Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Sep 28, 2020

Membiasakan Anak Tidur di Awal Waktu Tanpa Drama

sleep training



Soal waktu tidur bayi, ini sudah menjadi perhatian saya jauh sebelum saya hamil. Mengingat, saya menikah ketika banyak teman saya punya anak. Alhamdulillah, karena hal ini juga, saya jadi dikasih banyak sekali bocoran tentang hal apa saja yang nanti akan saya hadapi ketika jadi ibu. Salah satu hal yang sering membuat para ibu pusing adalah jam tidur anak. Seolah setelah jadi ibu, begadang itu adalah hal yang lumrah.

Dari Instastory teman, saya sering melihat anaknya pukul 11 malam belum tidur dan masih super aktif. Kalau jam tidur siangnya kacau, malamnya juga jauh lebih kacau lagi.  Kondisi yang lebih parah akan terjadi di 3 bulan pertama jadi ibu. Sudah pasti banyak kebangunnya untuk menyusui anak. Jujur saja, ini agak mengerikan buat saya. Berat sekali kalau ini yang terjadi.

Suatu hari, teman saya cerita begini, "aku tuh nggak pernah kesulitan buat menidurkan Ale dari dia bayi. Waktunya tidur ya tidur. Pernah sih, paling cuma semingguan aja nggak sampai 3 bulan kaya orang-orang. Aku cuma bilang ke Ale kalau ini sudah malam, kalau dia nggak mau tidur, Ibu yang tidur. Jadi dia mau ngapain aja terserah dia, aku tinggal tidur aja."

Well, mungkin kesannya, ini ibu macam apa sih kok meninggalkan anaknya tidur. Tapi saya percaya nggak mungkin 100% ditinggalkan. Paling ya cuma pura-pura tidur saja. Meskipun, mungkin ada waktunya ketiduran juga. Wkwkwkwk..

Lepas dari pro kontra yang ada, saya jadi terinspirasi dengan teman saya ini. Saya punya cita-cita kalau nanti punya anak sebisa mungkin tidak mengalami drama sulit menidurkan anak. Padahal, waktu itu hilal jodoh literally belum kelihatan. Kalau jodohnya aja belum ada, apalagi kemungkinan punya anaknya. Ya makin jauh. Tapi, nggak masalah. Punya cita-cita dulu aja.

Sleep Training, Mulai dari Mana?


Kalau ditanya mulai dari mana, sudah pasti mulai dari cari ilmunya dulu. Buat saya pribadi, ini semacam keharusan untuk memulai apapun. Jadi ibu itu banyak sekali ladang ibadahnya. Melahirkan itu ibadah, menyusui ibadah, merawat anak ibadah, menidurkan bayi pun ibadah. Masya Allah banget nih. Alangkah sayang kalau ibadah-ibadah ini tidak dijemput dengan ilmu. 

Kenapa? Tanpa ilmu semua akan jadi terasa berat. Kenikmatan menjalani semua ibadah ini juga jadi berkurang. Alih-alih bersyukur karena sudah dikasih kesempatan ini itu, malah kesal terus-terusan dengan keadaan. 

Urusan menidurkan bayi pun demikian. Sebelum punya bayi, sebisa mungkin tahu dulu apa yang harus dilakukan. Masalah teori yang berbeda dengan kondisi di lapangan, ini dipikir nanti. Setidaknya, dengan banyak belajar, kita jadi punya banyak sekali opsi untuk dicoba ketika kondisi tak sejalan dengan teori yang ada.

Oke, sekarang dari mana saya belajar soal menidurkan bayi. Ini juga hal yang patut saya syukuri. Semacam dituntun gitu sama Allah. Saya ketemu sama sosok yang begitu menginspirasi saya. Nama Mbak Resti. Saya banyak sekali belajar pengasuhan dari beliau.

Mbak Resti ini musyrifah saya. Dulu, saya halaqah tiap habis subuh di rumahnya. Meski halaqahnya pagi sekali, biasanya anaknya, Sofia, sudah bangun sebelum saya dan teman saya datang. Bukan bangun yang rewel, tapi sudah beraktivitas seperti biasa. Main layaknya anak kecil yang lain.

Beliau cerita kenapa anaknya bisa bangun dan main-main sepagi itu. Ternyata, ini tak lain dan tak bukan karena waktu tidurnya yang teratur. Sofia biasa tidur jam 8 malam. Semalam-malamnya pukul 9 malam. Mendekati jam tidur, Mbak Resti dan suami kondisikan rumah dalam kondisi gelap dan tidak ada aktivitas yang menggunakan listrik. Suami masih mau kerja? Tunggu anak dulu.

Alhamdulillah, dengan cara ini, jam tidur Sofia bisa ditaklukkan. Meski, ceritanya jadi lain lagi ketika dia mulai disapih. Jam tidur sempat berubah. Jadi pembiasaan tidur harus mulai lagi dari awal dengan kondisi yang baru.

Cara Mbak Resti ini cukup masuk akal mengingat hal ini juga dilakukan oleh ibu saya dulu. Waktu kecil, rumah kami akan digelapkan ketika sudah jam 9 malam. Anak-anak harus sudah masuk kamar jam 9 malam. Mau ngantuk atau tidak, jam 9 sudah di kamar dan mulai dikondisikan tidur. Biasanya saya dan adik tidak butuh waktu lama setelah doa tidur dibacakan.

Jadi, cara ini yang saya tiru.


perfect sleep arna skula



Selain pengalaman orang lain, saya juga membaca buku yang berjudul Perfect Sleep karangan Arna Skula. Buku ini saya beli di BBW Jakarta 2019. Dari buku ini, saya banyak belajar tentang waktu biologis bayi. Berapa lama dia butuh tidur, kapan saja dia tidur dan terjaga, dan apa saja yang mempengaruhi pola tidur bayi. Satu hal yang saya highlight ketika belajar tentang sleep training ke anak.

Tidak ada pakem khusus untuk menidurkan anak. Ini semua kembali ke pilihan masing-masing keluarga. Apakah bayi ingin diajarkan tidur terpisah atau tidak, cara menidurkan seperti apa, ini dikembalikan ke masing-masing. Apapun pilihan yang dibuat, kuncinya adalah konsisten menjalani pilihan tersebut.

Pola Tidur yang Diharapkan

Ini semacam tujuan yang harus ada sebelum para orangtua menyusun strategi sleep training. Beda tujuan, tentunya beda juga caranya. Kalau saya dan suami targetnya hanya agar anak-anak kami tidur di awal waktu. Sebelum jam 9 malam sudah tidur. Lebih cepat akan lebih baik. Jadi, kami punya waktu istirahat yang cukup dan bisa melakukan hal lain di malam hari. Pillow talk, misalnya.

Apakah bayi kami harus tidur sendiri? Tidak. 

Ini mungkin berbeda dengan bayi-bayi di luar yang biasanya sudah tidur sendiri di bawah usia 1 tahun. Beberapa ibu di Indonesia juga ada yang melakukan ini. Tapi, kalau saya dan suami memilih untuk tidak melakukannya. Karena targernya hanya ini, tentu saja secara praktik akan lebih minim drama dibanding ibu-ibu yang mengharapkan anaknya sudah bisa tidur sendiri di usia yang bahkan kurang dari 1 tahun.

Kenapa bayi harus tidur lebih awal? 

Ini tidak jauh dari pembiasaan agar dia bangun lebih awal juga. Tiap muslim nantinya butuh untuk bangun pagi untuk melaksanakan sholat subuh. Kalau mereka tidak biasa untuk bangun pagi, pasti berat sekali menjalankannya. Selain itu, bayi juga butuh waktu tidur yang lama untuk masa pertumbuhannya. Untuk bisa memenuhi keduanya, bangun subuh dan waktu tidur yang cukup, bayi harus tidur di awal waktu.

sleep training


Proses Sleep Training


Belajar sudah, target yang diharapkan sudah ada, anak pun sudah launching. It's show time.

Saya mulai sleep training sejak Ghazy bayi. Sebetulnya, ini tidak disengaja. Waktu Ghazy lahir, saya tidak merencanakan untuk langsung memulai sleep training ini. Boro-boro mau sleep training, menggerakkan badan saja susah. Tapi memang sejak Ghazy lahir, saya seolah dibimbing untuk melakukan sesuatu ke Ghazy.

Sleep training Ghazy dimulai di usianya yang baru 2 hari. Waktu itu Ghazy tidur seharian saat pagi hari dan terjaga semelek-meleknya di malam hari. Jam 8 malam semakin segar. Saya coba tidurkan, tidak berhasil. Ibu saya tidurkan, tidak berhasil juga. Ghazy bukan hanya terjaga tapi juga rewel semalaman. Masya Allah.

Saya coba susui Ghazy, dia tidak mau. Mungkin bukan tidak mau, tapi merasa tidak nyaman. Waktu itu bingung bukan main. Apa sih yang Ghazy minta?

Saya coba tenangkan diri lalu teringat kalau suami punya aplikasi untuk memahami tangisan bayi. Dari aplikasi otu, kami tahu kalau Ghazy lapar. Saya coba susui Ghazy. Berhasil tenang, tapi dia tidak kunjung tidur. Alih-alih tidur, dia malah asyik lihat lampu-lampu di kamar rumah sakit. Dari sini, saya seolah mendapatkan pencerahan. Saya ingat apa yang dilakukan ibu saya dan Mbak Resti. Ini beberapaa hal yang saya lakukan ketika membentuk pola tidur Ghazy

1. Mematikan lampu kamar

Waktu sedang ikhtiar untuk promil, saya coba banyak belajar tentang apa saja yang bisa memperbaiki metabolisme tubuh. Salah satunya adalah mengatur pola tidur yang benar. Pola tidur yang benar ini bukan hanya tentang berapa lama saja, tapi juga kapan. Supaya bisa tidur cepat, salah satu ikhtiarnya adalah menjauhkan semua benda yang bisa menyebabkan sleep delay.

Apa saja itu? Lampu, layar gadget, ini makin besar layarnya, makin lama waktu tidur yang tertunda. Kalau misal kita tertidur dalam kondisi sedang nonton TV atau main gadget, itu karena tubuh kita sudah amat kelelahan dan ini justru tidak baik. Dari sini juga, saya mengupayakan untuk mematikan lampu dan menjauhkan segala aktivitas yang membutuhkan gadget.

Dulu, waktu pertama kali memulai ini betul-betul tidak disengaja. Ini karena Ghazy yang sulit tidur dan lebih asyik melihat lampu saat malam hari. Saya pikir, kalau semua distraksi bisa dialihkan, pasti Ghazy bisa tidur lebih cepat. Apakah kenyataannya demikian? Tentu saja tidak. Butuh waktu untuk bisa menidurkan Ghazy. Tapi dengan kondisi gelap, semuanya jadi lebih mudah. Selain hal yang mendistraksi Ghazy dihilangkan, faktor yang membuat sleep delay juga dijauhkan.

Waktu saya operasi mastitis, Ghazy sempat saya titipkan ke ibu saya. Malamnya, saya dapat laporan kalau Ghazy belum juga tidur. Alih-alih makin ngantuk, anaknya justru makin segar di malam hari. Padahal, waktu sudah menunjukkan pukul 10 lewat.

Saya sampaikan kalau seharusnya jam 7 malam, rumah sudah harus digelapkan supaya Ghazy bisa cepat tidur. Akhirnya, ibu saya coba untuk mematikan lampu dan membawa Ghazy ke kamar yang paling gelap. Ternyata, tidak berhasil juga. 

Iya, memang butuh waktu. Tidak bisa hanya gelap saja, butuh cara lainnya juga.

2. Mengajarkan bayi konsep siang dan malam

Di awal kehidupannya, bayi sama sekali tidak paham dengan konsep siang dan malam. Ini juga yang menjadi penyebab kacaunya jam tidur bayi. Mereka belum tahu kapan harus main dan istirahat. Jadi, kalau mau bayi tidur lama di malam hari, dia harus diajarkan konsep ini.

Bagaimana caranya?

Mudah kok. Pertama buat kondisi yang berbeda antara siang dan malam. Misal, lampu ruman hanya menyala saat malam hari, mengenalkan gelap terang ke bayi. Kalau terang, artinya siang. Dia bisa bebas main di sini. Kalau gelap, artinya sudah malam dan waktunya semua orang istirahat.

"Sudah malam, ayo kita bobo," ini yang biasanya juga saya sampaikan ke Ghazy.

Ini perlu berulang kali dijelaskan. Sikap kita juga harus berbeda ketika siang dan malam. Kalau malam dan dia belum tidur, saya akan biarkan dia main sendiri. Saya tidak akan menemani dia. Ini berbeda kalau siang hari, kami biasanya akan bermain bersama. Saya tidak hanya menyampaikannya melalui kata-kata saja, tapi juga memberikan contoh ke Ghazy kalau malam adalah waktunya istirahat. Biasanya, sambil menyusui Ghazy, saya pejamkan mata saya. 

Adanya bed time routine juga membantu kita untuk mengenalkan waktu tidur ke bayi. Biasanya sebelum tidur, saya ajak Ghazy ke kamar mandi dulu untuk ganti popok dan sikat gigi. Kalau sudah, baca buku dulu sama-sama, baru matikan lampu dan siap-siap tidur. Dalam kondisi gelap ini, doa tidur mulai dibacakan. Ini sambil disusui ya. Kadang saya tepuk pelan dia, kadang dielus, kadang juga didiamkan saja. Pastinya, HP tidak dinyalakan saat sedang mengkondisikan Ghazy tidur.

Jadi, waktu Ghazy dititipkan ke ibu, saya juga bilang kalau yang lain harus pura-pura tidur juga supaya Ghazy mengerti ini sudah malam dan waktunya istirahat. Kalau cara ini masih juga belum berhasil, maka saya pakai cara terakhir. Jurus terampuh membuat Ghazy tidur.

3. Buat bayi memilih

Ini jurus andalan yang saya pakai kalau kedua cara di atas masih juga belum berhasil membuat Ghazy tidur. Saya buat Ghazy memilih antara tidur dengan saya atau main sendiri. Dia memang belum bisa menjawab, tapi baahasa tubuhnya bisa membuat pilihan. Kalau dia masih main, artinya dia mau main sendiri. Saya akan pura-pura tidur sampai Ghazy sadar kalau dia sendirian.

Tentu, untuk melakukan ini semua kondisi yang membahayakan bayi harus dijauhkan. Misal, bayi sudah mulai merangkak, sebelum ditinggal pura-pura tidur, kita harus memastikan bahwa bayi tidak akan jatuh. Pasang bedrail atau bantal di sekitar kasur untuk mengamankan situasi. Jadi, kalau kita tertidur saat sedang pura-pura, bayi tetap aman.

Biasanya tidak butuh waktu lama sama dia sadar kalau ditinggal tidur. Saya biasanya diamkan dulu selama beberapa menit. Saya biarkan dia menangis dan mencoba membangunkan saya. Kira-kira butuh waktu 1-2 menit untuk membuat efek jera ke bayi. Kalau dia sudah menyesal, biasanya saya akan bangun dan bertanya lagi, "sudah mainnya? Mau bobo sama Ummi?"

Setelah itu, baru saya kondisikan dia tidur. Saya susui dia sampai tertidur. Ini juga tidak butuh waktu lama, paling cum 15 menit saja. 

4. Jangan lupa untuk bersepakat

Proses sleep training akan sulit berhasil kalau ayah dan ibunya belum sepakat dengan cara dan kapan anak tidur. Misal, si ibu mengupayakan menidurkan bayi, sementara ayahnya masih asyik nonton TV. Ya sulit. Atau, ketika ingin pura-pura tidur, ibunya sudah pura-pura tidur, ayahnya masih menemani main, ya sulit juga.

Untuk cara pertama dan kedua, suami saya sudah amat familiar dengan ini. Tapi tidak dengan cara ketiga. Biasanya beliau pulang saat Ghazy sudah tidur, jadi tidak tahu proses apa yang dilalui untuk membuat Ghazy tidur. Pernah suatu kali, ketika saya minta suami untuk ikut pura-pura tidur, dia berbisik.

"Ghazy nangis tuh," ini maksudnya supaya saya segera menenangkan dia.

"Tunggu dulu."

Setelah hitungan selesai, Ghazy saya tidurkan, baru suami saya paham apa maksud saya. 

"Ooo jadi gini caranya nidurin Ghazy?"

5. Penuhi kebutuhan main dan makan bayi

Ini salah satu yang saya pelajari juga dari buku Perfect Sleep. Bayi akan mudah ditidurkan kalau makanannya sudah terpenuhi. Dalam kondisi kenyang, tentu akan lebih mudah untuk tidur. Setelah Ghazy MPASI, ini memang jadi tantangan tersendiri. Kalau Ghazy makan lahap hari itu, biasanya malamnya dia akan tidur lebih mudah.

Tapi, bukan cuma makan saja ternyata. Saya mengamati bahwa anak seusia Ghazy itu punya energi yang besar sekali. Kalau energi ini tidak disalurkan, maka dia akan sulit untuk tidur di malam hari. Misal, waktu pagi sampai sore Ghazy tidak banyak beraktivitas, malamnya pasti sulit ditidurkan. Alih-alih tidur, dia akan justru keliling kasur terus menerus.

Untuk antisipasi hal ini, biasanya saya akan memberikan kesempatan untuk main sebelum akhirnya cara pertama sampai ketiga saya terapkan ke Ghazy. 

"Ummi kasih waktu sampai HP Ummi bunyi ya. Setelah itu, kita tidur."

Batas waktunya adalah sampai HP berbunyi. Ini karena Ghazy belum paham konsep waktu juga. Jadi batasan dia boleh main juga harus menggunakan cara yang dia pahami.


sleep training
Kalau  tidur kamarnya bisa segelap ini


Tentang Pola Tidur Ghazy


Setelah ikhtiar yang saya lakukan di atas, alhamdulillah saya jarang sekali bermasalah dengan waktu tidur Ghazy. Semalam-malamnya, Ghazy tidur pukul 21.30. Waktu masih baru lahir dia juga tidur jam segitu. Masih suka bangun untuk mencari ASI tapi tidak sampai rewel. Asal kebutuhan ASI-nya terpenuhi masalah selesai.

Semakin besar, waktu terbangunnya di malam hari semakin berkurang. Di usia Ghazy yang 10 bulan ini, biasanya jam 20.00 dia sudah minta tidur. Jam 21.00 dan 22.00 masih suka terbangun untuk minta ASI. Selebihnya, dia akan tidur sampai subuh. Kisaran jam 3 atau 4 pagi, dia bangun lagi untuk minta ASI. Subuh juga bangun, meski tidak lama. Biasanya setelah sholat, dia sudah merengek untuk minta ASI lalu tertidur lagi. Jam 6 atau 6.30, Ghazy bangun lagi untuk main dan sarapan.

Iya, semudah itu mengkondisikan Ghazy.

Pola tidur seperti ini mungkin akan berubah lagi ketika Ghazy akan sapih nanti. Mungkin. Bisa juga tidak kalau sapihnya pelan-pelan. Nanti, kalau Ghazy sudah melalui proses sapih, saya akan cerita lagi.

Kesimpulan

Ada banyak sekali cara yang bisa kita pilih untuk membentuk pola tidur anak. Ini kembali ke masing-masing orangtua. Tapi, kalau kalian ingin menidurkan bayi dengan mudah dan minim drama, cara saya bisa juga dicoba. Siapa tahu berhasil.

Kalau kalian punya cara lain yang sama efektifnya, share di kolom komentar ya.

Sep 21, 2020

Kenali dan Deteksi Pikun Sejak Dini

pikun


Pernah nonton film A Moment to Remember? Ini film Korea yang cukup lama. Saya sendiri nonton film ini waktu masih kuliah. Kira-kira 9 atau 10 tahun yang lalu. Film ini bercerita tentang pasangan suami istri yang istrinya mengidap Demensia Alzheimer. Apa itu? Mudahnya, pikun. 

Ini lumayan parah. Dalam cerita itu, istrinya bisa lupa jalan pulang ketika sedang pergi ke tempat belanja yang biasa dikunjungi. Parahnya, dia lupa kalau sudah menikah. Dia pikir masih pacaran dengan mantannya yang dulu. Singkat cerita, akhirnya dia kehilangan hampir seluruh memori yang dia miliki.

Film ini betul-betul mengandung bawang. Saya menangis sesenggukan saat menyaksikannya. Tapi, gara-gara film ini juga, saya jadi sering mempertanyakan diri sendiri. Jangan-jangan saya kena Alzheimer juga, saking seringnya lupa. Semua pertanyaan itu kemudian sirna setelah saya mengikuti Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia yang diselenggarakan hari Minggu, tanggal 20 September 2020 kemarin.

pikun


Mengenal Demensia Alzheimer


Tentang lupa, saya ini sering banget lupa ini itu. Sering banget mau ambil barang di kamar, begitu masuk kamar, lupa mau ngapain. Atau, ketika mau ambil sesuatu di kulkas. Begitu buka kulkas, mata hanya mampu menatap nanar tanpa tahu mau ambil apa tadi. Masih banyak contoh yang lain. Suami saya dari yang B aja sampai kesal sendiri dengan ini.

Gara-gara ini, saya pernah kepikiran jangan-jangan saya kena Alzheimer seperti Su Jin di film A Moment to Remember. Alhamdulillah, kemarin saya ikutan webinar yang diadakan oleh PT Eisai Indonesia (PTEI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf  Indonesia (PERDOSSI). Melalui webinar ini, saya mulai paham Demensia Alzheimer itu apa? Kalau kita sering lupa, apakah ini sudah termasuk gejala Demensia Alzheimer atau bukan? Nah, kita akan bahas di sini.

Apa itu Demensia Alzheimer?


Demensia Alzheimer merupakan sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif, emosi, daya ingat, perilaku, serta kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kita sering menyebut ini dengan pikun. Nah, pertanyannya, apakah pelupa ini sama dengan pikun? Ternyata, tidak.

Apa bedanya pelupa dan pikun?


Lupa dan pikun merupakan dua hal yang berbeda. Kalau lupa, ini terjadi karena gangguan pemusatan perhatian. Ini tidak permanen, hanya sementara. Cirinya, lupa nama orang yang jarang ketemu, mengeluh sering lupa tapi bisa memberikan contoh hal yang dilupakan, sesekali kesulitan menemukan kata yang tepat saat berbicara. Selain itu, biasanya dia akan ingat hal penting, pembicaraan tidak terganggu, kehidupan sosial seperti biasa, kadang kesulitan menentukan arah, tapi tidak
sampai tersesat.

Sedangkan pikun, ini terjadi karena fungsi kognitif menurun disertai gangguan aktivitas keseharian. Cirinya, pasien bisa lupa nama orang yang sering ketemu, mengeluh lupa hanya bila ditanya, dan tidak bisa memberikan contoh apa yang dilupakan. Pasien juga sering kesulitan menemukan kata yang tepat saat berbicara. Mereka juga sering lupa hal penting, kemampuan bicara sangat terganggu, kehilangan minat untuk aktifitas sosial, dan juga sering tersesat meski sedang di lingkungan sekitar rumah saja.

Kalau menurut definisi dan cirinya, alhamdulillah saya nggak pikun. Tapi, saya pelupa saja.

Pentingnya Deteksi Dini Alzheimer


pikun


Seperti yang kita ketahui bersama, penyakit ini banyak sekali dialami oleh para lansia. Saking banyaknya, kita jadi menganggap ini sebagai hal yang normal. Padahal berdasarkan data dari Alzheimer’s Disease International dan WHO, terdapat lebih dari 50 juta orang di dunia mengalami demensia dengan hampir 10 juta kasus baru setiap tahunnya. Dari banyaknya kasus tersebut, Alzheimer menyumbang 60-70% kasus.  

Jika gejala ini mampu dideteksi sedari dini, ini akan membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif dan pengaruh psiko-sosial dengan lebih baik. Selain itu, percepatan kepikunan juga bisa dikurangi. Ini sebabnya, deteksi Demensia Alzheimer sejak dini itu penting dilakukan agar penderita mampu mendapatkan penanganan yang tepat sebelum keadaan semakin memburuk.

Dalam Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia kemarin, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS juga mengatakan, “Saat ini kita mulai memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lanjut usia (lansia). Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019, dan diperkirakan akan terus meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%). Jumlah lansia yang terus meningkat tersebut dapat menjadi aset bangsa bila tetap sehat dan produktif. Namun lansia yang tidak sehat dan tidak mandiri akan berdampak besar terhadap kondisi sosial dan ekonomi bangsa. Demensia Alzheimer merupakan salah satu ancaman bagi lansia di Indonesia saat ini."

Lebih lanjut  dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS mengatakan, “Kementerian Kesehatan mendukung penuh Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia ini karena merupakan bagian dari edukasi yang sangat penting untuk mencegah lansia terkena Demensia Alzheimer. Harapannya, makin banyak lansia yang terdeteksi Demensia Alzheimer dapat ditangani sejak awal sehingga dapat terus produktif.”

pikun



Upaya untuk Mengenali dan Mendeteksi Pikun Sejak Dini


Mengingat pentingnya untuk kenal dan mampu mendeteksi pikun sejak dini, tentunya harus ada upaya yang dilakukan supaya semakin banyak orang yang paham akan hal ini? Bagaimana caranya? Salah satu caranya adalah dengan melakukan Kampanye Edukatif #ObatiPikun. Dalam kampanye ini, PT Eisai Indonesia dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) mengajak dokter serta masyarakat awam untuk mengenal lebih dekat Demensia Alzheimer ini.

pikun



Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI, DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K) dalam sambutannya mengatakan, “Edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan secara terus menerus sangat penting. Sebagai bagian dari program kampanye edukatif #ObatiPikun yang kami canangkan bersama dengan PT. Eisai Indonesia (PTEI), maka kami mengadakan Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia ini. Para peserta akan mendapat penjelasan menyeluruh mengenai Demensia Alzheimer dari berbagai narasumber dibawah naungan PERDOSSI. Dalam kesempatan itu pula, peserta akan diperkenalkan pada sebuah aplikasi deteksi dini Demensia Alzheimer bernama aplikasi E-Memory Screening (EMS). Melalui Aplikasi EMS ini kami berharap semakin banyak masyarakat yang mengetahui gejala awal Demensia Alzheimer dan juga bagaimana penanganannya.”

pikun



Aplikasi E-MS resmi diluncurkan pada tanggal 20 September 2020 dan dapat diunduh dengan mudah oleh dokter dan masyarakat awam di Playstore dan Appstore. Aplikasi E-MS ini akan menilai kondisi memori seseorang dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait Demensia Alzheimer yang mungkin dialami oleh pengguna aplikasi. Setelah itu, Aplikasi E-MS akan memberikan skor dan apabila skor tersebut menunjukkan kondisi abnormal, maka aplikasi ini akan menyediakan fitur direktori rujukan terpercaya kepada dokter di sekitar pengguna aplikasi berdasarkan GPS termasuk informasi jarak, nama dokter beserta keahliannya di bidang Demensia Alzheimer, serta nomor call center RS yang dapat dihubungi. Selain deteksi dini, aplikasi ini juga menyediakan ragam informasi terpercaya dan akurat mengenai Demensia Alzheimer dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam. Aplikasi ini juga menyediakan tips dan trik dalam merawat Orang Dengan Demensia (ODD) secara efektif dan efisien.

Penutup


Jangan anggap remeh Demensia Alzheimer. Siapkan orang terdekat bila nanti kita akan menderita ini. Selain itu, bila ada tanda-tanda gejala demensia mulai tampak pada orang terdekat kita, segera tidak lanjuti untuk mencegah kondisi yang semakin memburuk.


Berkonflik Sehat dengan Mertua

mertua menantu


"Emang kaya gitu ya kalau sama mertua? Aku baik-baik aja tuh."

"Iya, belum. Tunggu aja sensasinya."

Gitu kata teman saya setelah mereka curhat tentang mertua masing-masing. Bagaimana mereka akhirnya bisa menerima mertuanya. Bagaimana dulunya derai air mata selalu mengucur tiap kali bertemu dengan mertua. Sementara itu, saya tidak merasakannya.

Mungkin, karena waktu itu saya memang baru saja menikah. Kami juga tidak tinggal serumah dengan mertua atau orangtua saya. Tapi, satu hal yang saya rasakan. Rasanya amat sangat tidak nyaman menginap di rumah mertua. Bukan, bukan karena perlakuan beliu yang tidak menyenangkan. Saya hanya belum terbiasa.

Berjalan satu tahun pernikahan bisa dibilang saya tidak pernah melalui konflik dengan mertua. Semuanya tetap baik-baik saja. Saya senang ketika mertua datang. Meskipun, biasanya posisi aneka rupa peralatan dapur jadi bergeser. Saya biarkan saja. Setelah mereka pulang, baru saya kembalikan seperti semula lagi. Mungkin mereka bosan kalau tidak melakukan apapun.

Konflik dengan mertua mulai saya rasakan sejak Ghazy hadir ke dunia ini. Ibu mertua saya punya banyak sekali harapan ke Ghazy. Ingin dia bisa begini begitu yang belum bisa beliau lihat dari anaknya sendiri. Seolah berkata, "kalau anakku nggak bisa begitu, paling tidak cucuku."

Hanya saja, beliau ini maksanya bukan main. Ini belum lagi di luar perbedaan pandangan pengasuhan antara saya dan ibu. Apa yang beliau minta, tidak saya lakukan. Apa yang beliau larang justru saya lakukan. Saya pernah memberi alasan, "kata dokter nggak boleh." Tapi beliau tidak bisa menerima. Malah bilang kalau beliau ini sudah pengalaman membesarkan anak.

Hmmmm... Kalau sudah begini, mari kita iyakan saja.

Mertua saya cukup baperan. Beliau ini sensitif dan suka overthinking. Sementara itu, saya ini agak males berurusan dengan orang yang mudah baper. Biasanya saya cuekin saja. Sungguh kontradiktif, tapi kan nggak bisa dibiarkan. Tentu, ini jadi masalah baru. 

Akhirnya, saya coba untuk mengurangi memberikan informasi yang sekiranya bisa membuat ibu overthinking. Video-video perkembangan Ghazy saya filter dulu sebelum kirim. Video yang sekiranya menimbulkan komentar beliau, saya tidak kirimkan. Saya cuma kirim ke ibu saya saja. Ini juga masalah lagi.

Ibu mertua tidak suka ibu saya menggunakan foto Ghazy sebagai profil whatsapp. Beliau juga iri kalau saya kirim video ke ibu. Tapi, kalau saya kirim video serupa, biasanya respon yang muncul adalah aneka rupa bentuk kasihan atau larangan. Saya yang kesal bukan main kalau sudah dibeginikan. 

"Kasihan. Itu anaknya digendonglah."
"Kasihan, jangan digituinlah."

Dan, lain-lain.

Tentang konflik dengan mertua, saya tidak sendiri. Rasanya ini sudah jadi topik yang amat umum dirasakan oleh para menantu. Tidak semua memang. Tapi banyak.

Boleh dibilang, konflik dengan mertua itu adalah satu hal yang tidak bisa dihindarkan. Jangankan dengan mertua, dengan orangtua sendiri saja bisa. Permasalahannya bukan pada akan ada konflik atau tidak. Tapi, bagaimana kita bisa menyikapi konflik itu supaya tidak berlarut-larut.

Konflik yang Terjadi Antara Mertua dan Menantu

mertua menantu
sumber: Canva


Di atas tadi, saya cerita bagaimana konflik yang terjadi antara saya dengan mertua. Ini didominasi karena cucu. Ada harapan yang besar dan perbedaan pandangan pola asuh yang membuat kami sering sekali selisih pendapat. Lalu, bagaimana dengan orang lain? Ada beberapa hal yang biasanya menjadi pemicu konflik antara mertua dan menantu

1. Tekanan untuk memiliki anak

Saya pribadi tidak merasakan hal ini. Mertua saya dulu justru banyak sekali mendoakan saya supaya bisa segera memiliki momongan. Tidak ada tekanan lebih. Meskipun, kami harus menunggu 7 bulan lamanya.

Saya cukup beruntung dengan ini. Realitanya, ada pasangan yang ditekan untuk memiliki anak. Serangan pertanyaan kapan punya anak ini justru lebih sering datang dari keluarga sendiri. Bagi saya, ini jauh lebih melelahkan dibanding harus menjawab aneka rupa pertanyaan dari kerabat.

2. Dosis keterlibatan mertua dalam rumah tangga

Ini biasanya terjadi kalau kita tinggal dengan mertua. Sedikit atau banyak pasti akan ada keterlibatan beliau. Saya sendiri merasa tidak nyaman ada di dapur saat ada mertua saya di rumah. Banyak tata letak yang diubah. Cara memasak pun berbeda.

Lama kelamaan, saya biarkan. Kami bergantian menggunakan dapur untuk meminimalisir konflik. Ini sudah terjadi secara alamiah. Kalau saya lagi masak di dapur, mertua saya mundur. Begitu juga kalau mertua yang masak, saya mundur.

Ini masih urusan dapur. Beberapa rumah tangga justru mengalami masalah yang jauh lebih berat lagi. Semuanya diatur. Harus begini, harus begitu.


3. Perbedaan cara mengasuh anak

Nah, ini yang saya alami. Konflik ini biasanya muncul setelah ada cucu. Perbedaan cara mengasuh anak sering menjadi perdebatan tersendiri. Apalagi kalau sudah ada cocoklogi muncul, wadidaw diiyain ajalah. 

Saya pernah curhat ke ibu sendiri terkait hal ini. Ibu saya bilang, diiyain aja. Toh, saya tidak tinggal dengan mertua. Toh, kami hanya berkirim kabar melalui Whatsapp. Lain ceritanya kalau kami tinggal bersama.

4. Ketergantungan finansial

Sejujurnya, saya agak tidak paham dengan hal ini. Mungkin, ini karena baik mertua maupun orangtua saya tidak pernah bergantung secara finansial ke anak-anaknya. Kalaupun minta bantuan, pasti nanti akan diganti.

Kedua, saya sendiri memegang prinsip bahwa ibu mertua saya masih menjadi kewajiban suami. Jadi, ketika beliau punya masalah secara finansial, suami saya punya kewajiban memberi beliau nafkah. Mungkin, karena ini juga, ketika mertua saya cerita butuh uang, saya bisa santai saja menanggapinya. Toh, kalau memberi mertua, nanti pasti akan dicukupkan. Meski begitu, konflik karena hal ini nyata adanya.

5. Perbedaan budaya dan tata krama

Ini tidak saya alami sendiri. Saya melihat bahwa orang tua saya itu mirip sekali dengan mertua. Pekerjaan mereka saja sama. Tapi, ini terjadi pada teman-teman saya.

Perbedaan budaya dan tata krama yang seringkali membuat salah paham antara mertua dan menantu. Mertua bilang A, menantu sudah tersinggung duluan. Padahal, di sana ucapan tersebut biasa. 

Konflik semacam ini hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Baper di awal itu pasti adanya. Tapi, lambat laun pasti akan membaik. Menantu yang sering berkunjung lama-lama juga akan paham akan hal ini.

Penyebab Konflik antara Mertua dan Menantu

mertua menantu
sumber: Canva


Tak ada asap, kalau tidak ada api. Konflik antara mertua dan menantu juga tidak akan terjadi kalau tidak ada sebabnya. Konflik antara mertua dan menantu biasanya terjadi karena antara yang satu dengan yang lain butuh waktu untuk saling beradaptasi. 

Setelah anaknya menikah, mungkin ibu mertua akan merasa posisinya akan sedikit tergeser dengan kehadiran menantu. Kalau dulu semua perhatian anaknya hanya ada pada dia, sekarang harus ada perempuan lain. Bukan berarti mertua tidak senang, tapi ya itu tadi. Butuh waktu untuk bisa sepenuhnya menerima keadaan.

Konflik juga biasa terjadi karena mertua masih ingin punya andil besar dalam kehidupan anaknya. Memberikan saran A-Z yang tidak jarang agak memaksa. Buat saya, ini wajar adanya. Bagi orang tua, berapapun usia anak, dia tetap akan menjadi anak. Khawatir ini itu, berharap ini itu, pasti ada. Ini akan jadi semakin besar ketika karakter bawaannya memang sudah suka mengatur.

Kebetulan juga, saya memang juga suka mengatur. Jadi, sedikit banyak saya bisa memahami hal ini. Meskipun, ketika konflik terjadi, saya nggondok juga. Wkwkwk..

Selain itu, konflik antara mertua dan menantu juga terjadi karena menantu yang bingung menentukan sikap. Mau begini begitu, semuanya seolah ada aja kritiknya. Ini saya rasakan juga sih. Terutama, ketika baru saja melahirkan. Begini salah, begitu salah. Semua jadi serba salah.

Tips Menjaga Hubungan Baik dengan Mertua

mertua menantu
sumber: Canva


Seperti yang sudah saya sebut di awal, konflik antara mertua dengan menantu adalah satu hal yang tidak bisa dihindarkan. Mau sering atau jarang. Mau lama atau sebentar. Pasti ada. Jangankan dengan mertua, dengan orang tua sendiri pun kita memungkinkan untuk berkonflik. Apalagi ini orang yang notabene tidak melahirkan kita.

Meski ada konflik di tengah-tengah kita, ini tidak akan menjadi pemutus kewajiban kita untuk berbakti pada mertua juga. Ingat, setelah menikah kewajiban kita bertambah. Mau bagaimanapun juga, bakti suami yang pertama ya ke orangtuanya.

Nah, supaya konflik tidak semakin memanas dan hubungan baik bisa terus berjalan. Ada beberapa tips yang disampaikan oleh Saskhya Aulia Prima, M.Psi, Psikolog yang bisa kita jalani sama-sama.

1. Jalin komunikasi berkala yang konsisten dengan mertua

Dalam salah satu QnA, Aji Nur Afifah pernah cerita kalau dia memang rajin sekali untuk menghubungi mertuanya. Hal ini dia mulai sejak awal menikah. Menurutnya, rasa canggung dengan mertua itu seiring berjalannya waktu akan menghilang kalau memang sudah terbiasa untuk ngobrol bareng. Saya sendiri sepakat, meski belum bisa menjalani seperti yang Apik lakukan.

Ini masuk akal. Komunikasi yang rutin akan menghilangkan gap antara mertua dan menantu. Satu sama lain akan saling memahami. Kalau mertuanya begini, menantu akan paham. Sebaliknya, kalau menantu begitu, mertua pun paham.

Dengan cara ini, bukan berarti tidak ada konflik sama sekali. Tidak. Tapi semuanya bisa diminimalisir dan diselesaikan dengan cara baik-baik. 

2. Berikan porsi keterlibatan pada pengasuhan anak

Nggak ada salahnya lho memberikan porsu keterlibatan pada pengasuhan anak. Asal bukan yang krusial aja. Misal, memilihkan baju anak, mainan, atau hal lain yang menyenangkan. Dengan cara ini, mertua juga lebih dihargai.

3. Bangun koneksi emosional

Kedekatan emosi ini bisa terbentuk kalau kita bisa rutin menjalin komunikasi dengan mertua. Selain rutin menghubungi beliau, coba tanyakan kabar, masak apa, atau hal-hal lain. Mengirim foto cucu juga bisa digunakan untuk membangun koneksi secara emosional.

4. Mengirimkan hadiah pada mertua

Tidak ada salahnya juga mengirimkan hadiah ke mertua. Tidak perlu menunggu momen khusus. Misal, mengirimkan parsel makanan atau hadiah yang lain. Biasanya mereka akan merasa diperhatikan oleh kita.

5. Buat aturan dengan suami terkait keterlibatan mertua

Dalam kasus mertua yang terlalu terlibat, ini perlu ada komunikasi lebih lanjut dengan suami. Buat aturan dan batasan sampai mana orang tua boleh terlibat. Ini perlu dibuat kesepakatan di awal. Bagaimana cara mensiasati keadaan juga harus dibicarakan. Kalau ini sudah ada, menjalani konflik jadi jauh lebih mudah.

Penutup


Ada satu quote menarik yang ingin saya pakai untuk menutup tulisan ini.

"A mother give you a lifa, a mother in-law give you her life." - Amit Kalantri

Artinya, bukan hanya kita yang kesulitan untuk menyesuaikan diri. Beliau pun bisa jadi demikian. Karakter yang berbeda, budaya yang berbeda, dan banyak hal lain yang berbeda. Sama seperti kita yang diminta untuk berbakti padanya, beliau pun harus dipaksa untuk menerima dan menyayangi kita seperti anak sendiri. Padahal, sebelumnya kita tidak saling kenal, dibesarkan tidak, apalagi dilahirkan.

Sep 14, 2020

Tarbiyatul Jinsiyah, Bukan Pendidikan Seks Biasa

pendidikan seks dalam islam



"Mungkin nanti kalau anakku udah besar dan punya pacar, aku bakal bilang kalau pacaran jangan lupa bawa kondom."

Saya masih ingat betul, ada salah satu influencer parenting yang menyampaikan demikian. Bukan psikolog, hanya ibu biasa, tapi punya basis follower yang besar. Dia bilang, sebagai orangtua kita perlu mengambil tindakan preventif dengan tetap menyesuaikan zaman. Karena makin ke sini tidur bareng pacar itu bukan lagi hal yang tabu, sebagai orangtua ya nggak bisa protes. Kurang lebih begitu cuap-cuapnya melalui salah satu akun sosial medianya.

Apakah saya sepakat dengannya? Tentu saja tidak. Sebagai orangtua, saya punya kewajiban agar anak saya tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Ini bukan hanya soal hamil atau menghamili saja, tapi lebih dari itu.

Kekhawatiran Orangtua dengan Kondisi Zaman

pendidikan seks dalam islam



Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin ke sini, tantangan sebagai orangtua itu semakin wow. Kemarin saya sempat ngobrol dengan suami terkait pesta gay yang diselenggarakan di salah satu kota. Buat saya pribadi, ini mengerikan sekaligus hal yang menjijikkan. Bagaimana mungkin dalam satu waktu berbagi pasangan seksual dengan orang lain. Lebih mengerikan lagi ketika itu dilakukan oleh sesama jenis. Allahu Akbar!

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَـقَدْ ذَرَأْنَا لِجَـهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَا لْاِ نْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اٰذَا نٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَا ۗ اُولٰٓئِكَ كَا لْاَ نْعَا مِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 179)

Di dalam Alquran disebutkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang amat mulia. Bahkan kedudukannya bisa lebih tinggi dari malaikat. Tapi, karena perbuatannya sendiri, dia bisa jauh lebih rendah dari hewan ternak. 

Dari contoh kasus pesta seks yang saya sebutkan itu, sudah amat jelas bagaimana perilaku manusia yang bahkan melebihi hewan. Kucing, anjing, dan hewan lain itu memang banyak yang berbagi pasangan. Tapi, mereka tahu bahwa untuk melakukan hubungan seksual ya hanya dengan lawan jenisnya saja. Bukan dengan sesama jantan atau betina. Kalau hewan saja tahu, kenapa manusia bisa melakukan hal semacam ini? Astaghfirullah.

Dulu, para orangtua khawatir ketika memiliki anak perempuan. Mereka khawatir anak perempuannya menjadi korban pelecehan seksual. Kini, orangtua yang memiliki anak laki-laki pun sama khawatirnya. Kita bisa lihat berapa banyak kasus sodomi yang dilakukan oleh para paedofilia. Ngeri!

Ingin rasanya mendekap anak saya dalam buaian saja, melarangnya untuk pergi ke mana saja. Tapi, apa iya itu solusi terbaik untuk melindungi anak saya dari berbagai kasus pelecehan seksual ataupun seks bebas? Tentu tidak. Mengurung anak di dalam rumah justru akan menimbulkan masalah yang lain.

Pendidikan Seksual, Mampukah Menjadi Sebuah Solusi?

pendidikan seks dalam islam



Saking banyaknya kasus pelecehan seksual dan seks bebas di kalangan anak muda, muncullah penyuluhan yang diberi nama pendidikan seksual atau sex education. Dalam pendidikan ini, anak akan diajarkan untuk mengenal sistem reproduksinya serta bagaimana melindungi dirinya dari segala bentuk pelecehan seksual. Untuk remaja, biasanya lebih dari tadi. Mereka akan dikenalkan juga resiko dari seks bebas itu apa.




Sebetulnya, ini bukan penyuluhan baru. Bahkan sejak saya SMA, hal semacam ini sudah ada. Dari pendidikan seksual yang pernah saya dapat, saya diajarkan resiko yang terjadi kalau saya melakukan seks bebas. Mulai dari kehamilan sampai terkena penyakit-penyakit mengerikan. Kami pun diberikan solusi praktis akan hal ini. 

Apa itu? Penggunaan alat kontrasepsi.

Ini sebetulnya agak bias. Bahkan, kalau sekarang saya pikir ulang, kok rasanya jadi semacam bilang gini.

"Seks bebas itu bahaya. Jangan coba-coba. Tapi, kalau mau coba, jangan lupa pakai kondom ya."

Nah, loh. Gimana nih? Akhirnya, nggak heran juga ketika kita melihat angka seks bebas yang makin meningkat meski pendidikan seksual sudah diberikan. Anak muda sekarang bahkan tidak sungkan menyatakan dirinya sudah tidak perawan lagi. Ini seolah bilang ke dunia.

"Gue udah ngelakuin yang enaena, tapi nggak hamil tuh. Gue juga nggak kena penyakit aneh-aneh juga."

Astaghfirullah.

Saya jadi teringat celetukan salah satu guru Biologi di SMA saya. Waktu itu,  ada salah satu teman seangkatan saya yang hamil di luar nikah saat kami duduk di Kelas XII. Saat sedang mempersiapkan ujian praktik Biologi, guru saya datang dan menyampaikan ini.

"Ya gini ini kalau sistem reproduksi diajarkan di Kelas XI, waktu Kelas XII jadi dipraktikkan."

Agak ngawur memang. Tapi, ada benarnya juga. Sekarang, coba kita amati dengan seksama. Berapa banyak pendidikan seks yang sudah disampaikan ke para remaja dan berapa banyak pula remaja yang akhirnya menjadi pelaku seks bebas? Ciuman hingga tidur bersama, seolah bukan lagi hal yang tabu.

Hal ini seolah memberikan petunjuk kepada kita bahwa pendidikan seksual saja tidak akan pernah cukup. Anak butuh pendidikan lain yang jauh lebih menyeluruh. Tujuannya, bukan hanya agar anak paham sistem reproduksinya, resiko seks bebas serta bagaimana cara mencegahnya, tapi lebih dari itu. 

Tarbiyatul Jinsiyah, Bukan Sekedar Pendidikan Seks

tarbiyatul jinsiyah


Islam adalah ajaran agama yang amat sempurna. Semua masalah yang ada di muka bumi ini, pasti ada solusinya berdasarkan sudut pandang Islam. Termasuk masalah yang sedang kita hadapi bersama ini. Masalah ini pun ada solusinya dalam Islam. Kalau kita melihat solusi yang Islam tawarkan, ini sudah pasti baik. Kenapa? Karena solusi tersebut datang dari Sang Pencipta sekaligus Pengatur Alam Semesta ini.

Terkait masalah pergaulan bebas dan bagaimana cara melindungi diri dari segala bentuk pelecehan seksual, Islam telah mengatur hal ini. Ketika kita ingin memberikan pendidikan pada anak kita, maka alangkah baiknya bila kita bersandar pada bagaimana Islam mengatur hal ini. Bila dalam konsep modern kita mengenal pendidikan seksual. Islam punya konsep yang jauh lebih detail dan menyeleruh.

Apa itu? Tarbiyatul jinsiyah.

Tarbiyatul jinsiyah merupakan pendidikan seksual yang mengintegrasikan antara pendidikan seksual dengan aqidah, akhlak serta ibadah. Antara satu dengan yang lain harus berhubungan. Bila tidak, maka arah pendidikan seksual yang ditanamkan menjadi bias arahnya. Resikonya, hal ini bisa menimbulkan penyimpangan seksual di kemudian hari.

Dalam pendidikan seksual yang dikenalkan di masyarakat, anak hanya belajar mengenai sistem reproduksi antara pria dan wanita. Pertanyaannya, apakah pengenalan ini mampu menjadi penangkal kerusakan moral yang ada? Ataukah justru menjadi pemicu masalah? Anak yang awalnya tidak tahu, malah jadi tahu dan tertarik untuk mencoba.

Pendidikan seksual yang umum disampaikan biasanya punya tujuan untuk menekan pergaulan bebas. Ini sebabnya batasan pergaulan pun dijelaskan. Sayangnya, batasan pergaulan ini hanya menyinggung ranah resiko dari perbuatan tersebut. Contoh, kehamilan di luar nikah, penyakit kelamin, serta HIV/AIDS. Dalam tarbiyatul jinsiyah, ini jauh lebih lengkap karena dilandaskan pada aqidah serta pendidikan akhlak. Resiko yang dijabarkan juga bukan hanya tentang kehamilan, penyakit kelamin, maupun HIV/AIDS saja, tapi juga tanggung jawab dan resiko di akhirat.

Pemahaman tentang batasan aurat, apa itu mimpi basah, air mani, wadi, darah haid, nifas, dan lain-lain akan dijelaskan berdasarkan fiqih Islam yang jauh lebih detail. Bahkan, satu paket dengan ajaran agama.

4 Konsep Tarbiyatul Jinsiyah

tarbiyatul jinsiyah



Ada 4 hal yang perlu ditanamkan pada anak ketika memberikan tarbiyatul jinsiyah. Keempat hal itu adalah aurat, mahram, batasan pergaulan dalam Islam, serta gender.

1. Aurat

"Pakai baju yang sopan."

Kita seringkali mendengarkan istilah ini. Sayangnya, batasan sopan dan tidaknya ini masih amat sangat bias. Ada orang yang berasumsi bahwa pakaian yang sopan adalah menggunakan pakaian yang amat tertutup, lengannya pun agak panjang. Tapi, ada juga yang tidak begini. 

Saya pernah mendapati teman saya yang ngomel-ngomel karena ditegur untuk menggunakan baju yang sopan. Menurut dia, pakaian yang dia gunakan sudah cukup sopan. Sementara itu, bagi kami itu sedikit agak terbuka. Dari kasus ini, kita bisa sama-sama belajar bahwa kata "sopan" tidak bisa dijadikan standar kita untuk memilih pakaian. Harus ada standar lain yang jauh lebih jelas.

Dalam Alquran, batasan aurat dijelaskan dengan amat detail. Bagian yang harus ditutup dan bagaimana cara menutupnya pun telah dijelaskan secara terperinci. Anak pun perlu diajarkan untuk menutup aurat bukan karena malu, tapi karena Allah yang perintahkan hal ini. Semua aturan ini Allah buat untuk menjaga kita dari hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan. 

2. Mahram

Anak perlu dikenalkan siapa saja yang menjadi mahramnya. Konsep ini perlu dikenalkan pada anak agar mereka paham kepada siapa mereka boleh membuka aurat mereka. Selain itu, batasan aurat apa saja yang diperkenankan untuk dilihat mahram. Ini penting, mengingat banyak sekali kekeliruan yang terjadi. Umumnya, orang berasumsi bahwa seluruh keluarga besar adalah mahram. Padahal bukan. Tidak semua keluarga kita adalah mahram.

Kekeliruan yang paling umum terjadi adalah keliru memahami bahwa sepupu dan ipar sebagai mahram. Padahal, mereka bukan mahram kita. Akhirnya, banyak pula orang yang membuka aurat di depan sepupu atau iparnya hanya karena dianggap sebagai saudara.

3. Pergaulan dalam Islam

Anak perlu dikenalkan aturan pergaulan dalam Islam. Ada dua hal yang dilarang, yaitu khalwat dan ikhtilat. Khalwat artinya berduaan, sedangkan ikhtilat artinya campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa alasan yang syar'i.

Betapa banyak kerusakan moral yang terjadi hanya karena pelanggaran kedua hal ini. Contoh, dari yang awalnya duduk berduaan, jadi bobok berduaan. Dari yang awalnya nongkrong bareng, jadi pesta seks bareng. 

4. Gender

Anak juga perlu dikenalkan konsep gender. Mereka perlu tahu bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda. Bentuk fisiknya berbeda, peran mereka berbeda, serta jalan untuk mencari pahala di sisi Allah pun berbeda. Ini tidak bisa disamakan seperti sebagaimana yang sering digaungkan oleh kaum liberal.

Penutup


Kita memang tidak bisa memastikan bahwa di kemudian hari anak kita sama sekali tidak akan pernah terjerumus dalam pergaulan bebas setelah paham akan tarbiyatul jinsiyah. Tapi setidaknya dengan memahamkan anak akan hal ini, mereka punya rem untuk tidak mendekati hal ini. Mereka tidak melakukannya bukan karena kita tapi karena Allah Maha Melihat. Sekali pun kita tidak mampu mengawasi mereka, tapi CCTV Allah akan selalu hidup.

Pada akhirnya, selain ikhtiar maksimal terkait hal ini, kita juga perlu banyak berdoa dan memasrahkan segala urusan pada Allah. Hanya Allah yang mampu menjaga anak-anak kita ketika mereka berada di luar dekapan kita. Semoga dengan cara ini, anak-anak kita bisa terus selamat dari bahaya kerusakan moral ini. 

Sep 7, 2020

[Review Film] Kim Ji-Young: Born 1982

Kim Jin-Young:Born 1982


Kim Ji Young: Born 1982 adalah film yang saya tonton awal tahun 2020 ini. Sudah cukup lama memang, tapi vibesnya masih terasa hingga kini. Film ini diangkat dari novel yang disusun oleh Cho Nam-Ju dengan judul serupa. Tulisannya didasarkan pada budaya yang ada di Korea tentang bagaimana seorang perempuan yang sudah menikah diperlakukan.

Katanya juga, karya Cho Nam-Ju ini merupakan bentuk kritik tidak langsung terhadap budaya patriaki yang ada di sana. Meski tidak semuanya sama, tapi apa yang dialami oleh Kim Ji-Young ini memang banyak dialami oleh kita sebagai ibu baru.

Tulisan ini akan banyak mengandung spoiler. Jadi, buat nggak suka dikasih spoiler, bisa skip aja bagian sinopsisnya.

Sinopsis Kim Ji-Young: Born 1982

Film ini dibuka dengan scene yang cukup membuat gemas dan penasaran tentang siapa Kim Ji-Young, apa yang sudah dia lakukan sampai jadi bahan omongan orang. Ceritanya Kim Ji-Young sedang duduk santai di taman sambil meminum kopi. Sepertinya sih, dia sedang istirahat sebentar setelah mengajak bayinya jalan-jalan.

Lagi enak-enaknya menikmati segelas kopi panas, terus ada orang yang nyeletuk di belakangnya.

"Enak banget ya bisa minum kopi santai kayak gitu. Tinggal habisin duit suami aja."


Kim Jin-Young:Born 1982



Jujur, komentar ini yang bikin saya penasaran lebih lanjut sama Kim Ji-Young ini. Siapa sih dia kok sampai dibilang gitu? Si cewek matre kah? Suaminya sekaya apa sih? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain.

Scene berikutnya nih yang menjelaskan Kim Ji-Young ini siapa. Dia ini ibu rumah tangga yang ceritanya baru melahirkan. Nggak baru-baru amat sih. Tapi anaknya masih di bawah satu tahun. Sebagai ibu yang juga punya anak umur segini, tahu buanget gimana repotnya urus rumah dan diri sendiri.

Dia tinggal bersama suami dan anaknya. Tempat tinggalnya bukan tempat tinggal yang sederhana. Bisa dibilang standard lah ya.


Kim Jin-Young:Born 1982



Meski sudah digambarkan siapa Kim Ji-Young ini, masih ada pertanyaan besar dalam benak saya. Sematre apa sih dia sampai dikatain begitu? 

Sampai akhirnya, ketemu nih sama suaminya. Kalau dilihat di film ini, suaminya tuh buaik banget. Suaminya bukan suami yang cuma kerja, terus sampai rumah istirahat. Nggak gitu.

Jung Dae-Hyun, suami Ji-Young ini tipe-tipe family man banget. Kalau di rumah, dia ikut asuh anaknya. Main sama anaknya. Bahkan, dia juga ikut mengerjakan pekerjaan rumah, seperti mencuci baju.

Dae-Hyun ini sebetulnya sadar kalau istrinya ini sedang tidak baik-baik saja. Tapi, dia bingung gimana ngomongnya. Setiap dia tanya ke Ji-Young, jawabannya ya sama.

"Aku baik-baik aja kok."

Biasalah. Perempuan memang gitu. Sering merasa baik-baik saja. Padahal, dia lagi stress berat atau capek yang luar biasa.

Tahu istrinya begini, Dae-Hyun pingin ngajakin istrinya buat piknik alih-alih dateng ke acara tahun baru bareng keluarga. Tapi Ji-Young menolak. Dia nggak bisa skip acara itu karena dia merasa wajib bantuin ibu mertuanya siapin acara keluarga.

Dan tibalah hari yang dinanti. Dari raut wajahnya sih, Ji-Young tuh udah capek banget. Secara fisik dia capek, secara mental dia juga capek.

Satu scene yang bikin saya kesel lagi adalah ketika ibu mertuanya ngasih celemek masak buat Ji-Young. Katanya, lihat celemek keinget menantunya. Maksud ibu? Menantu ibu pembantu? 


Kim Jin-Young:Born 1982



Asli, saya kesel banget sama mertuanya. Mana kayak semuamuanya dikasih ke Ji-Young. Terus waktu Dae-Hyun mau bantuin, sama ibunya nggak diizinin. Part yang lebih ngeselin sekaligus bikin gue bengong kebingungan adalah scene ketika adik Dae-Hyun datang.

Adik iparnya datang, lalu ibunya menyambut dengan manis. Muanis banget sampai nggak boleh bantu apa-apa. Padahal, Ji-Young masih di dapur ngurus ini itu. Ya kesel kan jadinya.

Lalu, sesuatu terjadi. Tiba-tiba Ji-Young ngomel. Sejujurnya, saya nggak ngeh maksudnya waktu Ji-Young ngomel ini. Saya kira, ini cuma karena capek dan sebel yang sudah tumbuh menjadi satu. Ternyata, tidak sesederhana itu.

Siapa orang yang sadar dengan ini? Tentu saja Dae-Hyun. Tapi, dia nggak ngerti ngasih tahu ke Ji-Young dan orang-orang gimana.

Pelan-pelan, Dae-Hyun minta Ji-Young buat dateng ke psikolog. Masalahnya, Dae-Hyun nggak bilang ke Ji-Young separah apa dia. Dae-Hyun cuma bilang kalau MUNGKIN Ji-Young butuh psikolog. Jadi, ya nggak salah dong kalau Ji-Young ngebatalin konsultasi sama psikolog ketika tahu harganya.

Ji-Young ini seperti banyak ibu yang ada di luar sana. Dia memutuskan untuk berhenti bekerja setelah punya anak. Meski begitu, rutinitas jadi ibu yang rasanya gitu-gitu aja bikin dia pingin balik kerja lagi. Meraih segala hal yang dia cita-citakan.

Bagian ini juga bikin dia galau. Apalagi bosnya yang dulu nawarin kerja bareng dia. Sempat izin ke suaminya, tapi sama suaminya dilarang. Sebetulnya, Dae-Hyun ngelarang bukan karena takut disaingin apa gimana sih. Dia khawatir aja sama istrinya. Sekarang aja istrinya udah cukup stress. Kalau kerja, apa kabar?

Tapi lagi-lagi gara-gara masalah komunikasi yang nggak bener, maksud Dae-Hyun jadi nggak sampai ke Ji-Young. Stress lagi. Muncul lagi kepribadian lain di dirinya. Suaminya sampai nangis lihat kondisi ini. Super duper merasa bersalah ke Ji-Young. Dia merasa Ji-Young begini karena nikah sama dia.

Akhirnya, Dae-Hyun izinin Ji-Young kerja. Dia milih buat sama-sama asuh anak. Bahkan, Dae-Hyun rela ambil cuti pasca melahirkan. Oya, kalau di Korea ini juga berlaku ke suami. Meskipun, banyak yang akhirnya kesulitan untuk kembali bekerja.

Dae-Hyun ini nggak bilang ke ibunya. Eh, Ji-Young dong, waktu ditelpon mertuanya dengan suka cita cerita hal ini. Ya ngamuk mertuanya. Sebetulnya, mertuanya ini udah agak mulai merasa bersalah dan stop push menantunya. Tapi, gara-gara diceritain gini dan merasa karier anaknya terancam dia marah banget.

Ji-Young stress lagi. Muncul lagi kepribadiannya yang lain. Dia jadi orang lain lagi. Kali ini ibunya tahu dan hancur banget lihat anaknya sedepresi itu. Ibunya sebel sama keadaan yang lebih memuliakan anak laki-laki dibanding perempuan.


Kim Jin-Young:Born 1982



At the end, Dae-Hyun coba bilang ke Ji-Young lagi untuk pergi ke psikolog. Dia tunjukin bukti kalau Ji-Young literally butuh bantuan. Ini agak sulit buat diterima memang. Tapi, demi anaknya, Ji-Young mau melakukan itu.

Ji-Young mundur dari tawaran pekerjaan yang dikasih bosnya. Dia mau fokus sama terapinya. Dia belajar buat ngungkapin apa yang dia pendam secara verbal dan tulisan. Dan, hal-hal baik pun terjadi. Ji-Young nemu cara untuk bisa tetap menyalurkan eksistensi diri tanpa meninggalkan keluarganya.

Oya, di akhir cerita ketahuan tuh siapa yang suka ngomongin Ji-Young di dekat coffee shop. Literally, orang asing. Tapi, tokoh ini betul-betul mewakili segala hal yang terjadi.

Pesan yang Ingin Diambil dari Film Kim Ji-Young: Born 1982

Kim Jin-Young:Born 1982


Setiap film tentu dibuat dengan tujuan tertentu. Melalui segala macam cerita yang disajikan, ada pesan yang ingin disampaikan ke para penikmatnya. Begitu juga film ini. Ada beberapa pesan yang saya tangkap dari film ini.

1. Kritik terhadap budaya patriaki

Kalau kalian nonton film ini, jelas banget kalau film ini emang pingin mengkritik budaya patriaki di Korea. Bahkan, nggak cuma di Korea aja sih, di seluruh penjuru dunia. Biasanya sih, solusi dari hal ini ya ke arah feminisme. 

Perempuan bisa berkarya. Perempuan berhak meraih mimpinya. Perempuan punya kesempatan yang sama dengan laki-laki. Biasanya akan begitu.

Sedikit banyak film ini menyampaikan hal itu juga. Meskipun, di akhir cerita nggak gini-gini amat. Hal yang saya suka dari Ji-Young adalah kekuatannya dalam menerima segala keadaan dan mau bangkit. Pilihan untuk membersamai keluarganya dulu yang akhirnya nuntun dia menuju suksesnya sendiri.

2. Baby blues itu masalah nyata

Dulu, saya pikir baby blues itu hanya terjadi pada ibu-ibu baru, seperti saya. Ibu yang baru pertama kali punya anak. Realitanya tidak. 

Ada banyak ibu-ibu yang sudah pernah melahirkan yang juga terkena sindrom satu ini. Gara-gara itu juga saya jadi kepo lebih dalam. Kok bisa sih?

Dari hasil pencarian sana-sini, akhirnya saya paham bahwa baby blues adalah kondisi yang amat dekat dengan perempuan yang baru saja melahirkan. Kondisi ini dipicu karena perubahan hormon yang amat drastis. Saya sih membayangkannya seperti ketika kita akan datang bulan. Itu kan apa-apa jadi senggol bacok ya. Sensitif sekali. Kalau lingkungan sekitar justru memicu aneka rupa tekanan, ya memungkinkan sekali baby blues ini datang.

3. Pentingnya komunikasi suami istri

Kalau kalian nonton film ini dari awal, pasti gemes banget sama suaminya. Dia tahu dan amat sadar bahwa istrinya itu punya masalah. Tapi, dia diam saja. Bingung sendiri. Padahal, dia itu tinggal bilang lho. Ngobrol sama istrinya, kamu punya masalah. Terus tunjukin buktinya. Selesai.

Ini malah muter-muter dulu. Nanya sana-sini yang berujung pada sama-sama lelah. Istrinya nggak sembuh, tapi sakit hati lagi. Dianya juga makin lelah dengan semua ini. 

Dari film ini, kita bisa belajar bahwa ketika kita punya masalah dengan pasangan, ya sudah, obrolin aja. Cari waktu yang tepat. Misalnya, obrolan sebelum tidur. Kalau nggak bisa ya waktu makan. Waktu ketika semuanya lagi selow dan nggak megang kerjaan masing-masing. Terus ngobrol.

Memang, komunikasi antara suami istri itu tidak semudah teorinya. Banyak sekali pertikaian yang terjadi, hanya dimulai dari obrolan. Nah, ini seninya. Seni memahami pasangan dan bagaimana menyampaikan maksud kita. Tentu, hal semacam ini butuh banyak sekali belajar dan praktik. 

Banyak masalah besar semacam perselingkuhan, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, rumah tangga yang makin dingin, hanya karena ketidakmampuan satu sama lain dalam berkomunikasi. Untuk itu, kalau mau rumah tangganya langgeng, yuk belajar berkomunikasi sama pasangan. Saya dulu belajar ini dari websitenya John Grey, penulis Mars vs Venus. Dari situs itu, saya jadi banyak tahu tentang jalan pikir laki-laki dan perempuan ini.

Perempuan dalam Sudut Pandang Islam

Kim Jin-Young:Born 1982



Dalam film ini, kita akan amat sering melihat bagaimana seorang perempuan dianggap sebelah mata. Ketika dia memilih sebagai ibu rumah tangga, dia dianggap tidak produktif dan hanya bisa menghabiskan uang suami. Ketika dia memilih sebagai wanita karir, dia pun dianggap menelantarkan anaknya. Apapun pilihan yang diambil oleh perempuan, seolah semuanya salah. 

Nah, dari pada bingung harusnya bagaimana. Mari kita lihat bagaimana Islam memandang persoalan semacam ini.

Kondisi serba salah yang dialami oleh para perempuan di film ini juga sering dialami oleh para perempuan di dunia. Mana yang lebih baik? Jadi ibu rumah tangga saja atau berkarir dan menggapai mimpi? Dalam Islam, hal ini bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Kenapa? Hukumnya mubah. Boleh perempuan memilih bekerja atau tidak. Satu hal yang harus diingat perempuan, bahwa tugas utamanya adalah menjadi ibu dan pengatur rumah tangga.

Peran ibu adalah peran yang selamanya tidak akan bisa digantikan oleh orang lain. Ini peran yang harus diambil ibu apapun pilihan yang dibuat. Entah itu tetap bekerja di luar rumah atau tidak. Pengasuhan dan pendidikan dari ibu tidak. Jadi, kalau seorang ibu memilih untuk bekerja di luar rumah. Dia harus memastikan tugasnya yang satu ini tetap dapat dijalankan dengan baik. Jangan sampai mengejar yang mubah tapi justru melalaikan yang wajib.

Selain menjadi ibu, perempuan adalah pengatur rumah tangga. Artinya, semua urusan rumah tangga dia yang mengaturnya. Tentu, mengatur tidak sama dengan menyelesaikan semuanya sendiri. Boleh mendelegasikan pekerjaan rumah tangga pada orang lain. Pakai catering harian, punya asisten rumah tangga, atau sesederhana berbagi tugas dengan suami. Itu semuanya boleh. Asal, semuanya tetap undercontrol. Kita yang mengendalikannya. Kita yang memastikan bahwa semuanya tuntas.

Setelah menikah, perempuan memang diwajibkan untuk taat pada suami. Tentu saja, selama perkara itu tidak melanggar syariat. Tapi, tidak serta merta seorang istri berubah menjadi bawahan suami. Dia jadi diperlakukan seolah seperti seorang pembantu. Kalau kita mau melihat dengan kacamata yang utuh bagaimana Islam mengatur hal ini, ternyata tidak begitu halnya. Kita bisa melihat contoh yang diberikan Rasulullah kepada para istrinya. Bagaimana beliau begitu memuliakan istrinya, mau membantu meringankan tugas istri, dan sebagainya. Ini di luar kewajibannya mencari nafkah ya. Jadi, nggak ada ceritanya dari mulut suami keluar begini.

"Aku tuh udah capek kerja. Ya kamu urus rumah yang bener dong."

Wow. Menurut ngana, urus rumah itu semudah membalikkan telapak tangan? Ini belum lagi kalau rumahnya besar, anaknya banyak, menyelesaikan tugas domestik juga jadi PR besar. Peran suami dalam rumah tangga bukan sebagai big boss yang atur sana sini. Tugas laki-laki adalah sebagai qowwam atau pelindung dan pemimpin bagi perempuan. Ketika hal ini dipahami, tidak mungkin seorang laki-laki memperlakukan istrinya sewenang. Kalau ini dipahammi oleh semua orang, apa yang dialami Ji-Young tidak akan pernah terjadi.

Itu kondisi idealnya. Realitanya, tentu tidak begitu. Berislam ternyata tidak selalu membuat laki-laki dan perempuan paham akan hak dan kewajibannya setelah menikah. Akhirnya, penyelewengan terjadi di sana-sini. Kenapa demikian? Ini karena baik sendiri saja sulit. Butuh orang lain yanb terus menerus mengingatkan. Butuh lingkungan yang mampu memberikan contoh yang baik. Terakhir, negara pun harus memberikan wewenangnya untuk melindungi perempuan. Kalau hal ini bisa diwujudkan, insya Allah apa yang dialami oleh para perempuan dalam film ini akan dapat diminimalisir.

Kesimpulan

Overall, saya suka film ini. Mungkin juga karena topik yang diangkat related dengan kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu. Rasanya itu, maju kena, mundur juga kena nyinyiran orang. Wkwkwk..

Nah, sekarang soal penilaian. Dari 1 sampai dengan 5, saya mau kasih 4,5 untuk film ini. Jalan ceritanya oke, acting para pemainnya oke, semuanya itu ngena banget, hanyanada sedikit sekali bagian yang memang mengganjal dalam pikiran saya.

Kalian sudah nonton film ini belum? Kasih komentar kalian tentang film ini juga ya.