Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Kontroversi Film Dua Garis Biru, Perlu Ditonton Nggak Nih?

Jul 18, 2019


Siapa yang sudah nonton film ini angkat tangan?

Saya belum. Nggak tahu juga apakah nanti akan nonton film ini atau tidak. Entah kenapa, aneka ragam kontroversi yang ditimbulkan oleh film ini, justru bikin saya makin penasaran dengan filmnya. Isinya kayak apa sih?

dua garis biru
sumber : bioskoptoday.com


Sinopsis Film Dua Garis Biru

Nggak perlu nonton filmnya sih kalau pingin tahu sinopsisnya aja. Tinggal googling aja. Nanti akan muncul aneka macam sinopsis tentang film ini.

Jadi, film ini ceritanya tentang apa sih?

Film Dua Garis Biru ini bercerita tentang 2 pasang remaja, Dara dan Bima, yang sedang memadu kasih. Ceritanya sih awalnya mereka sahabatan. Lama-lama kok muncul benih-benih asmara yang akhirnya bikin mereka jadian.

dua garis biru
sumber : boombastis.com


Seperti judulnya, kita bisa sama-sama menebak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah mereka pacaran. Yes, having sex yang berujung pada Dara hamil.

"Saya akan bertanggung jawab."

Itu yang dibilang Bima ke orang tuanya Dara. Dari situlah, kisah mereka betul-betul dimulai. Keduanya dinikahkan. Bima dan Dara menjalani hidup sebagai pasangan suami istri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan.

Bima, sebagai suami juga upaya untuk menafkahi istri dan calon anaknya. Tapi ya semua itu nggak mudah.

Banyak orang yang bilang kalau mereka nggak siap untuk jadi orang tua. Ya orang tua mereka, ya dokter, banyak lah ya. Hingga solusi adopsi pun akhirnya muncul.

Karena belum nonton juga, ya saya nggak bisa cerita gimana ending dari kisah ini.



Juno, Film yang Serupa dengan Dua Garis Biru

Sebetulnya, kalau kita bicara film yang mengangkat isu serupa mungkin ada banyak ya. Macem sinetron Pernikahan Dini yang dulu banget pernah tayang di TV.

Hanya saja, nggak tahu kenapa setelah nonton trailer film ini, saya jadi keinget film Juno yang tayang di tahun 2007. Ini filmnya juga sudah lama sekali saya tonton. Waktu SMA kali ya nontonnya.

Juno
sumber : wikipedia


Sama seperti film Dua Garis Biru, film ini juga menceritakan tentang remaja yang hamil karena having sex itu. Selanjutnya, di film ini lebih banyak berkisah perjuangan Juno untuk mempertahankan bayinya.

Pernah nggak sih Juno kepikiran untuk aborsi?

Pernah. Dia bahkan sudah pernah ke klinik aborsi bareng ayah bayi itu. Udah isi formulir aborsi juga. Tapi abis itu nggak jadi karena tahu apa yang akan terjadi pada saat proses aborsi ini.

Nggak jadi aborsi, bukan berarti Juno siap membesarkan anak itu. Dia cari solusi lain yang sekiranya lebih tidak mengerikan, yaitu ngasih anaknya untuk diadopsi orang yang butuh anak.

Pencarian pun dimulai. Juno akhirnya bisa nemuin orang tua angkat untuk calon anaknya. Mereka sering ketemu untuk menjelaskan gimana perkembangan bayinya. Tanpa disadari, seiring berjalannya waktu proses kehamilan itu, Juno mulai jatuh cinta pada bayinya. Juno mulai ragu dengan pilihannya untuk memberikan anaknya nanti setelah melahirkan.

Maunya sih dibesarkan sendiri. Tapi rupanya dukungan kanan kiri nggak sebesar itu.

Saya agak lupa juga sih endingnya gimana. Jadi diadopsi atau tidak. Kayaknya sih jadi ya. Kayaknya lho ya... Wkwkwk...


Kontroversi Film Dua Garis Biru



Iya, film ini sebelum tayang memang sudah menuai banyak kontroversi. Ada banyak pihak yang tidak setuju dengan penayangan film ini. Tapi yang mendukung juga banyak. Mungkin, karena kontroversi ini orang jadi makin penasaran dengan jalan ceritanya. Mungkin.

"Gimana kalau film ini ditonton sama anak-anak kita, lalu ditiru oleh mereka?" katanya yang kontra.

"Tapi film ini kan bagus untuk edukasi tentang konsekuensi dari seks bebas itu apa," katanya yang pro.

Saya nggak ngerti ya tiap adegan yang ada di film ini bagaimana. Kalau di film Juno itu memang ada adegan buka-bukaannya, meski tidak sevulgar film barat pada umumnya. Tapi, dari situ kita bisa tahu bagaimana proses mereka begituannya.

Di trailer film ini memang menunjukkan adegan yang menggiring ke pacaran kebablasan ini. Kalau dari apa yang saya tangkap, "oh, awalnya pacaran, terus main-main di kamar si cewek berdua, terus lama-lama terjadilah hal yang tidak diinginkan."

Adegan semacam ini yang tentu saja membuat para orang tua cemas. Bagaimana kalau adegan semacam ini justru memicu kejadian yang tidak diinginkan?

Apalagi, sasaran film ini bukan hanya untuk orang tua saja, tapi remaja 13 tahun pun boleh menontonnya. Bagi orang tua, mungkin ini bisa menjadi bahan pelajaran baru tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Apa sih yang kurang dari apa yang selama ini sudah diberikan? Apa sih yang perlu diperbaiki? Bagaimana sih menjaga anak agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?

Tapi, bagi remaja? Apakah pesan semacam ini juga akan sampai pada mereka? Saya pernah muda. Pernah banget ada di posisi ketika dilarang oleh orang tua atau guru jadi semakin penasaran untuk mencoba.

Apakah saya sendirian yang begini ini? Ngaku aja deh, kamu juga pernah begini kan? Makin dilarang, makin penasaran. Makin dikasih tahu akibatnya, makin pingin membuktikan. Bener nggak sih hasilnya semacam itu?

Iya apa iya?


Masalah Seks di Luar Nikah, Masalah Kita Semua



Lepas dari kontroversi film Dua Garis Biru, saya justru ingin menyoroti isu yang ingin diangkat oleh film ini, yaitu tentang seks di luar nikah. Ini adalah masalah real yang menjadi PR kita bersama. Bukan hanya orang tua saja, tapi seluruh elemen masyarakat dan negara mestinya punya concern yang tinggi juga terkait hal ini.

Kalau dulu, orang tua kita ketika mau pacaran harus sembunyi-sembunyi dulu. Begitu ketahuan, langsung disuruh nikah. Lambat laun budaya semakin bergeser. Gaya pacaran yang sembunyi-sembunyi mulai langka ditemui. Pacaran jadi hal yang amat sangat biasa. Pegangan tangan, jalan bareng, makan bareng, rangkulan, bercumbu rayu, itu jadi hal yang amat sangat biasa. Bahkan, ada yang lebih jauh lagi, yaitu seks di luar nikah.

Makin ke sini, justru semakin edan lagi. Orang nggak butuh status pacar untuk bisa melakukan hubungan semacam ini. Malamnya berhubungan badan, paginya seolah tidak pernah ada apa-apa di antara mereka. Yap, kita biasa kenal ini dengan friend with benefit. Artinya, antara keduanya cuma berteman untuk mengambil keuntungan masing-masing. Keuntungan dalam hal ini ya soal enaena tadi.

Dulu, orang malu ketika sudah tidak lagi perawan. Tapi semakin ke sini, rasanya jadi hal yang tidak memalukan lagi. Bahkan, ada yang terang-terangan menyampaikan di media sosialnya terkait dia yang sudah tidak lagi perawan. Dia jelaskan panjang kali lebar tentang seks dengan dalih edukasi.



Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?



Ada yang menarik dari aneka review film ini terkait latar belakang kedua tokoh utama. Dara lahir dari keluarga yang berpendidikan, sedangkan Bima lahir dari keluarga yang agamis. Film ini seolah bilang ke kita semua bahwa lahir dari keluarga yang bependidikan dan agamis ini nggak menjamin terbebas dari masalah seks bebas.

Pertanyaannya, apa iya memang begitu? Kalau dilihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat memang amat mungkin terjadi. Ada anak selalu ranking satu, tapi di balik itu semua, gaul bebasnya juga kenceng. Kelihatannya alim, ternyata begitu juga. Anak dipondokin sama orang tuanya, keluar pondok ada juga yang malah rajin dugem.

Lalu, masalahnya ada di mana?

Masalah semacam ini sebenarnya punya akar masalah yang sama dengan tulisan saya yang lalu tentang perselingkuhan. Sekali lagi, ini nggak akan lepas dari pemahaman tentang batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Bagaimana cara kita berinteraksi dengan lawan jenis, bagaimana cara kita berpakaian saat di luar rumah, hingga bagaimana cara kita menyikapi perasaan yang bergejolak dalam diri kita itu ada aturannya. Islam mengatur itu semua secara sempurna. Tinggal kita mau mengambilnya atau tidak.

“Bima itu lahir dari keluarga yang agamis lho, tapi tetep aja begitu.”

Kehidupan beragama seseorang tidak hanya dipandang dari apakah orang itu rajin sholat atau tidak, ngajinya kenceng atau selow aja, puasa wajib dan sunnahnya jalan terus apa nggak, nggak cuma itu. Kehidupan beragama bagi seorang muslim dipandang dari bagaimana kita mau mengambil dan menginstall Islam dalam seluruh lini kehidupan kita.

Edukasi Seks, Cukupkah untuk Menyelesaikan Masalah Ini?



Edukasi seks tidak akan pernah cukup menyelesaikan masalah ini. Masalah seks bebas tidak akan selesai dengan bagaimana cara menggunakan alat kontrasepsi yang benar supaya tidak terjadi kehamilan. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai hanya dengan tahu fungsi alat reproduksi masing-masing. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai hanya dengan tahu dampak buruk yang disebabkan olehnya. Solusi satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini sejatinya adalah kembali pada aturan Islam.

Interaksi dengan lawan jenis dalam Islam itu gimana sih? Boleh nggak sih? Oh, boleh bercampur baur dengan lawan jenis dalam perkara muamalah, pendidikan, kesehatan, dan peradilan. Berarti lainnya nggak boleh. Kalau gitu, untuk perkara lain, harus lebih hati-hati lagi. Bukan supaya nggak hamil di luar nikah aja, tapi supaya Allah ridho dengan setiap aktivitas yang kita lakukan.

Kalau berduaan dengan lawan jenis bagaimana? Oh, dalam kondisi apapun ternyata tidak boleh berduaan dengan orang yang bukan mahram.

Kalau suka dengan lawan jenis bagaimana? Masa nggak boleh sih jatuh cinta? Boleh kok, Islam tidak melarang, bahkan memfasilitasi penyaluran naluri ini, yaitu dengan pernikahan. Kalau belum siap menikah? Ya puasa. Menjaga diri dari kepo status gebetan dan mantan. Flirting-flirting ke gebetan. No! Dari pada begitu itu, lebih baik mensibukkan diri dengan memperbaiki diri. Toh ya kalau jodoh nggak bakalan ke mana-mana.

Dari sisi orang tua pun sama, pemahaman seamcam ini harus mulai diberikan sejak anak mulai masuk usia pra-baligh. Dia harus paham tentang dirinya. Sex education Islami juga harus mereka tahu. Ketika nanti anak baligh apa yang akan berubah pada dirinya. Kalau anak perempuan menstruasi bagaimana, kalau anak laki-laki mimpi basah bagaimana. Bergaul dengan lawan jenis seharusnya bagaimana.

Hal lain yang juga perlu menjadi PR adalah bagaimana membangun bonding dengan anak dari kecil, masuk usia pra-baligh, hingga baligh. Anak-anak butuh perhatian orang tuanya dalam setiap fasa hidupnya. Jika orang tuanya alpha, maka anak akan mencari perhatian ke tempat lain. Ngerinya, kalau anak lari ke pergaulan bebas. Naudzubillah min dzalik.

Kesimpulan

Mau nonton film ini atau tidak, buat saya pribadi itu kembali pada pilihan masing-masing. Mau nonton silakan, tidak juga silakan. PR besar yang sejatinya perlu kita sadari sebetulnya bukan tentang nonton atau tidak, tapi ancaman seks bebas ini sendiri. Masalah ini tidak akan mampu selesai jika kita selesaikan sendiri. Orang tua juga tidak bisa mendekap anak-anaknya terus menerus untuk melindungi mereka dari bahaya seks bebas ini.

Tentu, pendidikan dasar dari rumah adalah pondasi utama yang harus anak miliki. Tapi peran masyarakat yang mau untuk saling mengingatkan dan negara yang bisa memberikan payung hukum juga dibutuhkan untuk memberantas masalah ini.

Jadi, mari kita rapatkan barisan untuk sama-sama melindungi generasi bangsa di masa yang akan datang.


with love,


Comments

  1. Aku penasaran sih sama film ini karena reviewnya bagus-bagus tapi nggak bisa nonton karena ada bayi. Mungkin nanti kalau sudah ada donlotannya bakal nonton. He. Kalau aku pribadi sih agak kesal dengan pihak yang mau mencekal film sebelum nonton filmnya. Memang sih dari sinopsis dan judulnya agak mengundang tapi siapa tahu kan isi filmnya bagus. Sebagai orang tua kita punya tugas berat dalam mendidik anak di akhir zaman ini. Heu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya justru pingin nonton karena kontroversinya. Hahaha...

      Kenapa sih film ini heboh banget? Cuma ya ntar-ntar aja. Nggak harus di bioskop juga kan nonton begini ini.

      Delete
  2. Sebenarnya aku ragu, antara pengen atau nggak nonton film dua garis biru di bioskop. Tapi, sepertinya sampai detik aku membaca dan menonton review dari aneka blog atau vlog, aku belum ada ketertarikan ke arah sana karena ya intinya sebenarnya di sini mengajari edukasi seks untuk remaja dan orang tua juga.
    Begitu sih menurutku...
    Cuma sebenarnya kalau dari berbagai review aku menarik kesimpulan bahwa film ini bagus dan juga layak untuk ditonton kalangan remaja dan orang tua.
    Apalagi ada beberapa contoh kecil yang juga seperti mengartikan sesuatu, contohnya buah strowberry, itu seperti contoh bayi awalnya sekecil buah strowberry.
    Begitu sih.

    But, after all, thanks for reviewing this movie. Semoga artikel ini bisa dibaca dan dipahami orang-orang sekitar juga. Nice.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe... Makasi mbak. Ini bukan review filmnya sih, sekedar opini terkait film ini.

      Makasi juga udah mampir blog ini. :)

      Delete
  3. Nggak bakal nonton!

    Bukan karena sok idealis sih.
    Atuh mah mamak-mamak mana bisa nonton film drama di biokop wakakaka

    Tapi iya ya, banyak banget kontroversial film ini, semacam memang dibuat gitu biar laris *eh.

    Jadi ingat dulu beberapa film serupa juga laris gara-gara kontroversial.

    Dari yang 'buruan cium gue' (kalau ga salah, ampun jadul banget)
    Terus yang Nickita Willy juga tentang pernikahan dini.
    Semua kontroversial dan laku keras *eh.

    Terlepas dari situ juga sumpahhhh, saya deg-degan nyaris depresi mengingat anak saya 2.

    Saya jadi ingat seorang aktris Hongkong pernah bersumpah nggak mau punya anak, setelah melihat dunia makin bobrok.

    Dia nggak mau menyumbang anak untuk menambah bobroknya dunia.

    Tapi ya gitu, balik lagi, anggap saja kita sedang berperang, mendidik anak untuk menjadi salah satu yang mendamaikan di dunia ini, memerangi kebobrokan.

    meski karena itu kita kudu jungkir balik mendidik anak.
    Semacam berperang antara depresi diri kita sebagai ibu dan tanggung jawab mendidik anak dengan baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. rempong ye sist bawa 2 krucil ke bioskop. mana yang satu masih baby pula. hahaha..

      aku juga mikir gitu sih, emang dibuat kontroversial biar laku. trailernya dimainin begitu biar menimbulkan gejolak. waktu promo film ini aku udah mikir, "gapapa nih trailernya begini?" lepas dari yang katanya adegannya cuma di 10 menit awal lho yaaa...

      dunia emang makin horor sih mbak. makanya, kita gabisa kalau cuma fight sendirian, harus mau bareng-bareng geraknya. nggak cuma anak kita yang dijagain, tapi ya semuanya juga. kalau mau saling menjaga macem apa yang terjadi pada orang dulu, lepas anak juga jadi jauh lebih tenang. ya kan?

      Delete
  4. Baca uraiannya aja, saya sempat tarik napas. Berharap anakku ga keblabasan... apapun dan bagaimanapun itu... Cinta dan patuh pada orang tua hargai... ikuti saja kemauan orang tua. Kami... hanya ingin yang terbaik buat anak-anaknya.

    Hamil sebelum nikah? Naudzubillah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kayaknya nggak ada orang tua yang mau begini ya. Jangankan hamil, mendekati perbuatan semacam ini aja kita ngeri kan.

      Delete
  5. Kalau saya sih NO, ngga tau kalau mas Anang, eh :D

    Melihat trhillernya, saya justru khawatir dengan efek baper yg ditimbulkan. Karena proses si Dara dan Bima menuju enaena itu, divisualisasikan ( memang ) keliatannya memang ena banget.. Gimana anak-anak remaja ngga mupeng, saya aja mupeng wkwkwk..

    Okelah, mungkin ini hanya pendapat mak emak baper. Tp kalau dari segi edukasi,saya rasa kemampuan remaja mencerna, oh ini salah ngga boleh dilakukan, akan kalah dominan oleh efek gejolak rasa ingin mencoba yg ditimbulkan. Ingin mencoba bukan dalam konteks langsung ke HB, tetapi mencoba ke arah sana, yaitu pacaran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beruntungnya, kalau kita pingin tinggal hubungi suami kan yeeee...
      Jadi penyalurannya jelas. Nah, kalau anak-anak remaja ini yang repot. Mau menyalurkan ke mana? Masa ke temennya?

      Bisa gawat dong.

      Delete
  6. Kalau aku tipe yang gak akan nonton, karena menurutku di jaman millenial ini remaja gak cuma butuh pendidikan seks usia dini, tapi pendalaman agama justru yang lebih penting. Aqidah dan tauhidnyanya dulu di pertebal, karena jujur mbak meskipun belum punya anak, menghasilkan anak yang sholeh di jaman sekarang itu pasti sangat sulit loh, terutama lihat pergaulan anak jaman sekarang yang makin pinter tapi kebelenger. itu sih mbak, duh maaf jadi curhat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Totally agree..
      Emang gabisa kalau cuma ngasih sex education aja.

      Sama, aku punya kekhawatiran yang sama dengan mbak. Nanti gimana dengan anak-anak kita kalau sekarang aja tantangannya sedahsyat itu.

      Delete
  7. Menurut saya mb. Klo nonton ini anak anak yg pra remaja harus bareng ortunya. Setelah nontin mungkin bisa diskusi langsung apa saja nilai moral yg bisa diambil. Mgkn ortu harus gunakan bahasa sederhana buat hal ini. Kalau ortu tidak dampingi mereka akan banyak hal yg tersimpan yg masih tidak jelas jawabannya. Tapi betul yg mb lely bilang bonding antara anak dan ortu harus kuat.. dan mereka harus anggap ortu itu seperti sahabat juga. Jadi kita ortu lebih tau dan bisa gali apa saja yang mereka rasakan .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya malah nggak perlu diajak nonton. Dengan pendampingan orang tua sekali pun, kita nggak bisa menjamin apakah dia jadi tidak menirukan adegan awalnya.

      Delete
  8. Mbak, aku suka alur nulisnya (hehehehe). Hmm, ini adalah salah satu PR besar kita sebagai orang tua, apalagi anakku tahun ini sudah 12 tahun (memasuki usia baligh). Pendidikan akhlak harus terus diperkuat terutama setuju dengan pendapat mbak lely tentang paham adab pergaulan sesuai syariat Islam. Bismillah, semoga kita semua diberikan kesabaran dan kemudahan dalam membersamai perkembangan anak-anak kita dengan baik. aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak.

      Aamiin.. Saya juga berharap bisa begitu mbak.

      Delete
  9. Aku nonton film ini pas di hari pertama penayangan karena emang penasaran banget. Tiap orang pasti punya sudut pandang masing-masing dalam menilai film ini. Tapi kembali lagi, kita sebagai penonton ya ambil yang baik dan buang saja yang buruk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, tiap orang punya pilihan dan penilaian masing-masing. Terserah sih mau pilih yang mana. Intinya sih, apapun pilihan kita, harus mau menerima konsekuensinya.

      Delete
  10. Nunggu muncul di tv aja deh, itupun kalau sempet..hihi..eh iya..memang peran utama kita sebagai orang tua adalah menanamkan prinsip agama yang benar sebagai pedoman hidupnya sehingga gak begitu saja ikut perkembangan jaman yang aduhai..makin ngerii aja tantangannya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga aja nggak sampai muncul di TV. Ngeri juga kalau ditonton sama anak-anak di bagian awal cerita doang. :(

      Delete
  11. Kayaknya enggak akan nonton ini, soalnya anakku baru 3.5 tahun. Kalau mau bareng dia kudu cari yang animasi atau apalah yang dia juga cocok nontonnya.

    Memang iya, zaman sekarang beda dengan dulu. Tantangan membesarkan anak lebih tinggi dibanding dulu. Peer sebagai orang tua memang sangat besar. Bagaimana menanamkan nilai-nilai keagamaan sebagai pondasi anak di masa depan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nonton toy story 4 aja mbak kalau masih balita. Wkwkwk..

      Lebih seru dan nggak bikin pusing macem nonton film ini. Hahaha

      Delete
  12. Aku sendiri belum nonton film ini. Tapi sudah baca resensinya, bahkan sampai alur per alur jadi udah tau spoiler-spoilernya, wkwk...
    Kalau mau nonton atau enggak, tergantung pribadi sih... kalau pro ngajarin anak tentang sex via media film, cuss aja nonton bareng anak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya emang. Spoilernya ada di mana-mana. Buat yang (sok) sibuk dan nggak ada waktu buat nonton, ini lumayan banget untuk menghemat waktu dan ongkos. Hwehehehe...

      Delete
  13. Aku termassuk yang kontra mba, kesel banget lihat posternya di pasang besar-besar di jalanan, satu mikirnya kok film vulgar kaya gitu bisa lulus sensor, terus gimana kalau ditiru sama anak remaja lainnya, makin hancur lah moral anak Indonesia, ketiga aku lagi nunggu dua garis biru, lah itu dapetinnya gak halal, hehhe, sewot sendiri. Semoga Film Indoneisa lebih banyak yang mendidik daripada model gini ya. Ada lagi tuh mba film horor makmum, lah jadi pada males tahajud deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sabar mbaaak sabar. Hahaha...

      Namanya juga iklan mbak. Mereka bikin film kan tujuannya ujung-ujungnya ke duit. Jadi ya gimana caranya, segala modal harus bisa kembali lagi.

      Delete
  14. kalau menurut aku kenapa hrs dicekal secara gak aad adegan yg vulgar , tapi ada pembelajaran di i krn kecelsana , pernikahan dini resikonya besar apalagi krn kecelakaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk menghindari efek domino ketika anak remaja nonton sih mbak. Khawatir dengan sedikit adegan preambule untuk enaena itu bikin mereka juga jadi pingin niruin. Even nggak sampai ada adegan vulgar macem film Juno.

      Delete
  15. samaan, makin banyak kontroversi makin penasaran juga akutuh mbak. dan sepertinya karena kontroversi itu jadi laris ya film ini. semoga memang bisa jadi pelajaran penting buat orangtua dan anak.

    ReplyDelete
  16. Selain peran orang tua, pola pikir diri sendiri juga penting. Mungkin kebanyakan orang semakin dilarang semakin penasaran, tapi aku tipe orang yang memikirkan perasaan orang tua gak pernah si melakukan yang bertolak belakang. Kalau tidak boleh ya tidak. Apalagi soal sex, aku punya tema dekat yang pergaulannya bebas banget dari sex, tapi gak penasaran saat dia cerita hal tersebut. Aku selalu berpikir ''bagaimana malunya orang tua kalau aku hamil?'', pola pikir seperti itu yang membuatku tetap aman, sebeba apa pun lingkungan di sekitarku. Aku tidak membuat orang tua malu karena perbuatanku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak. Tapi yang begitu juga nggak bisa instan. Pembentukan pola pikir juga butuh proses. Ada keterlibatan berbagai pihak. Tinggal mana yang paling dominan masuk ke otak kita.

      Alhamdulillah kalau nilai-nilai dari orang tua yang masuk, kalau yang lain. Horor juga kan?

      Delete
  17. melihat fenomena pergaulan remaja sekarang ini, aku jd berpikir betapa beruntungnya aku dulu di didik militer sama ibuku...

    ReplyDelete
  18. Betul Mba, nonton atau tidak memang pilihan masing-masing dan biasanya semakin film itu dilarang, akan bikin orang semakin penasaran. Kalo saya sih, ga kepengin nonton karena sudah kebayang bagaimana filmnya. Zaman sekarang kita memang harus lebih selektif dalam memilih dan memilah suatu hal. Makasih sharing filmnya Mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mbak. Terima kasih sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  19. Bisa jadi, yang bikin pro kontra itu justru pihak yang pengen film ini meledak #eh

    Karena makin kontroversial, makin bikin penasaran, termasuk sayaaaaa ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya kaaaaan... Saya juga mikir gitu mbaaak. Kita sehati nih.

      Delete
  20. Kalo saya sih No, mending nemenin anak lanang nonton Toy Story. Hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini juga film yang pingin saya tonton. Film kartun yang bikin nangis ya ini nih. Hahaha

      Delete
  21. Filmnya mengundang kontroversial yang lumayan bikin war war di medsos. Terima kasih sharing-nya, saya jadi mempunyai pertimbangan lain apakah akan menonton film ini atau tidak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mbak. Terima kasih juga sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  22. Sepertinya saya tipe Emak yang ga akan nonton. Susyah sekarang nonton bioskop sambil diintilin 2 bocah.

    Jaman sekarang menanamkan aqidah dan pendidikan untuk anak sejak dini sangat diperlukan agar anak tau mana yang benar dan salah.
    Semoga anak-anak kita terhindar dari godaan yang membawanya ke jalan yang salah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwkwk... Kalau punya bocah sih mending nonton toy story 4 atau lion king aja mbak. Lebih kids friendly. XD

      Delete
  23. Setuju mbaa edukasi seks emang menjadi satu satunya cara untuk membentengi anak dari seks bebas tapi tantangan balik ke orang tua lagi bagaimana cara mengedukasi seks yang baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau cuma dikembalikan ke orang tua saja ya bakal berat banget. Ini butuh keterlibatan banyak pihak untk menjaga generasi ini dari peristiwa semacam itu.

      Delete
  24. Suka dengan ulasannya ini. Saya sendiri juga belum nonton film yang kontroversial ini baru sebatas liat trailernya saja. Dan yah terlepas dari kontroversinya, benar yang disampaikan Mbak. Masalah seks di luar nikah ini buka masalah satu dua orang tapi masalah kita bersama.

    Miris sekali sih, karena pergaulan anak muda sekarang ini makin bebas. Bahkan sekalipun ia berasal dari keluarga yang agamis, ya karena iman juga tidak bisa diwariskan. Untuk itu memang perlu bekal agama & iman yang kuat.

    ReplyDelete
  25. Sy rasa baca sinopsis film dr ulasan mb sudah jekas banget ya. Sy gak akan nonton. Bener bnget yg pnting bgmn kita memberi edukasi yg baik dan benar tentang seks pd generasi sekarang. Mksh mb ulasannya.

    ReplyDelete
  26. Sebenarnya masalah dampak film itu tergantung kitanya yang nonton ya mbak, mau menilai film itu spt apa karena pada dasarany nonton film kan cuma buat hiburan dan semua film pasti ada pelajaran berharga yg bisa dipetik. Aku sendiri belum liat film ini sih hahaha, sinopsisnya udah jelas dan gamblang, ngga penasaran buat nonton hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. memang sinopsisnya udah ada di mana-mana sih. jadi, tanpa nonton sekali pun udah bisa bayangin isinya kek apa.

      Delete
  27. Sudah sekian blogger yang mengulas dan mengomentari film ini. Saya setuju dengan apa yang Mbak tulis, memang pendampingan keluarga itu sangat penting agar anak tidak jatuh ke pergaulan yang salah. Terlepas dari itu, banyak film lainnya yang lebih bermanfaat dari film ini--bukan berarti saya menolak film ini ya. Cuma, mengizinkan anak pergi ke bioskop juga hal yang riskan, mending nonton film di rumah bareng keluarga jadi bisa diberikan pemahaman.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, karena memang bisa menimbulkan efek yang nggak bisa kita prediksi sebelumnya. itu jaug lebih horor sih dari yang lain-lain.

      Delete
  28. Sepakat sekali mb...pergaulan bebas masalah kita semua. Islam sendiri sudah mengajarkan tentang seks edukasi pada saat anak memasuki usia baligh, tentang kewajiban yang harus dilakukan, termasuk memisahkan kamar anak perempuan dan laki-lali, mengatur hubungan pergaulan antara laki-laki dan perempuan juga. Kalau semua diikuti saya rasa fenomena pergaulan bebas bisa berkurang..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, yang notabene masih keluarga aja nggak boleh, apalagi yang bukan keluarga. jelas kan ada aturannya.

      Delete
  29. Iya, mbak, barusan saya pun swsikit berdialog dengan keponakan saya yang sudah remaja,tentang film ini. Kalau menurut saya, saya ngak ngebet buat lihat film itu, eh jawaban sebaliknya malah muncul dari keponakan saya, dia malah ingin melihat karena dia merasa itu film edukasi. Ya, akhirnya kembali ke pribadi masing-masing dan mencoba membentengi dari hal-hal negatif yang di muat di dalam film tersebut. Terima kasih ya mbak... Sangat bermanfaat tulisannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya kalau bocah oasti pingin nonton, apalagi filmnya kontroversial begitu. makin viral, makin penasaran. mereka tahu itu edukasi atau bukan juga dari aneka rupa tulisan yang mereka baca, jadi ya nggak bisa sih menyerahkan sudut pandang ke mereka. menurut saya lho yaaa...

      sama-sama mbak.

      Delete
  30. Prihatin juga dengan pergaulan yang makin lama makin bebas. Bahkan anak SD pun sekarang udah pada pacaran. Lah sini, umur segini masih jomblo😂

    Padahal jelas-jelas zina itu dilarang, tapi nggak ada yang peduli juga. Karena lingkungan sekitar, pergaulan dengan teman nonton film, hal yang dulu tabu malah jadi umum.

    Berdoa saja semoga ke depannya ada perbaikan.

    ReplyDelete