Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Cerita Kehamilan 32 Minggu, Jantung Mendadak Berdebar dan Sesak Nafas

Sep 14, 2019



Sebetulnya mau tulis artikel dengan topik lain. Tapi kemarin dapat kondisi yang lain dari biasanya. Jadi, hari ini mau nulis topik ini aja untuk dokumentasi pribadi.

Dear my little G,
This is our story.

Kemarin, kisaran jam 11 12 gitu, tiba-tiba aja jantung kerasa deg-degan. Kalau jantung berdetak itu tanda kalau saya masih hidup. Tapi kalau berdebar? Ada apa gerangan?



Posisinya saat itu lagi rebahan sambil ngetik artikel di HP. Nyaman sekali. Nulis artikel juga ngalir aja. Nggak sulit karna emang topiknya udah ada di kepala dari malam sebelumnya.

Tapi deg-degan. Coba diem dulu. Observasi tubuh sendiri. Little G masih gerak aktif seperti biasa. Nggak ada kram di perut. Kontraksi juga nggak ada. Intinya, kondisi perut baik-baik saja. Itu yang saya rasakan.

Masih sambil observasi diri. Hasilnya sih, cuma deg-degan dan kalau bangun dari kasur jadi agak nggliyeng gitu. Ini biasa sih. Kan emang darah rendah ya. Jadi ngalami begitu biasa.

Siap-siap untuk berangkat ke pondok, mandi-mandi dulu, terus sholat. Nengok jam, udah jam 1 siang. Apa kabar jantung? Masih berdebar. Langsung galau. Berangkat ke pondok apa nggak ya?

Galau tapi apply clay mask ke muka. Wkwkwk..



Intinya sih, agak nggak berani berangkat ke pondok dengan kondisi kayak gitu. Nggak berani naik motor sendiri. Iya kalau di jalan nggak ngedadak lemes? Kalau lemes gimana? Cukup sekali yang waktu di Surabaya itu aja. Pas lagi sakit sok-sokan keluar sendiri naik motor. Astaghfirullah, horor banget. Mau pingsan tapi tetep kudu sadar biar nggak membahayakan diri dan orang lain.

Waktu mendekati pukul 2 siang. Kondisi masih sama. Fix nggak ke pondok. Mulai tanya ke temen apa ini normal dan bilang ke suami.

"Adek udah bobo belum?"

"Belum, orang dari tadi deg-degan mulu, gimana mau bobo?"

"Sana bobo. Tadi pagi kan kita abis jalan kaki kecapekan mungkin. Udah bobo dulu aja."

Nurut aja apa kata suami. Sebetulnya jempol masih pingin nulis di HP tapi karna disuruh tidur ya udah. Mari kita letakkan sejenak pekerjaan dan istirahat.



Jam 4 sore bangun. Gerak janin masih aktif. Sesekali dia gerak. Lebih sering dari biasanya sih. Biasanya kalau siang dia diem-diem aja. Tapi kalau malam lincahnya bukan main.

But thanks Little G, setidaknya Ummi jadi tahu kalau kamu masih baik-baik aja.



Ada temen yang kasih saran untuk ke bidan atau dokter terdekat. Cek tensi. Ibu hamil apalagi setelah masuk trimester ketiga seperti saya begini tensinya nggak boleh tinggi. Tapi nggak ada yang nganter. Hiks.

Diemin dulu aja. Mencoba untuk relaksasi dulu sambil baca-baca artikel terkait kondisi ini. Dari artikel-artikel itu, katanya sih jantung berdebar pada ibu hamil itu normal. Hal semacam ini terjadi pada usia kehamilan 28-32 minggu. Ini pas banget. Sekarang ini saya juga lagi hamil 32 minggu.

Jantung berdebar pada ibu hamil disebabkan karena tubuh membutuhkan darah yang lebih banyak untuk supply ibu dan janin. Kondisi mulai mengkhawatirkan ketika mulai disertai dengan sesak nafas.

Oke, fine. Ini rasanya agak engap sih. Tapi nggak yakin juga kalau ini sesak nafas. Sekali lagi, nunggu respon tubuh. Tentu saja nggak diem-diem bae. Masih mau ngerjain draft blog. Tinggal layouting sama tambah gambar aja.

Duduk manis di meja kerja. Lama kelamaan kok lemes. Terus sesek. Waduh. Gawat nih.



Langsung pindah ke kasur agak rebahan. Nggak telentang banget ya. Bantalnya ditinggikan seperti biasa. Minum air putih yang banyak. Terus sekali lagi tanya orang lain.

Ada saran dari salah satu Doula untuk segera hubungi bidan atau dokter. Something that I can't do at the moment. Suami belum pulang.



Abis maghrib bilang ke Mas kalau masih deg-degan. Tapi nggak cerita kalau sesek juga.

Terus kepikiran pakai aplikasi Alodokter untuk konsultasi dengan salah satu dokter kandungan di sana. Udah kan. Gabisa bayar coba. Pakai pulsa nggak bisa. Pakai transfer otomatis juga nggak bisa. Akhirnya, konsultasi ke dokter umum yang gratisan.

Seperti biasa, kalau gratis nggak langsung dijawab tapi disuruh baca artikelnya dulu. Padahal semua artikelnya udah saya baca. Akhirnya, dokternya jawab pertanyaan saya dengan pertanyaan lain.

"Apakah disertai dengan sesak nafas?"

And I said yes. Jawaban selanjutnya yang bikin agak deg-degan.

"Kalau begitu kondisi ibu sudah termasuk gawat, sebaiknya segera pergi ke IGD terdekat."



Hmmmmm....

Jam 8 malam, suami belum pulang. Sesak nafas dan badan makin lemes.

Ada temen yang nawarin untuk pinjamkan tensimeternya. Untuk cek tekanan darah saya. Ya karna itu tadi. Deg-degan kok nggak selesai-selesai. Ada kemungkinan besar tensi naik dong. Itu pikiran orang awam. Saya juga mikir begitu. Meski rasanya aneh aja. Kan nggak biasanya ya.

Jam 9 kurang Mas pulang, langsung cerita kondisi badan dan minta anter ke dokter atau bidan saat itu juga. Jam 9 berangkat ke dr. Vera. Kebetulan praktik malam beliau. Nggak apa-apa deh antri bentar.

Qadarullah, dr. Vera libur praktik. Semalam itu, bingung juga mau ke dokter mana. Terus keinget sama bidan praktik dekaat rumah. Langsung datang ke sana. Cerita kondisi saya.

"Kenapa nggak dari tadi ke sininya?"

"Saya coba tenangkan diri dulu sambil ngamatin tubuh sendiri dan gerak janin."

Beliau cek tekanan darah saya. Hasilnya nggak tinggi lho. Udah lega. Tapi 90/60, ada di batas bawah.

"Ini masih normal, tapi cenderung rendah. Kalau lebih rendah dari ini udah nggak boleh. Coba saya cek."

Saya diminta berbaring untuk diperiksa lebih lanjut.

"Susah ya nafasnya?"

"Iya, Bu."

Terus Beliau cek detak jantung janin. Saya masih menganggap kalau janin saya baik-baik saja. Yakiiin sekali. Tapi...

"Punya BPJS?"

Pertanyaan ini yang meluruhkan semuanya.

"Enggak, Bu."

Beliau diam dan menyelesaikan pemeriksaannya. Beliau jelaskan sedikit. Sebetulnya, saya nggak yakin dengan penjelasan beliau ini. Saya diminta untuk minum obat yang beliau resepkan. Nggak banyak, cuma 2 butir tablet kecil.

"Ini diminum malam dan pagi ya. Kalau udah enakan jangan diteruskan. Stop aja langsung nggak apa-apa. Tapi kalau besok pagi masih sesak, saran saya langsung ke rumah sakit aja."

Well, dua orang tenaga medis rujukannya sama.



Malamnya kondisi badan makin lemes. Coba minum sari kurma dan makan nasi. Terus minum obat.

Alhamdulillah jadi bisa tidur. Meski ketika bangun dada juga masih berdebar dan sesak nafas. Setelah sholat subuh, saya minta suami untuk buatkan roti bakar dan susu. Sayanya istirahat di kamar sambil nulis. Nggak tahu ya, rasanya nggak bisa lepas dari notes. Pingin nulis apa aja yang bisa ditulis.

"Dek, ayo makan."

Pagi ini, saya sarapan roti bakar buatan suami. Agak banyak. Padahal niatnya cuma buat ganjel perut sebelum makan nasi. Ya sudah, nggak apa-apa. Sekalian bisa cepet minum obat.

Sari kurma udah, obat udah, sarapan udah. Tapi tetep lemes. Fix, ini mau ke dokter aja. Semoga aja nggak ada masalah serius.

Comments