Kemarin ada salah satu pihak penerbit yang menghubungi saya. Apa rasanya? Seneng dong.
"Widiiih... Dihubungi penerbit. Tanda-tanda apa nih?"
Udah deg-degan dan sedikit keinginan untuk dipinang salah satu tulisan saya. Ternyata oh ternyata, mereka hanya ingin mengundang saya dalam acara bedah buku salah satu penulis yang baru saja meluncurkan buku barunya. Hmmmmmm......
Iya, mereka memang menyebutkan nama penulis itu. Saya juga nggak ngeh itu siapa, penerbit itu penerbit yang mana. Saya pikir, paling juga penerbit dari salah satu komunitas menulis yang saya ikuti. Di komunitas itu, isinya memang banyak sekali editor, bahkan aneka penerbit indie pun ada.
Kemudian...
"Bunga (bukan nama sebenarnya) itu member komunitas kita?" tanya salah satu pengurus Ibu Profesional Bogor di WAG Dapur Pengurus.
"Iya, itu member Rulis (Rumah Belajar Menulis, red)."
Setelah itu muncul obrolan tentang undangan ke event yang sama seperti undangan yang saya terima. Bedanya, mereka belum sampai diberi tahu bahwa event tersebut berbayar.
"Harganya 85 ribu, sudah termasuk buku dan snack."
Hmmmmm... Ini sih maksa beli buku ya. Tahu wujudnya aja nggak. Covernya bagaimana, bahas tentang apa, itu nggak ada sama sekali. Kan ya ngeselin.
Kejadian serupa sebetulnya pernah saya alami. Bedanya, dulu itu ada orang yang mau PDKT terus minta kontak saya ke salah satu temannya. Ya karena saya saat itu sudah ngaji dan sedang amat sangat berhati-hati dengan interaksi lawan jenis, tentunya pesan singkat itu tidak pernah saya balas. Hanya saya baca saja. Tahu kan apa reaksi selanjutnya?
"Kok cuma dibaca aja?"
Haish, suka-suka dong ya. Mestinya paham, kalau cuma dibaca artinya kita nggak mau melanjutkan percakapan itu.
Ternyata, orang ini lumayan gigih. Dia coba dekati saya lewat cara lain. Nah, ini nih yang saya nggak ngeh. Dia pakai profil picture bukan dia yang sebenarnya. Sudah telanjur merespon orang ini, baru ngeh kalau dia yang kemarin-kemarin hubungi saya minta kenalan itu. Kzl.
Sejak saat itu, saya abaikan semua yang berasal dari dia. Mau like, comment, DM. serah!
Setelah saya menikah dan menulis konten tentang suami istri dengan cerita-cerita. Dia sewot. Wkwkwk.. Apaan sih? Kalau nggak suka kan ya tinggal unfollow aja kan?
Menjaga Kenyamanan Bersama Saat Bersocial Messenger
2 contoh kasus yang saya ceritakan sebetulnya bisa dialami oleh siapa saja. Meski, responnya bisa berbeda. Ada yang tidak mempermasalahkan hal semacam ini. Ada juga yang merasa terganggu. Balik lagi, semua ada batasannya.Tapi, dari sini kita jadi belajar bahwa nggak semua orang bisa merasakan sama seperti apa yang kita rasa. Kalau kita oke-oke aja, belum tentu yang lain akan merasa begitu.
Coba deh, sebelum melakukan sesuatu dipertimbangkan kembali.
"Kira-kira kalau gue kasih kontaknya ke orang lain, dianya gimana?"
"Kira-kira kalau gue kirim pesan macem gini, dia tersinggung nggak, ya? Merasa nggak nyaman nggak, ya?"
"Kira-kira kalau gue hubungi dia jam segini, ganggu dia nggak, ya?"
Semakin tidak akrab, mestinya jadi makin banyak bahan pertimbangan yang perlu dilakukan. Apa artinya kalau sudah akrab kita bisa hubungi dia kapan pun? Ya, nggak juga sih. Ini tetep berlaku juga. Meski biasanya jadi lebih selow karna sudah sama-sama paham jam online masing-masing.
Lakukan Hal Ini Ketika Bersocial Messenger
Hari ini, sulit rasanya untuk lepas dari social messenger. Kita terhubung dengan orang lain, hampir semuanya menggunakan ini. Udah jarang banget tuh yang mengirim SMS. Paling sering memanfaatkan Whatsapp untuk berkomunikasi. Baik itu secara personal, maupun kelompok.
Belajar dari 2 kejadian yang tadi sudah saya ceritakan, ternyata menggunakan social messenger juga perlu adab. Nggak bisa slonang-slonong seenaknya sendiri. Dari pengamatan saya ini, ada 5 hal yang perlj diperhatikan saat menggunakan social messenger.
1. Izin
Biasakan untuk izin ketika ingin membagikan kontak personal ke orang lain. Apalagi jika orang lain ini adalah orang yang tidak dikenal oleh pemilik kontak. Personal kontak ya, kalau kontak bisnis biasanya yang bersangkutan sudah lebih ready untuk open. Bahkan biasanya mereka sendiri yang membagikan kontak bisnisnya ke orang lain. Tapi personal kontak ini beda. Alasan kenapa ada orang yang memisahkan kontak bisnis dan personal adalah agar dia punya waktu untuk meninggalkan pekerjaannya saat bersama keluarga atau saat ingin me-time.Izin juga dibutuhkan saat kita menerobos waktu istirahat mereka. Di luar jam kerja mereka, terus kita hubungi. Nggak ada salahnya sih untuk say sorry dan minta izin untuk menyampaikan sesuatu.
2. Perkenalkan diri
"Lel, bla bla bla...""Ini siapa ya?"
"Ish, masa nggak tahu sih?"
Haish, paling kesel juga sama orang yang sok terkenal gini nih. Lebih sebel lagi, udahlah sok terkenal, profil picturenya bukan muka dia. Terus gimana kita bisa tahu situ siapa? Nama nggak disebutin di awal. Ditanya namanya siapa nggak dijawab. Udah gitu, profil picture cuma gambar-gambar yang isinya quote atau semacamnya. Hmmmmmmm...
Well, ini juga penting. Nggak usah sok terkenal. Wkwkwkwk...
Jangan pernah merasa kalau kontak kita disimpan oleh sejuta ummat. Jangan. Even itu teman-teman kuliah kita dulu atau bahkan teman kantor. Belum tentu lho mereka save nomor kita. Bisa aja mereka sudah tidak lagi punya kontak kita karena ganti HP baru atau alasan-alasan lain. Jadi, nggak ada salahnya untuk menyebutkan identitas diri even itu ke teman lama yang udah lama banget nggak kita hubungi.
3. Tidak menghubungi di jam istirahat
Saya pernah melihat status kontak whatsapp salah satu admin rumah sakit. Beliau menuliskan semacam ini."Ini kontak pribadi!"
Jadi, kontak beliau dipasang di website rumah sakit untuk memudahkan pasien atau keluarga pasien menghubungi rumah sakit by WA. Nggak tahu gimana ceritanya juga sih, prediksi saya, beliau sudah mulai terganggu ketika banyak orang yang menghubunginya saat jam-jam istirahat.
Ini dulu yang pernah saya alami saat menjadi dosen. Ada mahasiswa yang menghubungi malam sekali hanya untuk menanyakan tugas. Awalnya sih biasa saja. Tapi lama kelamaan kok ya mengganggu sekali.
Hal serupa biasanya dialami oleh para guru. Dihubungi wali murid untuk memastikan tugas, ulangan, atau barang bawaan ketika akan darmawisata sekolah. Atau guru-guru di Pondok yang tiap awal ajaran baru "diteror" wali murid yang ingin memasukkan anaknya ke pondok, tapi baru beberapa hari sudah amat sangat rindu. Saya bisa bayangin sih gimana menyebalkannya itu.
Coba kembalikan aja ke diri sendiri. Misal kita mengalami hal yang serupa, kitanya gimana? Nyaman nggak? Jangan dibayangin cuma kita sendiri yang hubungi, bayangin ada lebih dari 2 orang yang punya pikiran sama dengan kita. Sepusing apa coba menanggapinya?
4. Tidak memaksakan diri, jika tidak dibalas
"Kok nggak dibales sih?""Kok cuma diread aja sih?"
Terus telpon berkali-kali macem salesnya bank.
Bukan berarti nelpon berkali-kali ini nggak boleh ya. Kita lihat dulu urgensitasnya apa. Misal, kita udah janjian dengan yang bersangkutan, lalu di jam tersebut yang bersangkutan batang hidungnya tak kunjung nampak. Ini okelah untuk terus menghubunginya, memastikan kembali terkait janji yang sudah dibuat.
Misal, nggak ada yang begitu. Sabar dan jangan memaksakan diri. Setiap orang pasti punya alasan masing-masing untuk tidak membalas pesan. Karena sibuk atau mungkin memang tidak berkenan sedari awal untuk mengawali percakapan. Kalaj sudah begini, ya udahlah ya, sadar diri aja.
Kesimpulan
Adab itu ternyata tidak hanya kita butuhkan saat kita main ke rumah orang, ketika kita akan bertemu dengan orang lain, dan ketika kita hendak menuntut ilmu saja. Saat menggunakan social messenger pun, ternyata juga ada adab yang perlu diperhatikan.Tulisan ini dari pandangan saya pribadi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat bersocial messenger. Kalau menurut kamu, ada lagi nggak yang perlu kita perhatikan? Tulis di kolom komentar ya.
Ya, betul... Memang adabnya itu memperkenalkan diri.. Ga kenal tapi langsung wa apalagi nawarin barang, langsung ilfeel saya.. Hihi...
ReplyDeletesamaaaa... saya juga ilfeel sama modek beginian
DeletePara telemarketing asuransi dll itu juga harus belajar adab keknya, masak nelepon jam 6 wita pas azan magrib. Yg nelpon masih jam kantor, lah kita yg nerima yg kesel hehe sampe trauma mau angkat telepon dr nomor asing. Jadi semua nomor masuk dgn kode 021 auto block.
ReplyDeletekalau saya ditelpon nomor asing nggak langsung diangkat sih emang. apalagi nomor HP. kalau nomor kantor lihat-lihat dulu, nggak semua diabaikan. tapi kalau sales asuransi atau kartu kredit biasanya diawal saya langsung bilang kalau saya nggak tertarik.
DeleteBener mbaak.. saya juga punya nomor untuk kerjaan, tapi seringnya saya tinggal di tempat kerja. Kadang jam 2 malam ada yang nanya2.. di kira kita robot ? Hahaha..
ReplyDeleteSekarang mah, kalo berhubungan sama kerjaan saya cuma jawab pas jam kerja aja 😬😬😬
ih, ngeselin kalau begitu itu. jam 2 nanya. ya kali kitanya nggak tidur. -.-"
Deletemendingan gitu sih, biar ada waktu kerja dan yang lain.