"Layaknya ulat yang menjadi kupu-kupu, tulisan pun sama, dia hanya perlu dilatih terus menerus untuk mengubah sesuatu yang terlihat menjijikkan pada awalnya menjadi sesuatu yang indah dan dikagumi banyak orang." - Lelly Fitriana
Banyak
sekali orang yang ingin berbagi lewat tulisan tapi berdalih, "aku nggak
bisa nulis." Pada akhirnya, keinginannya terus menjadi angan semu karena
dia sendiri tidak pernah mengupayakan hal itu menjadi nyata.
Saya percaya
bahwa setiap orang-orang yang sukses punya jalan cerita bagaimana dia memulai
dan mengupayakan semuanya. Peluhnya, air matanya, tenaganya, dan semuanya yang
nggak bisa kita lihat hari ini. Kita cuma bisa lihat sosoknya yang sudah
matang, sukses, dan memetik semua jerih payah yang dia upayakan selama
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun silam.
Kita bisa
lihat J.K Rawling dengan karya legendarisnya, Harry Potter, tapi kita nggak
pernah lihat bagaimana dia mulai menulis, bagaimana dulu dia pernah ditolak
aneka penerbit, bagaimana miskinnya dia sebelum bukunya mendunia. Kita bisa
lihat Tere Liye yang banyak bukunya jadi best seller, tapi kita nggak pernah
tahu dulu dia memulai sebagai penulis semacam apa, berapa banyak tulisan yang
dia hasilkan, dan bagaimana dia hingga bisa sampai seperti sekarang.
Jadi,
semuanya pasti bisa. Termasuk, saya dan kamu. Kita mau apa? Upayakan terus,
terus, dan terus sampai bisa.
Banyak orang
yang punya mimpi ingin menulis buku, pingin jadi ini, pingin jadi itu, tapi
terlalu cepat untuk menyerah. Bahkan ada yang tidak memulai sama sekali. Ya
mana bisa?
Layaknya
tumbuhan yang bertumbuh, manusia pun demikian. Apa yang kita upayakan, selama
kita tekun melakukannya, perubahan pasti akan terjadi. Kalau dulu kita jijik
dengan karya kita, tidak puas, merasa jelek sekali bahkan tidak layak untuk
dilihat orang lain. Hari ini pasti kita bisa melihat perubahan real yang
terjadi. Coba bandingkan, meski hari ini belum sepenuhnya baik, tapi selalu ada
progress nyata, perubahan yang jauh lebih baik. Hari ini mungkin kita nggak
bisa sebut karya kita sudah secantik kupu-kupu, tapi setidaknya, dia bukan lagi
ulat yang menyebalkan. Barangkali, sekarang dia tengah menjadi kepompong yang
berproses menjadi kupu-kupu.
Demikian
juga dengan saya dan tulisan-tulisan saya. Saya berproses. Dari si tukang typo,
kemudian bisa nulis buku. Semua ada prosesnya. Dan di tulisan ini, saya akan
bercerita bagaimana segala proses itu terjadi.
Kapan Mulai Menulis?
Dari kecil,
ada 2 hal yang saya suka. Menulis dan menggambar, yang sayangnya 2 hal ini
nggak pernah dilirik oleh orang tua saya. Alih-alih didukung untuk semakin
terampil, malah diarahkan ke hal lain yang saya nggak suka sama sekali.
Jadi, kalau
ditanya kapan saya mulai menulis, jawabannya setelah saya mampu membuat kalimat
sendiri. Ya, dari SD. Percaya atau tidak, saya suka mendengarkan teman saya
bercerita, saya dengarkan ceritanya, lalu saya tuliskan kembali dalam buku
saya. Tidak banyak, paling panjang separuh halaman buku tulis kecil. Tapi
rutin.
Jangan
ditanya lagi bagaimana saya menikmati pelajaran Bahasa Indonesia dulu, terutama
ketika guru kami memberi tugas mengarang. Saya menikmatinya. Saya menikmati
cerita yang saya buat. Saya menikmati bagaimana jemari saya terus menari di
atas kertas.
Masuk SMA,
saya ikut ekstra kurikuler Pecinta Alam. Anehnya, di sini saya justru menemukan
ruang untuk menulis. Para pengurus memberi saya tugas untuk mengasuh bulletin
bulanan yang akan kami sebarkan ke sekolah sebagai media promosi. Isinya
tentang kegiatan kami dan hal-hal menarik lainnya.
Mulai Nge-blog
Akhir SMA,
buku Raditya launching dan mulai menjadi perhatian banyak anak muda saat itu.
Dari curhat di blog, bisa jadi buku yang dibaca oleh banyak orang. Siapa sih
yang nggak mau? Saya juga mau. Dari sini, lahir cita-cita baru untuk bisa
menulis buku sendiri. Meski saya tidak pernah tahu bagaimana caranya. Apa yang
saya tahu hanya menulis.
Kira-kira
tahun 2010, saya mulai membuat blog yang diisi dengan aneka opini saya. Tahun
2014, saya pindah ke platform lain, yaitu Tumblr. Nemu komunitas di sana dan
tulisan saya mulai banyak dibaca oleh banyak orang hingga akhirnya Tumblr
diblokir dan saya non-aktifkan. Tahun 2018, saya mulai lagi blog baru dengan
semangat yang baru dan nuansa yang baru. Kali ini blog bukan hanya saya pakai
untuk belajar menulis, tapi saya ingin menulis untuk banyak orang. Tulisan saya
harus bisa dibaca dan oleh banyak orang lagi.
Nulis Buku
“Aku pingin
nulis buku, Mbak, tapi aku nggak tahu gimana cara mulainya,” itulah curhatan
saya ke salah satu teman saya. Namanya Mbak Dea. Para tumbloger pasti kenal dia
siapa, Dea Mahfudz yang sering gonta-ganti nama akun, tapi sering juga
tulisannya dicari.
“Tulis aja
dulu, Lel. Aku juga pingin bikin buku dan sekarang lagi ngumpulin naskahnya.”
“Iya, ini
juga lagi ngumpulin dan belajar. Maunya sih buku pertama bisa bagus gitu.”
“Nggak bagus
juga nggak apa-apa. Manusia berproses. Buku kita juga begitu. Tulis aja dulu,
kalau udah siap, mau bagus atau nggak, terbitin aja. Biar pembaca yang menilai
dan kita belajar dari proses itu.”
Sejatinya,
saya nggak setuju dengan Mbak Dea. Hahahaha… Saya ini agak perfeksionis. Maunya
langsung bagus. Langsung cantik. Langsung cetar. Tapi nunggu begitu, karya saya
nggak kunjung release. Di akhir tahun 2017, saya abaikan idealisme saya dan
mulai menulis aneka macam proyek antologi hingga sekarang.
My Strong Why
Percaya atau
tidak, saya mulai nulis karena saya kesulitan mengungkapkan isi pikiran saya
pada orang lain. Waktu kecil saya kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Jadilah, semua uneg-uneg itu tertuang dalam tulisan. Saya ramai di atas
kertas, sedangkan secara personal saya pendiam.
Orang-orang
yang kenal saya sejak kuliah, pasti sulit mempercayai hal ini. Mana ada orang
yang sering eksis di mana-mana, hobi menyuarakan pendapatnya, dibilang pendiam?
Tapi itulah
faktanya. Itulah saya dulu. Ketika saya menjadi orang yang tak kasat mata,
sosok yang kehadirannya jarang diperhitungkan oleh orang lain. Hadir atau tidak
tak ada bedanya.
Seiring
perubahan yang terjadi dalam diri saya. Dari pendiam, jadi orang yang lumayan
sering tampil dan dicari, tujuan saya pun mulai bergeser. Saya tidak lagi
menulis untuk diri saya sendiri, tapi saya juga ingin berbagi pada lebih banyak
orang. Saya ingin tulisan-tulisan saya bisa bermanfaat tidak hanya untuk saya,
tapi juga untuk banyak orang. Bahkan, lebih baik lagi, jika apa yang saya tulis
bisa merubah paradigma seseorang.
Saya ingin
hidup dalam kehidupan yang baik, maka di sanalah saya menulis. Mengajak orang
lain bergerak melalui tulisan-tulisan saya.
Setapak Demi Setapak Menuju Kesuksesan
Dari judul
tulisan ini, sebetulnya sudah amat sangat tergambar siapa saya dulu. Bagaimana
tulisan saya dulu.
Alay? Sudah
pasti. Banyak typo. Iya banget. Alur ke mana-mana. Gue banget tuh.
Saya pernah membaca
ulang tulisan-tulisan yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu dan saya cuma
bisa ngelus dada. Apalah ini? Bikin sakit mata kali tulisan ini.
Seperti yang
sudah pernah saya sampaikan di atas, bahwa manusia berproses. Tulisan saya yang
super nggak jelas itu juga terus berproses. Dan inilah langkah demi langkah
yang dulunya saya lakukan hingga bisa sampai seperti sekarang.
1.
Terus Menulis
“Kalau kamu
mau bisa nulis ya terus aja nulis.”
Itu yang
dari dulu saya pegang kuat-kuat. Saya nggak peduli sejelek apa tulisan saya
dulu. Seacakadut apa dan sealay apa. Hal yang paling penting bagi saya adalah
terus menulis. Menuangkan segala hal dalam pikiran saya yang mungkin sulit
untuk disampaikan secara langsung lewat lisan.
Hal ini juga
yang terus saya lakukan hingga sekarang. Terus menulis. Di media mana pun.
Nggak bisa pegang laptop, nulis di HP. Nggak bisa blogging, bikin instastory.
Nggak bisa pegang gadget, nulis di kertas.
2. Gabung Komunitas Menulis
Gabung ke
komunitas menulis mempertemukan saya dengan banyak orang yang punya kecintaan
yang sama. Di sana, saya jadi belajar banyak hal. Belajar buat menjalin relasi
antar penulis, berbagi ilmu, dan menantang diri untuk keluar dari zona nyaman.
Komunitas
yang membuat tulisan saya makin banyak dibaca oleh orang lain. Komunitas yang
membuat saya punya semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
3.
Ikut Kelas Menulis
Selain ikut
dalam beberapa komunitas, saya juga ikut banyak sekali kelas menulis. Dari
kelas gratis sampai yang berbayar ratusan ribu rupiah. Saking pinginnya belajar
dan meningkatkan kualitas tulisan. Dari kelas itu saya mulai ngeh kalau kita
nulis dan ditujukan tidak untuk diri sendiri, kita juga perlu berempati dengan orang
yang baca. Editornya dan pembaca kita sendiri. Kita perlu belajar self-editing
untuk meminimalisir kesalahan.
Dulu, tiap
kali blogging, setelah nulis pasti langsung saya publish tanpa pernah mengecek
kesalahan apa saja yang sudah saya lakukan. Alhasil, ya tulisan yang bikin
sakit mata itu. Saya nggak bisa bayangin kalau tulisan semacam itu saya kirim
ke redaktur media tertentu atau bahkan penerbit. Sudah pasti akan dibuang dalam
hitungan detik.
Kenapa?
Pekerjaan editor sudah berat dengan harus mengecek banyak naskah setiap
harinya. Kesel banget pasti kalau dalam kondisi seperti itu nemu tulisan yang
alay bin banyak typo-nya.
Kelas nulis
ini yang membawa perubahan besar dalam tulisan-tulisan saya. Perubahan yang
eksponensial. Semua itu karena saya udah tobat nulis semau saya lagi. Tobat
untuk langsung publish tanpa self-editing terlebih dahulu. Bahkan, saya mulai
belajar menulis secara terstruktur dengan menggunakan outline.
4.
Tantang Diri Sendiri
Punya
komunitas dan bekal-bekal yang sudah didapatkan dari aneka kelas menulis yang
bikin saya makin PD untuk menantang diri sendiri. Kalau mau nge-blog, nggak mau
yang biasa-biasa aja. Saya mau jadi pro. Belajar SEO, percantik blog, ganti
domain, dan banyak hal lain saya lakukan. Termasuk ikutan banyak lomba blog.
Alhamdulillah, tiap kali pingin honeymoon sama suami selalu dapet hadiah
voucher tiket pesawat atau hotel untuk liburan kami.
Saya juga
mulai nulis buku. Start dari akhir tahun 2017, saya mulai nulis buku antologi. Lumayan
banyak ikutan proyek antologi dengan berbagai tema. Nggak semuanya saya suka
sejujurnya. Tapi karena ceritanya untuk belajar bikin buku, saya lakukan aja.
Alhamdulillah, sudah launching 4 buku dan semuanya launching di tahun yang
sama, tahun ini.
Tahun ini,
saya mulai meminimalisir ikutan proyek antologi. Sebagai gantinya, saya mulai
kirim outline tulisan ke penerbit. Belum tahu apakah outline itu diterima atau
tidak. Doakan ya.
Oya,
sebetulnya saya sudah pernah bikin buku sendiri. Sebelum aneka macem antologi
itu launching, saya sudah bikin buku saku yang saya bagikan sebagai souvenir
pernikahan saya. Itu juga bikinnya challenging banget alias dadakan.
Harapan ke Depan
Saya
bersyukur atas segala pencapaian yang sudah saya dapatkan hari ini. Saya tahu
bahwa tulisan saya masih jauh dari kesempurnaan. Tapi tiap kegagalan yang saya
dapatkan kemarin-kemarin, alhamdulillah selalu jadi bahan belajar baru lagi.
Harapan saya
ke depan, blog ini bisa terus berkembang supaya saya bisa berbagi ke lebih
banyak orang lagi. Buku-buku antologi saya yang lain dan masih macet di
penerbit maupun editor semoga bisa segera launching. Satu lagi, outline novel
yang kemarin saya kirim ke penerbit juga bisa lolos. Kalau itu lolos, novel itu
akan jadi buku solo pertama saya. Mohon doanya ya.
Sebuah Pesan Cinta
Teruntuk
siapa pun yang sudah baca tulisan ini, saya mau ucapkan banyak sekali terima
kasih karena udah mau meluangkan sekian menit untuk baca kisah perjalanan saya.
Teruntuk
siapa pun yang hari ini punya cita-cita yang sama dan nggak PD dengan karyanya,
don’t worry and keep writing. Berhenti mengkhawatirkan ini itu. Berhenti untuk
menuntut kesempurnaan tulisan karena kalau kita nunggu tulisan kita sempurna
dulu, dijamin nggak bakalan jadi. Siapkan diri bukan untuk hasil terbaik tapi
untuk menjalani segala proses yang sudah dipilih.
Ingat, di
balik kesuksesan seseorang ada aneka macam kisah pahit yang berhasil mereka
sembunyikan dan laluu dengan sangat apik. Ada kerja keras, ada peluh, ada aneka
macam doa yang dipinta ke langit.
Kalau mereka
bisa sukses, saya dan kamu pun pasti bisa.
Wah kereeen. Dea Mahfudz, OMG dah lama sekali baca2 tulisan2nya. Sejak Tumblr diblokir saya udah bye bye sama Tumblr, hihi.
ReplyDeletedia ganti akun lagi mbak. kapan hari sih saya dikasih tahu, tapi karena udah aku non-aktifkan tumblr-ku ya nggak pernah baca lagi. sekarang sih lebih asyik ngeblog di sini. rempong urus 2 blog. hahaha
DeleteTumblr T_T wah itu wadah curahan hati saya karena tidak diketahui teman-teman. Sempat vakum dan tahu tumblr diblokir rasanya sedih banget karena banyak momen tertulis di sana. Alhamdulillah sekarang udah dibuka lagi, berharap ga kaya Path :(
ReplyDeleteBenar mba, saya pun setuju dgn yg ma tuliskan di atas. Banyak teman bilang, "enak ya kamu bisa menuliskan apa yg kamu pikirkan."
Ga semudah dan sesulit itu. Saya pernah berhari-hari mampet bingung mau nulis apa. Pernah secara ga sengaja malah nulis banyak. Ada-ada saja. Buat saya, yang paling penting; coba dulu, sekarang.
kayaknya sih nggak ya, di kuar negeri banyak kok yang suka pakai tumblr.
Deleteiya, nulis memang nggak mudah, tapi nggak sesulit itu juga sih. yang paling penting tuh, mau usaha dulu. tulis aja dulu.
Gak heran sekarang tulisannya ngalir banget ya.. ?
ReplyDeleteEnak dibacanya.. mungkin suatu hari saya harus ikutan kelas menulis.
Biar bisa jadi investasi ke depannya gitu.. ðŸ¤ðŸ¤ðŸ¤
Ini juga masih belajar sih mbak. Pinginnya bisa lebih bagus lagi.
DeleteAh, pas banget baca ini di pagi hari. Berasa dapat sarapan semangat. Apalagi di paragraf-paragraf akhir, saya banget tuh mbak .. Banyak ngga pede-nya, ngga yakin-nya dan lain sebagainya..
ReplyDeleteTerima kasih ya mbak.. Semoga bisa lebih baik kedepannya
Pede aja sih mbak. Latihan terus intinya. Kalau nggak berani dishare ke media ya buat konsumsi pribadi aja.
Deletemantap mbak lelly..sukses terus untuk karya-karyanya. selalu semangaaaaat hehehehe
ReplyDeletemakasi mbak
Deleteah mbak Lelly selalu keren emang. yang sama dari kita adalah sulit mengungkapkan perasaan melalui omongan hehe. jadilah tertuang lewat tulisan. sukses terus mbak Lelly.
ReplyDeleteenak dong mbak, bisa jadi banyak tulisan.
Deletemakasi ya mbak.
Masyaa Allah..
ReplyDeleteMbak, tulisan ini sangat bermanfaat bagi saya yang masih belajar menulis,
Meski tulisan masih alay & acakadut..
Hoho
Jadi pingin belajar sama mbak nih,
Kalau tidak keberatan, saya minta nomor WA yaa mbak..
Terimakasih sebelumnya :)
tulisan saya dulu juga acakadut banget. tapi ya latihan terus sih mbak. latihaaan teruuus. lama-lama ya jadi lumayan mbak.
Deletekontak saya sudah ada di bio mbak. bisa hubungi saya via salah satu opsi di sana. :)
Kita emang kudu mau melakukan proses itu, untuk jadi kupu. Karena gak ada yang ujug-ujug.
ReplyDeletebetul, nggak ada yang instan, butuh proses.
DeleteSemangat, Mbak. Saya pun masih berteman dengan typo. Halah ... Oke banget nih, semua ada jalannya, kok, asal mau berusaha. Sukses buat Mbak Lely. Jangan bosan kalau saya nanya-nanya soal blog. Hihi
ReplyDeletesaya juga masih sih. dikiiit... hahaha...
Deletekeselip-keselip dikit.
aamiin. makasi ya mbak.
hehehe.. iya, mbak. siap.
Baca ini jadi sambil flashback dengan proses perjalanan nulis aku sampai saat ini mba. Aku yang dulu pas SMP udah iseng-iseng bikin novel di kompi, sampai akhirnya hilang 50 hal gara-gara kompi rusak dan datanya gak bisa diselamatkan. Terus, nulis buku diary hingga akhirnya berguru sana-sini lantaran profesi yang jenis tulisannya lebih ke hard news.
ReplyDeleteFinally, merangkum semua itu di blog. Ahh, jadi makin semangat rasanya setelah baca ini. Terima kasih Mba Ajeng
seru ya kalau punya kisah perjalanan nulis gitu. mulai belajar dari nol banget, belajar sana sini, sampai akhirnya membaik.
Deletesama-sama mbak.
hai mbak, baca blogpost ini aku jadi dua pertanyaan: ikut dimana kelas menulis? dan gimana bikin iustrasi hijab yang ada di blogpost ini ? :)
ReplyDeleteBanyak mbak, pernah ikut kelas Revowriter, Sekolah Perempuan, Yuk Nulis, apalagi ya? Lupa. Saking banyaknya. Hahaha.. Estrilook juga pernah.
DeleteKalau gambar-gambar muslimah berhijab itu stiker aja mbak. Bukan aku yang bikin. Hehehe
inspiring bgt mba. sy jadi semangat, mampir2 ya di blog saya mba, kasih komen.
ReplyDeletemakasi mbak, ashiaap..
Delete