Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Metamorfosis Tulisan: dari Tukang Typo sampai Nulis Buku

Jul 12, 2019

"Layaknya ulat yang menjadi kupu-kupu, tulisan pun sama, dia hanya perlu dilatih terus menerus untuk mengubah sesuatu yang terlihat menjijikkan pada awalnya menjadi sesuatu yang indah dan dikagumi banyak orang." - Lelly Fitriana


metamorphosis

Banyak sekali orang yang ingin berbagi lewat tulisan tapi berdalih, "aku nggak bisa nulis." Pada akhirnya, keinginannya terus menjadi angan semu karena dia sendiri tidak pernah mengupayakan hal itu menjadi nyata.

Saya percaya bahwa setiap orang-orang yang sukses punya jalan cerita bagaimana dia memulai dan mengupayakan semuanya. Peluhnya, air matanya, tenaganya, dan semuanya yang nggak bisa kita lihat hari ini. Kita cuma bisa lihat sosoknya yang sudah matang, sukses, dan memetik semua jerih payah yang dia upayakan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun silam.

Kita bisa lihat J.K Rawling dengan karya legendarisnya, Harry Potter, tapi kita nggak pernah lihat bagaimana dia mulai menulis, bagaimana dulu dia pernah ditolak aneka penerbit, bagaimana miskinnya dia sebelum bukunya mendunia. Kita bisa lihat Tere Liye yang banyak bukunya jadi best seller, tapi kita nggak pernah tahu dulu dia memulai sebagai penulis semacam apa, berapa banyak tulisan yang dia hasilkan, dan bagaimana dia hingga bisa sampai seperti sekarang.

Jadi, semuanya pasti bisa. Termasuk, saya dan kamu. Kita mau apa? Upayakan terus, terus, dan terus sampai bisa.

Banyak orang yang punya mimpi ingin menulis buku, pingin jadi ini, pingin jadi itu, tapi terlalu cepat untuk menyerah. Bahkan ada yang tidak memulai sama sekali. Ya mana bisa?

stiker muslimah


Layaknya tumbuhan yang bertumbuh, manusia pun demikian. Apa yang kita upayakan, selama kita tekun melakukannya, perubahan pasti akan terjadi. Kalau dulu kita jijik dengan karya kita, tidak puas, merasa jelek sekali bahkan tidak layak untuk dilihat orang lain. Hari ini pasti kita bisa melihat perubahan real yang terjadi. Coba bandingkan, meski hari ini belum sepenuhnya baik, tapi selalu ada progress nyata, perubahan yang jauh lebih baik. Hari ini mungkin kita nggak bisa sebut karya kita sudah secantik kupu-kupu, tapi setidaknya, dia bukan lagi ulat yang menyebalkan. Barangkali, sekarang dia tengah menjadi kepompong yang berproses menjadi kupu-kupu.

Demikian juga dengan saya dan tulisan-tulisan saya. Saya berproses. Dari si tukang typo, kemudian bisa nulis buku. Semua ada prosesnya. Dan di tulisan ini, saya akan bercerita bagaimana segala proses itu terjadi.

Kapan Mulai Menulis?

nulis


Dari kecil, ada 2 hal yang saya suka. Menulis dan menggambar, yang sayangnya 2 hal ini nggak pernah dilirik oleh orang tua saya. Alih-alih didukung untuk semakin terampil, malah diarahkan ke hal lain yang saya nggak suka sama sekali.

Jadi, kalau ditanya kapan saya mulai menulis, jawabannya setelah saya mampu membuat kalimat sendiri. Ya, dari SD. Percaya atau tidak, saya suka mendengarkan teman saya bercerita, saya dengarkan ceritanya, lalu saya tuliskan kembali dalam buku saya. Tidak banyak, paling panjang separuh halaman buku tulis kecil. Tapi rutin.

Jangan ditanya lagi bagaimana saya menikmati pelajaran Bahasa Indonesia dulu, terutama ketika guru kami memberi tugas mengarang. Saya menikmatinya. Saya menikmati cerita yang saya buat. Saya menikmati bagaimana jemari saya terus menari di atas kertas.

Masuk SMA, saya ikut ekstra kurikuler Pecinta Alam. Anehnya, di sini saya justru menemukan ruang untuk menulis. Para pengurus memberi saya tugas untuk mengasuh bulletin bulanan yang akan kami sebarkan ke sekolah sebagai media promosi. Isinya tentang kegiatan kami dan hal-hal menarik lainnya.

Mulai Nge-blog


blog


Akhir SMA, buku Raditya launching dan mulai menjadi perhatian banyak anak muda saat itu. Dari curhat di blog, bisa jadi buku yang dibaca oleh banyak orang. Siapa sih yang nggak mau? Saya juga mau. Dari sini, lahir cita-cita baru untuk bisa menulis buku sendiri. Meski saya tidak pernah tahu bagaimana caranya. Apa yang saya tahu hanya menulis.

Kira-kira tahun 2010, saya mulai membuat blog yang diisi dengan aneka opini saya. Tahun 2014, saya pindah ke platform lain, yaitu Tumblr. Nemu komunitas di sana dan tulisan saya mulai banyak dibaca oleh banyak orang hingga akhirnya Tumblr diblokir dan saya non-aktifkan. Tahun 2018, saya mulai lagi blog baru dengan semangat yang baru dan nuansa yang baru. Kali ini blog bukan hanya saya pakai untuk belajar menulis, tapi saya ingin menulis untuk banyak orang. Tulisan saya harus bisa dibaca dan oleh banyak orang lagi.

Nulis Buku

kitab


“Aku pingin nulis buku, Mbak, tapi aku nggak tahu gimana cara mulainya,” itulah curhatan saya ke salah satu teman saya. Namanya Mbak Dea. Para tumbloger pasti kenal dia siapa, Dea Mahfudz yang sering gonta-ganti nama akun, tapi sering juga tulisannya dicari.

“Tulis aja dulu, Lel. Aku juga pingin bikin buku dan sekarang lagi ngumpulin naskahnya.”

“Iya, ini juga lagi ngumpulin dan belajar. Maunya sih buku pertama bisa bagus gitu.”

“Nggak bagus juga nggak apa-apa. Manusia berproses. Buku kita juga begitu. Tulis aja dulu, kalau udah siap, mau bagus atau nggak, terbitin aja. Biar pembaca yang menilai dan kita belajar dari proses itu.”

Sejatinya, saya nggak setuju dengan Mbak Dea. Hahahaha… Saya ini agak perfeksionis. Maunya langsung bagus. Langsung cantik. Langsung cetar. Tapi nunggu begitu, karya saya nggak kunjung release. Di akhir tahun 2017, saya abaikan idealisme saya dan mulai menulis aneka macam proyek antologi hingga sekarang.

My Strong Why

azam


Percaya atau tidak, saya mulai nulis karena saya kesulitan mengungkapkan isi pikiran saya pada orang lain. Waktu kecil saya kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jadilah, semua uneg-uneg itu tertuang dalam tulisan. Saya ramai di atas kertas, sedangkan secara personal saya pendiam.

Orang-orang yang kenal saya sejak kuliah, pasti sulit mempercayai hal ini. Mana ada orang yang sering eksis di mana-mana, hobi menyuarakan pendapatnya, dibilang pendiam?

Tapi itulah faktanya. Itulah saya dulu. Ketika saya menjadi orang yang tak kasat mata, sosok yang kehadirannya jarang diperhitungkan oleh orang lain. Hadir atau tidak tak ada bedanya.

Seiring perubahan yang terjadi dalam diri saya. Dari pendiam, jadi orang yang lumayan sering tampil dan dicari, tujuan saya pun mulai bergeser. Saya tidak lagi menulis untuk diri saya sendiri, tapi saya juga ingin berbagi pada lebih banyak orang. Saya ingin tulisan-tulisan saya bisa bermanfaat tidak hanya untuk saya, tapi juga untuk banyak orang. Bahkan, lebih baik lagi, jika apa yang saya tulis bisa merubah paradigma seseorang.

Saya ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka di sanalah saya menulis. Mengajak orang lain bergerak melalui tulisan-tulisan saya.

Setapak Demi Setapak Menuju Kesuksesan

jalan


Dari judul tulisan ini, sebetulnya sudah amat sangat tergambar siapa saya dulu. Bagaimana tulisan saya dulu.

Alay? Sudah pasti. Banyak typo. Iya banget. Alur ke mana-mana. Gue banget tuh.

Saya pernah membaca ulang tulisan-tulisan yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu dan saya cuma bisa ngelus dada. Apalah ini? Bikin sakit mata kali tulisan ini.

Seperti yang sudah pernah saya sampaikan di atas, bahwa manusia berproses. Tulisan saya yang super nggak jelas itu juga terus berproses. Dan inilah langkah demi langkah yang dulunya saya lakukan hingga bisa sampai seperti sekarang.

1.   Terus Menulis

“Kalau kamu mau bisa nulis ya terus aja nulis.”

Itu yang dari dulu saya pegang kuat-kuat. Saya nggak peduli sejelek apa tulisan saya dulu. Seacakadut apa dan sealay apa. Hal yang paling penting bagi saya adalah terus menulis. Menuangkan segala hal dalam pikiran saya yang mungkin sulit untuk disampaikan secara langsung lewat lisan.

Hal ini juga yang terus saya lakukan hingga sekarang. Terus menulis. Di media mana pun. Nggak bisa pegang laptop, nulis di HP. Nggak bisa blogging, bikin instastory. Nggak bisa pegang gadget, nulis di kertas.

2. Gabung Komunitas Menulis

Gabung ke komunitas menulis mempertemukan saya dengan banyak orang yang punya kecintaan yang sama. Di sana, saya jadi belajar banyak hal. Belajar buat menjalin relasi antar penulis, berbagi ilmu, dan menantang diri untuk keluar dari zona nyaman.

Komunitas yang membuat tulisan saya makin banyak dibaca oleh orang lain. Komunitas yang membuat saya punya semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

3.   Ikut Kelas Menulis

Selain ikut dalam beberapa komunitas, saya juga ikut banyak sekali kelas menulis. Dari kelas gratis sampai yang berbayar ratusan ribu rupiah. Saking pinginnya belajar dan meningkatkan kualitas tulisan. Dari kelas itu saya mulai ngeh kalau kita nulis dan ditujukan tidak untuk diri sendiri, kita juga perlu berempati dengan orang yang baca. Editornya dan pembaca kita sendiri. Kita perlu belajar self-editing untuk meminimalisir kesalahan.

Dulu, tiap kali blogging, setelah nulis pasti langsung saya publish tanpa pernah mengecek kesalahan apa saja yang sudah saya lakukan. Alhasil, ya tulisan yang bikin sakit mata itu. Saya nggak bisa bayangin kalau tulisan semacam itu saya kirim ke redaktur media tertentu atau bahkan penerbit. Sudah pasti akan dibuang dalam hitungan detik.

Kenapa? Pekerjaan editor sudah berat dengan harus mengecek banyak naskah setiap harinya. Kesel banget pasti kalau dalam kondisi seperti itu nemu tulisan yang alay bin banyak typo-nya.

Kelas nulis ini yang membawa perubahan besar dalam tulisan-tulisan saya. Perubahan yang eksponensial. Semua itu karena saya udah tobat nulis semau saya lagi. Tobat untuk langsung publish tanpa self-editing terlebih dahulu. Bahkan, saya mulai belajar menulis secara terstruktur dengan menggunakan outline.

4.   Tantang Diri Sendiri

Punya komunitas dan bekal-bekal yang sudah didapatkan dari aneka kelas menulis yang bikin saya makin PD untuk menantang diri sendiri. Kalau mau nge-blog, nggak mau yang biasa-biasa aja. Saya mau jadi pro. Belajar SEO, percantik blog, ganti domain, dan banyak hal lain saya lakukan. Termasuk ikutan banyak lomba blog. Alhamdulillah, tiap kali pingin honeymoon sama suami selalu dapet hadiah voucher tiket pesawat atau hotel untuk liburan kami.

Saya juga mulai nulis buku. Start dari akhir tahun 2017, saya mulai nulis buku antologi. Lumayan banyak ikutan proyek antologi dengan berbagai tema. Nggak semuanya saya suka sejujurnya. Tapi karena ceritanya untuk belajar bikin buku, saya lakukan aja. Alhamdulillah, sudah launching 4 buku dan semuanya launching di tahun yang sama, tahun ini.

Tahun ini, saya mulai meminimalisir ikutan proyek antologi. Sebagai gantinya, saya mulai kirim outline tulisan ke penerbit. Belum tahu apakah outline itu diterima atau tidak. Doakan ya.

Oya, sebetulnya saya sudah pernah bikin buku sendiri. Sebelum aneka macem antologi itu launching, saya sudah bikin buku saku yang saya bagikan sebagai souvenir pernikahan saya. Itu juga bikinnya challenging banget alias dadakan.

Harapan ke Depan

harapan


Saya bersyukur atas segala pencapaian yang sudah saya dapatkan hari ini. Saya tahu bahwa tulisan saya masih jauh dari kesempurnaan. Tapi tiap kegagalan yang saya dapatkan kemarin-kemarin, alhamdulillah selalu jadi bahan belajar baru lagi.

Harapan saya ke depan, blog ini bisa terus berkembang supaya saya bisa berbagi ke lebih banyak orang lagi. Buku-buku antologi saya yang lain dan masih macet di penerbit maupun editor semoga bisa segera launching. Satu lagi, outline novel yang kemarin saya kirim ke penerbit juga bisa lolos. Kalau itu lolos, novel itu akan jadi buku solo pertama saya. Mohon doanya ya.


Sebuah Pesan Cinta

surat


Teruntuk siapa pun yang sudah baca tulisan ini, saya mau ucapkan banyak sekali terima kasih karena udah mau meluangkan sekian menit untuk baca kisah perjalanan saya.

Teruntuk siapa pun yang hari ini punya cita-cita yang sama dan nggak PD dengan karyanya, don’t worry and keep writing. Berhenti mengkhawatirkan ini itu. Berhenti untuk menuntut kesempurnaan tulisan karena kalau kita nunggu tulisan kita sempurna dulu, dijamin nggak bakalan jadi. Siapkan diri bukan untuk hasil terbaik tapi untuk menjalani segala proses yang sudah dipilih.

Ingat, di balik kesuksesan seseorang ada aneka macam kisah pahit yang berhasil mereka sembunyikan dan laluu dengan sangat apik. Ada kerja keras, ada peluh, ada aneka macam doa yang dipinta ke langit.

Kalau mereka bisa sukses, saya dan kamu pun pasti bisa. 

stiker semangat









Comments

  1. Wah kereeen. Dea Mahfudz, OMG dah lama sekali baca2 tulisan2nya. Sejak Tumblr diblokir saya udah bye bye sama Tumblr, hihi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. dia ganti akun lagi mbak. kapan hari sih saya dikasih tahu, tapi karena udah aku non-aktifkan tumblr-ku ya nggak pernah baca lagi. sekarang sih lebih asyik ngeblog di sini. rempong urus 2 blog. hahaha

      Delete
  2. Tumblr T_T wah itu wadah curahan hati saya karena tidak diketahui teman-teman. Sempat vakum dan tahu tumblr diblokir rasanya sedih banget karena banyak momen tertulis di sana. Alhamdulillah sekarang udah dibuka lagi, berharap ga kaya Path :(

    Benar mba, saya pun setuju dgn yg ma tuliskan di atas. Banyak teman bilang, "enak ya kamu bisa menuliskan apa yg kamu pikirkan."

    Ga semudah dan sesulit itu. Saya pernah berhari-hari mampet bingung mau nulis apa. Pernah secara ga sengaja malah nulis banyak. Ada-ada saja. Buat saya, yang paling penting; coba dulu, sekarang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya sih nggak ya, di kuar negeri banyak kok yang suka pakai tumblr.

      iya, nulis memang nggak mudah, tapi nggak sesulit itu juga sih. yang paling penting tuh, mau usaha dulu. tulis aja dulu.

      Delete
  3. Gak heran sekarang tulisannya ngalir banget ya.. ?

    Enak dibacanya.. mungkin suatu hari saya harus ikutan kelas menulis.

    Biar bisa jadi investasi ke depannya gitu.. 🤭🤭🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini juga masih belajar sih mbak. Pinginnya bisa lebih bagus lagi.

      Delete
  4. Ah, pas banget baca ini di pagi hari. Berasa dapat sarapan semangat. Apalagi di paragraf-paragraf akhir, saya banget tuh mbak .. Banyak ngga pede-nya, ngga yakin-nya dan lain sebagainya..
    Terima kasih ya mbak.. Semoga bisa lebih baik kedepannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pede aja sih mbak. Latihan terus intinya. Kalau nggak berani dishare ke media ya buat konsumsi pribadi aja.

      Delete
  5. mantap mbak lelly..sukses terus untuk karya-karyanya. selalu semangaaaaat hehehehe

    ReplyDelete
  6. ah mbak Lelly selalu keren emang. yang sama dari kita adalah sulit mengungkapkan perasaan melalui omongan hehe. jadilah tertuang lewat tulisan. sukses terus mbak Lelly.

    ReplyDelete
    Replies
    1. enak dong mbak, bisa jadi banyak tulisan.

      makasi ya mbak.

      Delete
  7. Masyaa Allah..
    Mbak, tulisan ini sangat bermanfaat bagi saya yang masih belajar menulis,
    Meski tulisan masih alay & acakadut..
    Hoho

    Jadi pingin belajar sama mbak nih,
    Kalau tidak keberatan, saya minta nomor WA yaa mbak..
    Terimakasih sebelumnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. tulisan saya dulu juga acakadut banget. tapi ya latihan terus sih mbak. latihaaan teruuus. lama-lama ya jadi lumayan mbak.

      kontak saya sudah ada di bio mbak. bisa hubungi saya via salah satu opsi di sana. :)

      Delete
  8. Kita emang kudu mau melakukan proses itu, untuk jadi kupu. Karena gak ada yang ujug-ujug.

    ReplyDelete
  9. Semangat, Mbak. Saya pun masih berteman dengan typo. Halah ... Oke banget nih, semua ada jalannya, kok, asal mau berusaha. Sukses buat Mbak Lely. Jangan bosan kalau saya nanya-nanya soal blog. Hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga masih sih. dikiiit... hahaha...
      keselip-keselip dikit.

      aamiin. makasi ya mbak.

      hehehe.. iya, mbak. siap.

      Delete
  10. Baca ini jadi sambil flashback dengan proses perjalanan nulis aku sampai saat ini mba. Aku yang dulu pas SMP udah iseng-iseng bikin novel di kompi, sampai akhirnya hilang 50 hal gara-gara kompi rusak dan datanya gak bisa diselamatkan. Terus, nulis buku diary hingga akhirnya berguru sana-sini lantaran profesi yang jenis tulisannya lebih ke hard news.

    Finally, merangkum semua itu di blog. Ahh, jadi makin semangat rasanya setelah baca ini. Terima kasih Mba Ajeng

    ReplyDelete
    Replies
    1. seru ya kalau punya kisah perjalanan nulis gitu. mulai belajar dari nol banget, belajar sana sini, sampai akhirnya membaik.

      sama-sama mbak.

      Delete
  11. hai mbak, baca blogpost ini aku jadi dua pertanyaan: ikut dimana kelas menulis? dan gimana bikin iustrasi hijab yang ada di blogpost ini ? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak mbak, pernah ikut kelas Revowriter, Sekolah Perempuan, Yuk Nulis, apalagi ya? Lupa. Saking banyaknya. Hahaha.. Estrilook juga pernah.

      Kalau gambar-gambar muslimah berhijab itu stiker aja mbak. Bukan aku yang bikin. Hehehe

      Delete
  12. inspiring bgt mba. sy jadi semangat, mampir2 ya di blog saya mba, kasih komen.

    ReplyDelete