Siapa yang
sudah nonton film ini angkat tangan?
Saya belum.
Nggak tahu juga apakah nanti akan nonton film ini atau tidak. Entah kenapa,
aneka ragam kontroversi yang ditimbulkan oleh film ini, justru bikin saya makin
penasaran dengan filmnya. Isinya kayak apa sih?
sumber : bioskoptoday.com |
Sinopsis Film Dua Garis Biru
Nggak perlu
nonton filmnya sih kalau pingin tahu sinopsisnya aja. Tinggal googling aja.
Nanti akan muncul aneka macam sinopsis tentang film ini.
Jadi, film
ini ceritanya tentang apa sih?
Film Dua
Garis Biru ini bercerita tentang 2 pasang remaja, Dara dan Bima, yang sedang
memadu kasih. Ceritanya sih awalnya mereka sahabatan. Lama-lama kok muncul
benih-benih asmara yang akhirnya bikin mereka jadian.
sumber : boombastis.com |
Seperti
judulnya, kita bisa sama-sama menebak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah
mereka pacaran. Yes, having sex yang berujung pada Dara hamil.
"Saya
akan bertanggung jawab."
Itu yang
dibilang Bima ke orang tuanya Dara. Dari situlah, kisah mereka betul-betul
dimulai. Keduanya dinikahkan. Bima dan Dara menjalani hidup sebagai pasangan
suami istri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan.
Bima,
sebagai suami juga upaya untuk menafkahi istri dan calon anaknya. Tapi ya semua
itu nggak mudah.
Banyak orang
yang bilang kalau mereka nggak siap untuk jadi orang tua. Ya orang tua mereka,
ya dokter, banyak lah ya. Hingga solusi adopsi pun akhirnya muncul.
Karena belum
nonton juga, ya saya nggak bisa cerita gimana ending dari kisah ini.
Juno, Film yang Serupa dengan Dua Garis Biru
Sebetulnya,
kalau kita bicara film yang mengangkat isu serupa mungkin ada banyak ya. Macem
sinetron Pernikahan Dini yang dulu banget pernah tayang di TV.
Hanya saja,
nggak tahu kenapa setelah nonton trailer film ini, saya jadi keinget film Juno
yang tayang di tahun 2007. Ini filmnya juga sudah lama sekali saya tonton.
Waktu SMA kali ya nontonnya.
sumber : wikipedia |
Sama seperti
film Dua Garis Biru, film ini juga menceritakan tentang remaja yang hamil
karena having sex itu. Selanjutnya, di film ini lebih banyak berkisah
perjuangan Juno untuk mempertahankan bayinya.
Pernah nggak
sih Juno kepikiran untuk aborsi?
Pernah. Dia
bahkan sudah pernah ke klinik aborsi bareng ayah bayi itu. Udah isi formulir
aborsi juga. Tapi abis itu nggak jadi karena tahu apa yang akan terjadi pada
saat proses aborsi ini.
Nggak jadi
aborsi, bukan berarti Juno siap membesarkan anak itu. Dia cari solusi lain yang
sekiranya lebih tidak mengerikan, yaitu ngasih anaknya untuk diadopsi orang
yang butuh anak.
Pencarian
pun dimulai. Juno akhirnya bisa nemuin orang tua angkat untuk calon anaknya.
Mereka sering ketemu untuk menjelaskan gimana perkembangan bayinya. Tanpa
disadari, seiring berjalannya waktu proses kehamilan itu, Juno mulai jatuh cinta
pada bayinya. Juno mulai ragu dengan pilihannya untuk memberikan anaknya nanti
setelah melahirkan.
Maunya sih
dibesarkan sendiri. Tapi rupanya dukungan kanan kiri nggak sebesar itu.
Saya agak
lupa juga sih endingnya gimana. Jadi diadopsi atau tidak. Kayaknya sih jadi ya.
Kayaknya lho ya... Wkwkwk...
Kontroversi Film Dua Garis Biru
Iya, film
ini sebelum tayang memang sudah menuai banyak kontroversi. Ada banyak pihak
yang tidak setuju dengan penayangan film ini. Tapi yang mendukung juga banyak.
Mungkin, karena kontroversi ini orang jadi makin penasaran dengan jalan
ceritanya. Mungkin.
"Gimana
kalau film ini ditonton sama anak-anak kita, lalu ditiru oleh mereka?"
katanya yang kontra.
"Tapi
film ini kan bagus untuk edukasi tentang konsekuensi dari seks bebas itu
apa," katanya yang pro.
Saya nggak
ngerti ya tiap adegan yang ada di film ini bagaimana. Kalau di film Juno itu
memang ada adegan buka-bukaannya, meski tidak sevulgar film barat pada umumnya.
Tapi, dari situ kita bisa tahu bagaimana proses mereka begituannya.
Di trailer
film ini memang menunjukkan adegan yang menggiring ke pacaran kebablasan ini.
Kalau dari apa yang saya tangkap, "oh, awalnya pacaran, terus main-main di
kamar si cewek berdua, terus lama-lama terjadilah hal yang tidak diinginkan."
Adegan
semacam ini yang tentu saja membuat para orang tua cemas. Bagaimana kalau
adegan semacam ini justru memicu kejadian yang tidak diinginkan?
Apalagi,
sasaran film ini bukan hanya untuk orang tua saja, tapi remaja 13 tahun pun
boleh menontonnya. Bagi orang tua, mungkin ini bisa menjadi bahan pelajaran
baru tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Apa sih yang kurang dari apa
yang selama ini sudah diberikan? Apa sih yang perlu diperbaiki? Bagaimana sih
menjaga anak agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?
Tapi, bagi
remaja? Apakah pesan semacam ini juga akan sampai pada mereka? Saya pernah
muda. Pernah banget ada di posisi ketika dilarang oleh orang tua atau guru jadi
semakin penasaran untuk mencoba.
Apakah saya
sendirian yang begini ini? Ngaku aja deh, kamu juga pernah begini kan? Makin
dilarang, makin penasaran. Makin dikasih tahu akibatnya, makin pingin
membuktikan. Bener nggak sih hasilnya semacam itu?
Iya apa iya?
Masalah Seks di Luar Nikah, Masalah Kita Semua
Lepas dari kontroversi
film Dua Garis Biru, saya justru ingin menyoroti isu yang ingin diangkat oleh
film ini, yaitu tentang seks di luar nikah. Ini adalah masalah real yang
menjadi PR kita bersama. Bukan hanya orang tua saja, tapi seluruh elemen
masyarakat dan negara mestinya punya concern yang tinggi juga terkait hal ini.
Kalau dulu,
orang tua kita ketika mau pacaran harus sembunyi-sembunyi dulu. Begitu
ketahuan, langsung disuruh nikah. Lambat laun budaya semakin bergeser. Gaya
pacaran yang sembunyi-sembunyi mulai langka ditemui. Pacaran jadi hal yang
amat sangat biasa. Pegangan tangan, jalan bareng, makan bareng, rangkulan,
bercumbu rayu, itu jadi hal yang amat sangat biasa. Bahkan, ada yang lebih jauh
lagi, yaitu seks di luar nikah.
Makin ke
sini, justru semakin edan lagi. Orang nggak butuh status pacar untuk bisa
melakukan hubungan semacam ini. Malamnya berhubungan badan, paginya seolah
tidak pernah ada apa-apa di antara mereka. Yap, kita biasa kenal ini dengan
friend with benefit. Artinya, antara keduanya cuma berteman untuk mengambil
keuntungan masing-masing. Keuntungan dalam hal ini ya soal enaena tadi.
Dulu, orang
malu ketika sudah tidak lagi perawan. Tapi semakin ke sini, rasanya jadi hal
yang tidak memalukan lagi. Bahkan, ada yang terang-terangan menyampaikan di
media sosialnya terkait dia yang sudah tidak lagi perawan. Dia jelaskan panjang
kali lebar tentang seks dengan dalih edukasi.
Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?
Ada yang
menarik dari aneka review film ini terkait latar belakang kedua tokoh utama. Dara
lahir dari keluarga yang berpendidikan, sedangkan Bima lahir dari keluarga yang
agamis. Film ini seolah bilang ke kita semua bahwa lahir dari keluarga yang
bependidikan dan agamis ini nggak menjamin terbebas dari masalah seks bebas.
Pertanyaannya,
apa iya memang begitu? Kalau dilihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat
memang amat mungkin terjadi. Ada anak selalu ranking satu, tapi di balik itu
semua, gaul bebasnya juga kenceng. Kelihatannya alim, ternyata begitu juga. Anak
dipondokin sama orang tuanya, keluar pondok ada juga yang malah rajin dugem.
Lalu,
masalahnya ada di mana?
Masalah semacam
ini sebenarnya punya akar masalah yang sama dengan tulisan saya yang lalu
tentang perselingkuhan.
Sekali lagi, ini nggak akan lepas dari pemahaman tentang batasan pergaulan antara
laki-laki dan perempuan. Bagaimana cara kita berinteraksi dengan lawan jenis,
bagaimana cara kita berpakaian saat di luar rumah, hingga bagaimana cara kita menyikapi
perasaan yang bergejolak dalam diri kita itu ada aturannya. Islam mengatur itu
semua secara sempurna. Tinggal kita mau mengambilnya atau tidak.
“Bima itu
lahir dari keluarga yang agamis lho, tapi tetep aja begitu.”
Kehidupan
beragama seseorang tidak hanya dipandang dari apakah orang itu rajin sholat
atau tidak, ngajinya kenceng atau selow aja, puasa wajib dan sunnahnya jalan
terus apa nggak, nggak cuma itu. Kehidupan beragama bagi seorang muslim
dipandang dari bagaimana kita mau mengambil dan menginstall Islam dalam seluruh
lini kehidupan kita.
Edukasi Seks, Cukupkah untuk Menyelesaikan Masalah Ini?
Edukasi seks
tidak akan pernah cukup menyelesaikan masalah ini. Masalah seks bebas tidak
akan selesai dengan bagaimana cara menggunakan alat kontrasepsi yang benar
supaya tidak terjadi kehamilan. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai
hanya dengan tahu fungsi alat reproduksi masing-masing. Masalah seks bebas juga
tidak akan selesai hanya dengan tahu dampak buruk yang disebabkan olehnya. Solusi
satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini sejatinya adalah kembali pada
aturan Islam.
Interaksi
dengan lawan jenis dalam Islam itu gimana sih? Boleh nggak sih? Oh, boleh
bercampur baur dengan lawan jenis dalam perkara muamalah, pendidikan, kesehatan,
dan peradilan. Berarti lainnya nggak boleh. Kalau gitu, untuk perkara lain,
harus lebih hati-hati lagi. Bukan supaya nggak hamil di luar nikah aja, tapi
supaya Allah ridho dengan setiap aktivitas yang kita lakukan.
Kalau berduaan
dengan lawan jenis bagaimana? Oh, dalam kondisi apapun ternyata tidak boleh
berduaan dengan orang yang bukan mahram.
Kalau suka
dengan lawan jenis bagaimana? Masa nggak boleh sih jatuh
cinta? Boleh kok, Islam tidak melarang, bahkan memfasilitasi penyaluran
naluri ini, yaitu dengan pernikahan.
Kalau belum siap menikah? Ya puasa. Menjaga diri dari kepo status gebetan dan
mantan. Flirting-flirting ke gebetan. No! Dari pada begitu itu, lebih
baik mensibukkan diri dengan memperbaiki diri. Toh ya kalau jodoh
nggak bakalan ke mana-mana.
Dari sisi
orang tua pun sama, pemahaman seamcam ini harus mulai diberikan sejak anak
mulai masuk usia pra-baligh. Dia harus paham tentang dirinya. Sex education
Islami juga harus mereka tahu. Ketika nanti anak baligh apa yang akan berubah
pada dirinya. Kalau anak perempuan menstruasi bagaimana, kalau anak laki-laki
mimpi basah bagaimana. Bergaul dengan lawan jenis seharusnya bagaimana.
Hal lain
yang juga perlu menjadi PR adalah bagaimana membangun bonding dengan
anak dari kecil, masuk usia pra-baligh, hingga baligh. Anak-anak butuh perhatian
orang tuanya dalam setiap fasa hidupnya. Jika orang tuanya alpha, maka anak
akan mencari perhatian ke tempat lain. Ngerinya, kalau anak lari ke pergaulan
bebas. Naudzubillah min dzalik.
Kesimpulan
Mau nonton
film ini atau tidak, buat saya pribadi itu kembali pada pilihan masing-masing. Mau
nonton silakan, tidak juga silakan. PR besar yang sejatinya perlu kita sadari
sebetulnya bukan tentang nonton atau tidak, tapi ancaman seks bebas ini
sendiri. Masalah ini tidak akan mampu selesai jika kita selesaikan sendiri. Orang
tua juga tidak bisa mendekap anak-anaknya terus menerus untuk melindungi mereka
dari bahaya seks bebas ini.
Tentu,
pendidikan dasar dari rumah adalah pondasi utama yang harus anak miliki. Tapi peran
masyarakat yang mau untuk saling mengingatkan dan negara yang bisa memberikan payung
hukum juga dibutuhkan untuk memberantas masalah ini.
Jadi, mari
kita rapatkan barisan untuk sama-sama melindungi generasi bangsa di masa yang akan
datang.
with love,
Aku penasaran sih sama film ini karena reviewnya bagus-bagus tapi nggak bisa nonton karena ada bayi. Mungkin nanti kalau sudah ada donlotannya bakal nonton. He. Kalau aku pribadi sih agak kesal dengan pihak yang mau mencekal film sebelum nonton filmnya. Memang sih dari sinopsis dan judulnya agak mengundang tapi siapa tahu kan isi filmnya bagus. Sebagai orang tua kita punya tugas berat dalam mendidik anak di akhir zaman ini. Heu
ReplyDeleteSaya justru pingin nonton karena kontroversinya. Hahaha...
DeleteKenapa sih film ini heboh banget? Cuma ya ntar-ntar aja. Nggak harus di bioskop juga kan nonton begini ini.
Sebenarnya aku ragu, antara pengen atau nggak nonton film dua garis biru di bioskop. Tapi, sepertinya sampai detik aku membaca dan menonton review dari aneka blog atau vlog, aku belum ada ketertarikan ke arah sana karena ya intinya sebenarnya di sini mengajari edukasi seks untuk remaja dan orang tua juga.
ReplyDeleteBegitu sih menurutku...
Cuma sebenarnya kalau dari berbagai review aku menarik kesimpulan bahwa film ini bagus dan juga layak untuk ditonton kalangan remaja dan orang tua.
Apalagi ada beberapa contoh kecil yang juga seperti mengartikan sesuatu, contohnya buah strowberry, itu seperti contoh bayi awalnya sekecil buah strowberry.
Begitu sih.
But, after all, thanks for reviewing this movie. Semoga artikel ini bisa dibaca dan dipahami orang-orang sekitar juga. Nice.
Hehehe... Makasi mbak. Ini bukan review filmnya sih, sekedar opini terkait film ini.
DeleteMakasi juga udah mampir blog ini. :)
Nggak bakal nonton!
ReplyDeleteBukan karena sok idealis sih.
Atuh mah mamak-mamak mana bisa nonton film drama di biokop wakakaka
Tapi iya ya, banyak banget kontroversial film ini, semacam memang dibuat gitu biar laris *eh.
Jadi ingat dulu beberapa film serupa juga laris gara-gara kontroversial.
Dari yang 'buruan cium gue' (kalau ga salah, ampun jadul banget)
Terus yang Nickita Willy juga tentang pernikahan dini.
Semua kontroversial dan laku keras *eh.
Terlepas dari situ juga sumpahhhh, saya deg-degan nyaris depresi mengingat anak saya 2.
Saya jadi ingat seorang aktris Hongkong pernah bersumpah nggak mau punya anak, setelah melihat dunia makin bobrok.
Dia nggak mau menyumbang anak untuk menambah bobroknya dunia.
Tapi ya gitu, balik lagi, anggap saja kita sedang berperang, mendidik anak untuk menjadi salah satu yang mendamaikan di dunia ini, memerangi kebobrokan.
meski karena itu kita kudu jungkir balik mendidik anak.
Semacam berperang antara depresi diri kita sebagai ibu dan tanggung jawab mendidik anak dengan baik
rempong ye sist bawa 2 krucil ke bioskop. mana yang satu masih baby pula. hahaha..
Deleteaku juga mikir gitu sih, emang dibuat kontroversial biar laku. trailernya dimainin begitu biar menimbulkan gejolak. waktu promo film ini aku udah mikir, "gapapa nih trailernya begini?" lepas dari yang katanya adegannya cuma di 10 menit awal lho yaaa...
dunia emang makin horor sih mbak. makanya, kita gabisa kalau cuma fight sendirian, harus mau bareng-bareng geraknya. nggak cuma anak kita yang dijagain, tapi ya semuanya juga. kalau mau saling menjaga macem apa yang terjadi pada orang dulu, lepas anak juga jadi jauh lebih tenang. ya kan?
Baca uraiannya aja, saya sempat tarik napas. Berharap anakku ga keblabasan... apapun dan bagaimanapun itu... Cinta dan patuh pada orang tua hargai... ikuti saja kemauan orang tua. Kami... hanya ingin yang terbaik buat anak-anaknya.
ReplyDeleteHamil sebelum nikah? Naudzubillah
Kayaknya nggak ada orang tua yang mau begini ya. Jangankan hamil, mendekati perbuatan semacam ini aja kita ngeri kan.
DeleteKalau saya sih NO, ngga tau kalau mas Anang, eh :D
ReplyDeleteMelihat trhillernya, saya justru khawatir dengan efek baper yg ditimbulkan. Karena proses si Dara dan Bima menuju enaena itu, divisualisasikan ( memang ) keliatannya memang ena banget.. Gimana anak-anak remaja ngga mupeng, saya aja mupeng wkwkwk..
Okelah, mungkin ini hanya pendapat mak emak baper. Tp kalau dari segi edukasi,saya rasa kemampuan remaja mencerna, oh ini salah ngga boleh dilakukan, akan kalah dominan oleh efek gejolak rasa ingin mencoba yg ditimbulkan. Ingin mencoba bukan dalam konteks langsung ke HB, tetapi mencoba ke arah sana, yaitu pacaran.
Beruntungnya, kalau kita pingin tinggal hubungi suami kan yeeee...
DeleteJadi penyalurannya jelas. Nah, kalau anak-anak remaja ini yang repot. Mau menyalurkan ke mana? Masa ke temennya?
Bisa gawat dong.
Kalau aku tipe yang gak akan nonton, karena menurutku di jaman millenial ini remaja gak cuma butuh pendidikan seks usia dini, tapi pendalaman agama justru yang lebih penting. Aqidah dan tauhidnyanya dulu di pertebal, karena jujur mbak meskipun belum punya anak, menghasilkan anak yang sholeh di jaman sekarang itu pasti sangat sulit loh, terutama lihat pergaulan anak jaman sekarang yang makin pinter tapi kebelenger. itu sih mbak, duh maaf jadi curhat
ReplyDeleteTotally agree..
DeleteEmang gabisa kalau cuma ngasih sex education aja.
Sama, aku punya kekhawatiran yang sama dengan mbak. Nanti gimana dengan anak-anak kita kalau sekarang aja tantangannya sedahsyat itu.
Menurut saya mb. Klo nonton ini anak anak yg pra remaja harus bareng ortunya. Setelah nontin mungkin bisa diskusi langsung apa saja nilai moral yg bisa diambil. Mgkn ortu harus gunakan bahasa sederhana buat hal ini. Kalau ortu tidak dampingi mereka akan banyak hal yg tersimpan yg masih tidak jelas jawabannya. Tapi betul yg mb lely bilang bonding antara anak dan ortu harus kuat.. dan mereka harus anggap ortu itu seperti sahabat juga. Jadi kita ortu lebih tau dan bisa gali apa saja yang mereka rasakan .
ReplyDeleteMenurut saya malah nggak perlu diajak nonton. Dengan pendampingan orang tua sekali pun, kita nggak bisa menjamin apakah dia jadi tidak menirukan adegan awalnya.
DeleteMbak, aku suka alur nulisnya (hehehehe). Hmm, ini adalah salah satu PR besar kita sebagai orang tua, apalagi anakku tahun ini sudah 12 tahun (memasuki usia baligh). Pendidikan akhlak harus terus diperkuat terutama setuju dengan pendapat mbak lely tentang paham adab pergaulan sesuai syariat Islam. Bismillah, semoga kita semua diberikan kesabaran dan kemudahan dalam membersamai perkembangan anak-anak kita dengan baik. aamiin
ReplyDeleteTerima kasih mbak.
DeleteAamiin.. Saya juga berharap bisa begitu mbak.
Aku nonton film ini pas di hari pertama penayangan karena emang penasaran banget. Tiap orang pasti punya sudut pandang masing-masing dalam menilai film ini. Tapi kembali lagi, kita sebagai penonton ya ambil yang baik dan buang saja yang buruk.
ReplyDeleteIya, tiap orang punya pilihan dan penilaian masing-masing. Terserah sih mau pilih yang mana. Intinya sih, apapun pilihan kita, harus mau menerima konsekuensinya.
DeleteNunggu muncul di tv aja deh, itupun kalau sempet..hihi..eh iya..memang peran utama kita sebagai orang tua adalah menanamkan prinsip agama yang benar sebagai pedoman hidupnya sehingga gak begitu saja ikut perkembangan jaman yang aduhai..makin ngerii aja tantangannya..
ReplyDeleteSemoga aja nggak sampai muncul di TV. Ngeri juga kalau ditonton sama anak-anak di bagian awal cerita doang. :(
DeleteKayaknya enggak akan nonton ini, soalnya anakku baru 3.5 tahun. Kalau mau bareng dia kudu cari yang animasi atau apalah yang dia juga cocok nontonnya.
ReplyDeleteMemang iya, zaman sekarang beda dengan dulu. Tantangan membesarkan anak lebih tinggi dibanding dulu. Peer sebagai orang tua memang sangat besar. Bagaimana menanamkan nilai-nilai keagamaan sebagai pondasi anak di masa depan.
Nonton toy story 4 aja mbak kalau masih balita. Wkwkwk..
DeleteLebih seru dan nggak bikin pusing macem nonton film ini. Hahaha
Aku sendiri belum nonton film ini. Tapi sudah baca resensinya, bahkan sampai alur per alur jadi udah tau spoiler-spoilernya, wkwk...
ReplyDeleteKalau mau nonton atau enggak, tergantung pribadi sih... kalau pro ngajarin anak tentang sex via media film, cuss aja nonton bareng anak...
Iya emang. Spoilernya ada di mana-mana. Buat yang (sok) sibuk dan nggak ada waktu buat nonton, ini lumayan banget untuk menghemat waktu dan ongkos. Hwehehehe...
DeleteAku termassuk yang kontra mba, kesel banget lihat posternya di pasang besar-besar di jalanan, satu mikirnya kok film vulgar kaya gitu bisa lulus sensor, terus gimana kalau ditiru sama anak remaja lainnya, makin hancur lah moral anak Indonesia, ketiga aku lagi nunggu dua garis biru, lah itu dapetinnya gak halal, hehhe, sewot sendiri. Semoga Film Indoneisa lebih banyak yang mendidik daripada model gini ya. Ada lagi tuh mba film horor makmum, lah jadi pada males tahajud deh.
ReplyDeleteSabar mbaaak sabar. Hahaha...
DeleteNamanya juga iklan mbak. Mereka bikin film kan tujuannya ujung-ujungnya ke duit. Jadi ya gimana caranya, segala modal harus bisa kembali lagi.
kalau menurut aku kenapa hrs dicekal secara gak aad adegan yg vulgar , tapi ada pembelajaran di i krn kecelsana , pernikahan dini resikonya besar apalagi krn kecelakaan
ReplyDeleteUntuk menghindari efek domino ketika anak remaja nonton sih mbak. Khawatir dengan sedikit adegan preambule untuk enaena itu bikin mereka juga jadi pingin niruin. Even nggak sampai ada adegan vulgar macem film Juno.
Deletesamaan, makin banyak kontroversi makin penasaran juga akutuh mbak. dan sepertinya karena kontroversi itu jadi laris ya film ini. semoga memang bisa jadi pelajaran penting buat orangtua dan anak.
ReplyDeleteIya, sepertinya emang trik marketing dari film ini.
DeleteSelain peran orang tua, pola pikir diri sendiri juga penting. Mungkin kebanyakan orang semakin dilarang semakin penasaran, tapi aku tipe orang yang memikirkan perasaan orang tua gak pernah si melakukan yang bertolak belakang. Kalau tidak boleh ya tidak. Apalagi soal sex, aku punya tema dekat yang pergaulannya bebas banget dari sex, tapi gak penasaran saat dia cerita hal tersebut. Aku selalu berpikir ''bagaimana malunya orang tua kalau aku hamil?'', pola pikir seperti itu yang membuatku tetap aman, sebeba apa pun lingkungan di sekitarku. Aku tidak membuat orang tua malu karena perbuatanku.
ReplyDeleteIya mbak. Tapi yang begitu juga nggak bisa instan. Pembentukan pola pikir juga butuh proses. Ada keterlibatan berbagai pihak. Tinggal mana yang paling dominan masuk ke otak kita.
DeleteAlhamdulillah kalau nilai-nilai dari orang tua yang masuk, kalau yang lain. Horor juga kan?
melihat fenomena pergaulan remaja sekarang ini, aku jd berpikir betapa beruntungnya aku dulu di didik militer sama ibuku...
ReplyDeleteAku juga dididik begitu sama ibuku.
DeleteBetul Mba, nonton atau tidak memang pilihan masing-masing dan biasanya semakin film itu dilarang, akan bikin orang semakin penasaran. Kalo saya sih, ga kepengin nonton karena sudah kebayang bagaimana filmnya. Zaman sekarang kita memang harus lebih selektif dalam memilih dan memilah suatu hal. Makasih sharing filmnya Mba
ReplyDeleteSama-sama mbak. Terima kasih sudah mampir ke blog saya.
DeleteBisa jadi, yang bikin pro kontra itu justru pihak yang pengen film ini meledak #eh
ReplyDeleteKarena makin kontroversial, makin bikin penasaran, termasuk sayaaaaa ��
Ya kaaaaan... Saya juga mikir gitu mbaaak. Kita sehati nih.
DeleteKalo saya sih No, mending nemenin anak lanang nonton Toy Story. Hehehehe
ReplyDeleteIni juga film yang pingin saya tonton. Film kartun yang bikin nangis ya ini nih. Hahaha
DeleteFilmnya mengundang kontroversial yang lumayan bikin war war di medsos. Terima kasih sharing-nya, saya jadi mempunyai pertimbangan lain apakah akan menonton film ini atau tidak.
ReplyDeleteSama-sama mbak. Terima kasih juga sudah mampir ke blog saya.
DeleteSepertinya saya tipe Emak yang ga akan nonton. Susyah sekarang nonton bioskop sambil diintilin 2 bocah.
ReplyDeleteJaman sekarang menanamkan aqidah dan pendidikan untuk anak sejak dini sangat diperlukan agar anak tau mana yang benar dan salah.
Semoga anak-anak kita terhindar dari godaan yang membawanya ke jalan yang salah.
Wkwkwkwk... Kalau punya bocah sih mending nonton toy story 4 atau lion king aja mbak. Lebih kids friendly. XD
DeleteSetuju mbaa edukasi seks emang menjadi satu satunya cara untuk membentengi anak dari seks bebas tapi tantangan balik ke orang tua lagi bagaimana cara mengedukasi seks yang baik
ReplyDeleteKalau cuma dikembalikan ke orang tua saja ya bakal berat banget. Ini butuh keterlibatan banyak pihak untk menjaga generasi ini dari peristiwa semacam itu.
DeleteSuka dengan ulasannya ini. Saya sendiri juga belum nonton film yang kontroversial ini baru sebatas liat trailernya saja. Dan yah terlepas dari kontroversinya, benar yang disampaikan Mbak. Masalah seks di luar nikah ini buka masalah satu dua orang tapi masalah kita bersama.
ReplyDeleteMiris sekali sih, karena pergaulan anak muda sekarang ini makin bebas. Bahkan sekalipun ia berasal dari keluarga yang agamis, ya karena iman juga tidak bisa diwariskan. Untuk itu memang perlu bekal agama & iman yang kuat.
Terima kasih mbak. :)
DeleteSy rasa baca sinopsis film dr ulasan mb sudah jekas banget ya. Sy gak akan nonton. Bener bnget yg pnting bgmn kita memberi edukasi yg baik dan benar tentang seks pd generasi sekarang. Mksh mb ulasannya.
ReplyDeleteTerima kasih kembali :)
DeleteSebenarnya masalah dampak film itu tergantung kitanya yang nonton ya mbak, mau menilai film itu spt apa karena pada dasarany nonton film kan cuma buat hiburan dan semua film pasti ada pelajaran berharga yg bisa dipetik. Aku sendiri belum liat film ini sih hahaha, sinopsisnya udah jelas dan gamblang, ngga penasaran buat nonton hehehe
ReplyDeletememang sinopsisnya udah ada di mana-mana sih. jadi, tanpa nonton sekali pun udah bisa bayangin isinya kek apa.
DeleteSudah sekian blogger yang mengulas dan mengomentari film ini. Saya setuju dengan apa yang Mbak tulis, memang pendampingan keluarga itu sangat penting agar anak tidak jatuh ke pergaulan yang salah. Terlepas dari itu, banyak film lainnya yang lebih bermanfaat dari film ini--bukan berarti saya menolak film ini ya. Cuma, mengizinkan anak pergi ke bioskop juga hal yang riskan, mending nonton film di rumah bareng keluarga jadi bisa diberikan pemahaman.
ReplyDeleteiya, karena memang bisa menimbulkan efek yang nggak bisa kita prediksi sebelumnya. itu jaug lebih horor sih dari yang lain-lain.
DeleteSepakat sekali mb...pergaulan bebas masalah kita semua. Islam sendiri sudah mengajarkan tentang seks edukasi pada saat anak memasuki usia baligh, tentang kewajiban yang harus dilakukan, termasuk memisahkan kamar anak perempuan dan laki-lali, mengatur hubungan pergaulan antara laki-laki dan perempuan juga. Kalau semua diikuti saya rasa fenomena pergaulan bebas bisa berkurang..
ReplyDeleteiya, yang notabene masih keluarga aja nggak boleh, apalagi yang bukan keluarga. jelas kan ada aturannya.
DeleteIya, mbak, barusan saya pun swsikit berdialog dengan keponakan saya yang sudah remaja,tentang film ini. Kalau menurut saya, saya ngak ngebet buat lihat film itu, eh jawaban sebaliknya malah muncul dari keponakan saya, dia malah ingin melihat karena dia merasa itu film edukasi. Ya, akhirnya kembali ke pribadi masing-masing dan mencoba membentengi dari hal-hal negatif yang di muat di dalam film tersebut. Terima kasih ya mbak... Sangat bermanfaat tulisannya
ReplyDeleteya kalau bocah oasti pingin nonton, apalagi filmnya kontroversial begitu. makin viral, makin penasaran. mereka tahu itu edukasi atau bukan juga dari aneka rupa tulisan yang mereka baca, jadi ya nggak bisa sih menyerahkan sudut pandang ke mereka. menurut saya lho yaaa...
Deletesama-sama mbak.
Prihatin juga dengan pergaulan yang makin lama makin bebas. Bahkan anak SD pun sekarang udah pada pacaran. Lah sini, umur segini masih jomblo😂
ReplyDeletePadahal jelas-jelas zina itu dilarang, tapi nggak ada yang peduli juga. Karena lingkungan sekitar, pergaulan dengan teman nonton film, hal yang dulu tabu malah jadi umum.
Berdoa saja semoga ke depannya ada perbaikan.