September
2018, itu kali pertama saya memulai segalanya sebagai penulis. Semua waktu yang
saya miliki saya curahkan hanya untuk menulis. Terkhusus di blog ini. Meski
sudah amat sangat lama menulis di blog, baru kali itu saya mendalami semuanya.
Mulai belajar menulis artikel, belajar SEO, belajar menaikkan traffic, dan
banyak hal lain. Saya masih ingat betul ketika memulai semuanya, mata saya
tidak bisa berhenti untuk menatap blogger-blogger senior yang tidak hanya bisa menginspirasi
banyak orang melalui blognya, tapi juga bisa menghasilkan sesuatu dari blog.
“Jangan
nge-blog hanya untuk mendapatkan uang.”
Itulah pesan
yang paling sering saya dengar dari para blogger senior. Iya, mereka memang
bisa menghasilkan uang dari blog bukan dalam jentikan jari. Ada proses yang
amat panjang yang mereka lalui hingga bisa di posisi mereka saat ini.
“Nikmati
saja prosesnya,” pesan mereka.
Dan, di
sinilah saya, menikmati segala proses untuk menjadi professional blogger.
Agustus 2019,
saya minta izin ke suami untuk merintis bisnis baru. Semua modal dari suami. Agak
deg-degan juga sih minta modal usaha ke suami. Takut aja usahanya nggak jalan.
Tapi karena suami juga semangat mau bisnis beneran, ya udah jalan.
Hari-hari
pertama jualan. Seret amat yak. Wkwkwkwk…
Jangan
dibayangkan bahwa orderan bakal laris manis. Ngejual 1 produk aja susahnya
bukan main. Bahkan, ada yang nggak notice kalau selama ini tuh saya pasang
iklan di WA story. Baiklah, ini kesalahan saya.
Minimnya
pengalaman dan ilmu jualan, akhirnya saya memutuskan untuk belajar ilmu
marketing di Whatsapp dan Instagram. Keduanya punya pola yang berbeda. Kalau di
Whatsapp, saya diminta untuk meraih engagement dengan cara mendekati calon
pembeli. Silah ukhuwah dengan teman lama dijalin kembali. Story whatsapp juga
jangan langsung hardselling, tapi lebih banyak ke story telling. Ngajakin orang
untuk tertarik baca terus sampai akhirnya kita kasih produk, mereka juga mau
lirik.
Instagram
lain lagi ceritanya. Posting harus di jam prime time. Terus naikkan engagement
dengan cara follow, like, dan comment di 30 menit sebelum atau setelah posting.
Fungsinya biar Instagram itu notice kalau kita ini lagi aktif. Oh ya, hashtag
juga jangan sampai lupa. Riset dulu mana hashtag yang sekiranya pas dan dipakai
pada range seribu sampai satu juta postingan.
Semuanya
saya kerjakan sendiri. Mulai dari bikin konten, foto produk, editing, riset
hashtag, jalanin marketingnya juga iya. Capek nggak sih? Capek banget. Apalagi
setelah effort yang begitu besar, orderan tetep aja seret. Clodi yang saya jual
tak kunjung berkurang jumlahnya. Saya malah lebih mudah jualan baju-baju bayi
import. Meski sebetulnya pemasukkannya juga biasa aja. Dalam sehari belum tentu
ada orderan. Sepi bak kuburan.
Baper nggak?
Of course. Kok nggak laku-laku ya? Kok nggak kunjung ada yang beli ya? Dan
pikiran semacam ini terus muncul. Di sisi lain, saya mulai kangen nulis lagi.
Yes, karna
fokus merintis bisnis ini kegiatan nulis di blog jadi sedikit terbengkalai.
Susah sekali meluangkan waktu untuk menulis. Betul-betul habis untuk semua itu.
Pas lagi
galau gitu, saya coba tanya teman-teman saya yang juga ikut kelas optimasi
sosial media ini. Saya penasaran bagaimana mereka merintis bisnis yang mereka
jalani saat ini. Pernah nggak sih ngalamin nggak ada orang yang minta beli?
Ternyata ya sama aja.
Saya coba
jalan-jalan ke luar rumah dan nengok beberapa jualan yang ada di pinggir jalan.
Nggak semuanya ramai pembeli. Tapi ada banyak sekali pesaing. Satu hal yang
sama dari mereka, tidak menyerah begitu saja.
Saya
sugestikan pada diri saya sendiri bahwa nanti dagangan saya pasti bisa laris
kok. Teruskan saja mengenalkan produknya ke orang lain. Teruskan saja
mengenalkan toko online yang saya miliki saat ini. Saya nggak boleh nyerah
dulu, nggak boleh ngeluh. Teruskan promosinya.
Suami saya,
sang pemilik modal, sesekali memantau pekerjaan saya. Bagaimana konten di
Instagram saya, bagaimana hasil foto yang saya ambil. Dia cek semuanya.
Katanya, “ini bagus, Dek.”
Well, saya memang
sudah paham sedikit demi sedikit soal sosial media marketing karena selama
setahun ini juga itu yang sedang saya geluti. Meski tujuannya beda. Selama ini
sosial media marketing saya pakai untuk menaikkan traffic blog saya, tapi kini
jadi jualan saya yang dinaikkan. Personal branding juga sudah saya bangun
selama setahun ini. Mulai mengenalkan diri sebagai penulis.
Hal menarik
terjadi di bulan Agustus kemarin. Ketika saya tengah memupuk asa untuk terus
melanjutkan bisnis babyshop online, saya iseng menanyakan ke follower saya
tentang kelas blog. Siapa yang menyangka kalau responnya bagus. Saya coba
sounding di whatsapp, ternyata yang tertarik juga banyak. Akhirnya, untuk
pertama kalinya saya coba membuka kelas blog perdana saya. Siapa sih yang bisa
menyanka kalau responnya ternyata bagus sekali. Nggak butuh waktu lama untuk
membuat target kuota kelas penuh. Bahkan, untuk kelas ini, saya nggak butuh
modal yang besar. Cukup kuota bulanan saja.
Hari ini
modal yang diberikan suami saya memang belum tertutup secara utuh. Tapi
alhamdulillah, berkat kelas blog itu, separuh modal sudah bisa tertutupi. Saya
masih belum tahu apakah akan merutinkan kelas menulis semacam ini atau tidak.
Kalau iya, mungkin saya perlu membuat inovasi kelas. Jadi, kelas yang akan saya
buka nggak cuma itu-itu saja.
Mohon
doanya ya…
Subhanallah, lika likunya berjuang jadi pengusaha ternyata segitunya ya.
ReplyDeleteSalut buat semangatnya mbak.
iyaa... memang amazing banget.
Delete