagi. Alamak!
Pertama, ada
banyak orang yang memulai poligami dengan perselingkuhan. Awalnya kencan
diam-diam. Lama kelamaan, nikah diam-diam. Hmmm…
Bu Adriana
bilang begini ketika ngadepin kasus semacam ini, “poligami tidak seharusnya dimulai
dengan perselingkuhan. Mestinya, kalau mau poligami, ta’aruf dulu, jalani
cara-cara yang memang dibenarnya oleh syari’at Islam, bukan dengan selingkuh.”
I totally
agree with her. Ibaratnya, kita lagi mau nambah ibadah yang lain, ya kali
dimulai dengan maksiat. Sayang dong.
Penyimpangan
praktik poligami yang lain terjadi dari sisi pemenuhan kewajiban suami sebagai
kepala rumah tangga. Helloooo… Poligami itu bukan hanya sekedar enaena halal
ya. Ketika seorang laki-laki memilih poligami, mestinya dia juga paham bahwa
tanggung jawabnya akan menjadi naik berkali lipat. Ada istri-istri yang perlu
dididik. Ada anak-anak juga yang butuh diberi perhatian dan pendidikan. Belum
lagi soal nafkah. Ini nggak soal cuma bikin anak terus ditinggal. Nggak, nggak
begitu. Atau cuma datang ketika pingin melampiaskan hasrat seksual. Tapi
perihal mendidik lewat.
Banyak orang
mengambil poligami karena mau ikuti sunnah Rasul. Tapi mereka lupa bahwa
Rasulullah datang ke istri-istrinya nggak cuma untuk begituan aja. Semuanya
dididik lho. Kita bisa lihat kisah bagaiamana istri-istri Rasulullah sebelum
dan sesudah menikah dengan Rasulullah. Amati perubahan sikapnya, amati
bagaimana naiknya ketaqwaan mereka di sisi Allah. Jadi lucu kalau berdalih
ngikutin Rasul tapi yang diambil bagian yang menurutnya enak aja.
Apakah Poligami Sama dengan Selingkuh?
Lalu, muncul
pertanyaan semacam ini. Sebelum menjabarkan opini saya, mau nanya dulu nih. Apa
sih yang membedakan pacaran dengan menikah? Secara, kalau kita lihat
orang-orang yang pacaran hari ini tuh nggak cuma ketemu dan say hello aja. Ada
pegang-pegangan tangan, rangkul-rangkulan, bercumbu rayu, bahkan ada yang
melakukan lebih jauh lagi, yaitu sex. Well, apakah suami istri tidak melakukan
hal ini? Melakukan lah yaa..
Kalau sudah,
mari kita tengok aktivitas orang yang selingkuh dan pelaku poligami. Sama-sama
melibatkan orang ketiga, bahkan keempat, dan kelima. Tapi ada yang membedakan
semua itu. Baik antara pacaran dengan menikah, maupun selingkuh dengan
poligami itu sendiri. Ikatan yang diikat dalam perjanjian suci, mitsaqan
galizan. Ikatan yang menjadikan sesuatu yang tadinya haram menjadi halal.
Ikatan yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi hukum syara’ yang lain.
Jadi, kalau
ditanya apa poligami ini sama dengan selingkuh syar’i? Jawabannya jelas tidak.
Apalagi jika pelakunya sudah berusaha untuk berjalan dalam koridor hukum syara’
seperti apa yang Rasulullah contohkan.
Mau Nggak Dipoligami?
Bahas topik
poligami dan perselingkuhan, nggak akan lepas dari pertanyaan semacam ini.
“Emang kamu
mau diselingkuhin?”
“Emang kamu
mau dipoligami?”
Kalau soal
diselingkuhi, jawabannya sudah jelas tidak. Emang ada orang yang mau dibeginiin? Ini udah pelanggaran akut yang saya nggak bisa
tolerir sama sekali. Pengkhianatan semacam ini tuh bukan cuma ke saya, tapi
juga ke anak-anak, keluarga besar dan Allah. Berat men.
Kalau
poligami?
I don’t
know. Wkwkwkw..
Honestly,
saya nggak tahu mau jawab apa. Rasanya sulit memang berbagi suami dengan
perempuan lain. Tapi, bagaimana jika ada kondisi yang mengharuskan saya memilih
ini?
Saya pernah
sih ngobrolin ini dengan suami. Saya tanya suami saya apakah dia punya
keinginan poligami atau tidak. Jawabannya juga sebias saya. Karena ya nggak
mudah untuk mengiyakan poligami itu sendiri. Ini bukan hanya perkara nambah
istri aja, tapi ada perkara-perkara lain yang mengikutinya. Jadi ya nggak bisa
cuma sekedar pingin aja.
Lepas dari
saya mau atau nggak. Intinya sih, saya nggak bisa sepenuhnya menolak poligami
ini karena dia adalah bagian dari syariat Islam. Ketika Allah saja membolehkan
hal ini, kok ya lancing banget kalau saya mengharamkan hal ini.
Kalau kamu
gimana? Mau nggak dipoligami? Share dong opini kamu tentang ini di kolom komentar.
with love,

Jul 12, 2019
Metamorfosis Tulisan: dari Tukang Typo sampai Nulis Buku
"Layaknya ulat yang menjadi kupu-kupu, tulisan pun sama, dia hanya perlu dilatih terus menerus untuk mengubah sesuatu yang terlihat menjijikkan pada awalnya menjadi sesuatu yang indah dan dikagumi banyak orang." - Lelly Fitriana
Banyak
sekali orang yang ingin berbagi lewat tulisan tapi berdalih, "aku nggak
bisa nulis." Pada akhirnya, keinginannya terus menjadi angan semu karena
dia sendiri tidak pernah mengupayakan hal itu menjadi nyata.
Saya percaya
bahwa setiap orang-orang yang sukses punya jalan cerita bagaimana dia memulai
dan mengupayakan semuanya. Peluhnya, air matanya, tenaganya, dan semuanya yang
nggak bisa kita lihat hari ini. Kita cuma bisa lihat sosoknya yang sudah
matang, sukses, dan memetik semua jerih payah yang dia upayakan selama
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun silam.
Kita bisa
lihat J.K Rawling dengan karya legendarisnya, Harry Potter, tapi kita nggak
pernah lihat bagaimana dia mulai menulis, bagaimana dulu dia pernah ditolak
aneka penerbit, bagaimana miskinnya dia sebelum bukunya mendunia. Kita bisa
lihat Tere Liye yang banyak bukunya jadi best seller, tapi kita nggak pernah
tahu dulu dia memulai sebagai penulis semacam apa, berapa banyak tulisan yang
dia hasilkan, dan bagaimana dia hingga bisa sampai seperti sekarang.
Jadi,
semuanya pasti bisa. Termasuk, saya dan kamu. Kita mau apa? Upayakan terus,
terus, dan terus sampai bisa.
Banyak orang
yang punya mimpi ingin menulis buku, pingin jadi ini, pingin jadi itu, tapi
terlalu cepat untuk menyerah. Bahkan ada yang tidak memulai sama sekali. Ya
mana bisa?
Layaknya
tumbuhan yang bertumbuh, manusia pun demikian. Apa yang kita upayakan, selama
kita tekun melakukannya, perubahan pasti akan terjadi. Kalau dulu kita jijik
dengan karya kita, tidak puas, merasa jelek sekali bahkan tidak layak untuk
dilihat orang lain. Hari ini pasti kita bisa melihat perubahan real yang
terjadi. Coba bandingkan, meski hari ini belum sepenuhnya baik, tapi selalu ada
progress nyata, perubahan yang jauh lebih baik. Hari ini mungkin kita nggak
bisa sebut karya kita sudah secantik kupu-kupu, tapi setidaknya, dia bukan lagi
ulat yang menyebalkan. Barangkali, sekarang dia tengah menjadi kepompong yang
berproses menjadi kupu-kupu.
Demikian
juga dengan saya dan tulisan-tulisan saya. Saya berproses. Dari si tukang typo,
kemudian bisa nulis buku. Semua ada prosesnya. Dan di tulisan ini, saya akan
bercerita bagaimana segala proses itu terjadi.
Kapan Mulai Menulis?
Dari kecil,
ada 2 hal yang saya suka. Menulis dan menggambar, yang sayangnya 2 hal ini
nggak pernah dilirik oleh orang tua saya. Alih-alih didukung untuk semakin
terampil, malah diarahkan ke hal lain yang saya nggak suka sama sekali.
Jadi, kalau
ditanya kapan saya mulai menulis, jawabannya setelah saya mampu membuat kalimat
sendiri. Ya, dari SD. Percaya atau tidak, saya suka mendengarkan teman saya
bercerita, saya dengarkan ceritanya, lalu saya tuliskan kembali dalam buku
saya. Tidak banyak, paling panjang separuh halaman buku tulis kecil. Tapi
rutin.
Jangan
ditanya lagi bagaimana saya menikmati pelajaran Bahasa Indonesia dulu, terutama
ketika guru kami memberi tugas mengarang. Saya menikmatinya. Saya menikmati
cerita yang saya buat. Saya menikmati bagaimana jemari saya terus menari di
atas kertas.
Masuk SMA,
saya ikut ekstra kurikuler Pecinta Alam. Anehnya, di sini saya justru menemukan
ruang untuk menulis. Para pengurus memberi saya tugas untuk mengasuh bulletin
bulanan yang akan kami sebarkan ke sekolah sebagai media promosi. Isinya
tentang kegiatan kami dan hal-hal menarik lainnya.
Mulai Nge-blog
Akhir SMA,
buku Raditya launching dan mulai menjadi perhatian banyak anak muda saat itu.
Dari curhat di blog, bisa jadi buku yang dibaca oleh banyak orang. Siapa sih
yang nggak mau? Saya juga mau. Dari sini, lahir cita-cita baru untuk bisa
menulis buku sendiri. Meski saya tidak pernah tahu bagaimana caranya. Apa yang
saya tahu hanya menulis.
Kira-kira
tahun 2010, saya mulai membuat blog yang diisi dengan aneka opini saya. Tahun
2014, saya pindah ke platform lain, yaitu Tumblr. Nemu komunitas di sana dan
tulisan saya mulai banyak dibaca oleh banyak orang hingga akhirnya Tumblr
diblokir dan saya non-aktifkan. Tahun 2018, saya mulai lagi blog baru dengan
semangat yang baru dan nuansa yang baru. Kali ini blog bukan hanya saya pakai
untuk belajar menulis, tapi saya ingin menulis untuk banyak orang. Tulisan saya
harus bisa dibaca dan oleh banyak orang lagi.
Nulis Buku
“Aku pingin
nulis buku, Mbak, tapi aku nggak tahu gimana cara mulainya,” itulah curhatan
saya ke salah satu teman saya. Namanya Mbak Dea. Para tumbloger pasti kenal dia
siapa, Dea Mahfudz yang sering gonta-ganti nama akun, tapi sering juga
tulisannya dicari.
“Tulis aja
dulu, Lel. Aku juga pingin bikin buku dan sekarang lagi ngumpulin naskahnya.”
“Iya, ini
juga lagi ngumpulin dan belajar. Maunya sih buku pertama bisa bagus gitu.”
“Nggak bagus
juga nggak apa-apa. Manusia berproses. Buku kita juga begitu. Tulis aja dulu,
kalau udah siap, mau bagus atau nggak, terbitin aja. Biar pembaca yang menilai
dan kita belajar dari proses itu.”
Sejatinya,
saya nggak setuju dengan Mbak Dea. Hahahaha… Saya ini agak perfeksionis. Maunya
langsung bagus. Langsung cantik. Langsung cetar. Tapi nunggu begitu, karya saya
nggak kunjung release. Di akhir tahun 2017, saya abaikan idealisme saya dan
mulai menulis aneka macam proyek antologi hingga sekarang.
My Strong Why
Percaya atau
tidak, saya mulai nulis karena saya kesulitan mengungkapkan isi pikiran saya
pada orang lain. Waktu kecil saya kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Jadilah, semua uneg-uneg itu tertuang dalam tulisan. Saya ramai di atas
kertas, sedangkan secara personal saya pendiam.
Orang-orang
yang kenal saya sejak kuliah, pasti sulit mempercayai hal ini. Mana ada orang
yang sering eksis di mana-mana, hobi menyuarakan pendapatnya, dibilang pendiam?
Tapi itulah
faktanya. Itulah saya dulu. Ketika saya menjadi orang yang tak kasat mata,
sosok yang kehadirannya jarang diperhitungkan oleh orang lain. Hadir atau tidak
tak ada bedanya.
Seiring
perubahan yang terjadi dalam diri saya. Dari pendiam, jadi orang yang lumayan
sering tampil dan dicari, tujuan saya pun mulai bergeser. Saya tidak lagi
menulis untuk diri saya sendiri, tapi saya juga ingin berbagi pada lebih banyak
orang. Saya ingin tulisan-tulisan saya bisa bermanfaat tidak hanya untuk saya,
tapi juga untuk banyak orang. Bahkan, lebih baik lagi, jika apa yang saya tulis
bisa merubah paradigma seseorang.
Saya ingin
hidup dalam kehidupan yang baik, maka di sanalah saya menulis. Mengajak orang
lain bergerak melalui tulisan-tulisan saya.
Setapak Demi Setapak Menuju Kesuksesan
Dari judul
tulisan ini, sebetulnya sudah amat sangat tergambar siapa saya dulu. Bagaimana
tulisan saya dulu.
Alay? Sudah
pasti. Banyak typo. Iya banget. Alur ke mana-mana. Gue banget tuh.
Saya pernah membaca
ulang tulisan-tulisan yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu dan saya cuma
bisa ngelus dada. Apalah ini? Bikin sakit mata kali tulisan ini.
Seperti yang
sudah pernah saya sampaikan di atas, bahwa manusia berproses. Tulisan saya yang
super nggak jelas itu juga terus berproses. Dan inilah langkah demi langkah
yang dulunya saya lakukan hingga bisa sampai seperti sekarang.
1.
Terus Menulis
“Kalau kamu
mau bisa nulis ya terus aja nulis.”
Itu yang
dari dulu saya pegang kuat-kuat. Saya nggak peduli sejelek apa tulisan saya
dulu. Seacakadut apa dan sealay apa. Hal yang paling penting bagi saya adalah
terus menulis. Menuangkan segala hal dalam pikiran saya yang mungkin sulit
untuk disampaikan secara langsung lewat lisan.
Hal ini juga
yang terus saya lakukan hingga sekarang. Terus menulis. Di media mana pun.
Nggak bisa pegang laptop, nulis di HP. Nggak bisa blogging, bikin instastory.
Nggak bisa pegang gadget, nulis di kertas.
2. Gabung Komunitas Menulis
Gabung ke
komunitas menulis mempertemukan saya dengan banyak orang yang punya kecintaan
yang sama. Di sana, saya jadi belajar banyak hal. Belajar buat menjalin relasi
antar penulis, berbagi ilmu, dan menantang diri untuk keluar dari zona nyaman.
Komunitas
yang membuat tulisan saya makin banyak dibaca oleh orang lain. Komunitas yang
membuat saya punya semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
3.
Ikut Kelas Menulis
Selain ikut
dalam beberapa komunitas, saya juga ikut banyak sekali kelas menulis. Dari
kelas gratis sampai yang berbayar ratusan ribu rupiah. Saking pinginnya belajar
dan meningkatkan kualitas tulisan. Dari kelas itu saya mulai ngeh kalau kita
nulis dan ditujukan tidak untuk diri sendiri, kita juga perlu berempati dengan orang
yang baca. Editornya dan pembaca kita sendiri. Kita perlu belajar self-editing
untuk meminimalisir kesalahan.
Dulu, tiap
kali blogging, setelah nulis pasti langsung saya publish tanpa pernah mengecek
kesalahan apa saja yang sudah saya lakukan. Alhasil, ya tulisan yang bikin
sakit mata itu. Saya nggak bisa bayangin kalau tulisan semacam itu saya kirim
ke redaktur media tertentu atau bahkan penerbit. Sudah pasti akan dibuang dalam
hitungan detik.
Kenapa?
Pekerjaan editor sudah berat dengan harus mengecek banyak naskah setiap
harinya. Kesel banget pasti kalau dalam kondisi seperti itu nemu tulisan yang
alay bin banyak typo-nya.
Kelas nulis
ini yang membawa perubahan besar dalam tulisan-tulisan saya. Perubahan yang
eksponensial. Semua itu karena saya udah tobat nulis semau saya lagi. Tobat
untuk langsung publish tanpa self-editing terlebih dahulu. Bahkan, saya mulai
belajar menulis secara terstruktur dengan menggunakan outline.
4.
Tantang Diri Sendiri
Punya
komunitas dan bekal-bekal yang sudah didapatkan dari aneka kelas menulis yang
bikin saya makin PD untuk menantang diri sendiri. Kalau mau nge-blog, nggak mau
yang biasa-biasa aja. Saya mau jadi pro. Belajar SEO, percantik blog, ganti
domain, dan banyak hal lain saya lakukan. Termasuk ikutan banyak lomba blog.
Alhamdulillah, tiap kali pingin honeymoon sama suami selalu dapet hadiah
voucher tiket pesawat atau hotel untuk liburan kami.
Saya juga
mulai nulis buku. Start dari akhir tahun 2017, saya mulai nulis buku antologi. Lumayan
banyak ikutan proyek antologi dengan berbagai tema. Nggak semuanya saya suka
sejujurnya. Tapi karena ceritanya untuk belajar bikin buku, saya lakukan aja.
Alhamdulillah, sudah launching 4 buku dan semuanya launching di tahun yang
sama, tahun ini.
Tahun ini,
saya mulai meminimalisir ikutan proyek antologi. Sebagai gantinya, saya mulai
kirim outline tulisan ke penerbit. Belum tahu apakah outline itu diterima atau
tidak. Doakan ya.
Oya,
sebetulnya saya sudah pernah bikin buku sendiri. Sebelum aneka macem antologi
itu launching, saya sudah bikin buku saku yang saya bagikan sebagai souvenir
pernikahan saya. Itu juga bikinnya challenging banget alias dadakan.
Harapan ke Depan
Saya
bersyukur atas segala pencapaian yang sudah saya dapatkan hari ini. Saya tahu
bahwa tulisan saya masih jauh dari kesempurnaan. Tapi tiap kegagalan yang saya
dapatkan kemarin-kemarin, alhamdulillah selalu jadi bahan belajar baru lagi.
Harapan saya
ke depan, blog ini bisa terus berkembang supaya saya bisa berbagi ke lebih
banyak orang lagi. Buku-buku antologi saya yang lain dan masih macet di
penerbit maupun editor semoga bisa segera launching. Satu lagi, outline novel
yang kemarin saya kirim ke penerbit juga bisa lolos. Kalau itu lolos, novel itu
akan jadi buku solo pertama saya. Mohon doanya ya.
Sebuah Pesan Cinta
Teruntuk
siapa pun yang sudah baca tulisan ini, saya mau ucapkan banyak sekali terima
kasih karena udah mau meluangkan sekian menit untuk baca kisah perjalanan saya.
Teruntuk
siapa pun yang hari ini punya cita-cita yang sama dan nggak PD dengan karyanya,
don’t worry and keep writing. Berhenti mengkhawatirkan ini itu. Berhenti untuk
menuntut kesempurnaan tulisan karena kalau kita nunggu tulisan kita sempurna
dulu, dijamin nggak bakalan jadi. Siapkan diri bukan untuk hasil terbaik tapi
untuk menjalani segala proses yang sudah dipilih.
Ingat, di
balik kesuksesan seseorang ada aneka macam kisah pahit yang berhasil mereka
sembunyikan dan laluu dengan sangat apik. Ada kerja keras, ada peluh, ada aneka
macam doa yang dipinta ke langit.
Kalau mereka
bisa sukses, saya dan kamu pun pasti bisa.

Subscribe to:
Posts (Atom)
About me
Popular Posts
Latest tweet
Archive
-
▼
2019
(112)
-
▼
July
(7)
- Menggunakan Social Messenger Juga Ada Adabnya
- Sophie Paris Luncurkan Koleksi Terbaru ‘Tuk Sambut...
- Kontroversi Film Dua Garis Biru, Perlu Ditonton Ng...
- Antara Poligami dan Perselingkuhan, Emang Beda?
- Metamorfosis Tulisan: dari Tukang Typo sampai Nuli...
- Tinggal Serumah Bareng Orang Tua
- Bukan Pernikahan Cinderella
-
▼
July
(7)