Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Dilema Nikah Muda dan Seks Bebas

Apr 22, 2018

"Ya Allah, Mbak, kemarin itu lho ada anak SMP di berita yang ngotot minta dinikahkan. Alasannya juga aneh, cuma karena takut tidur sendiri," begitulah curhatan Ibuk ke saya semalam.

"Kan mereka nikah juga gak papa, Bu?" tanya saya.

"Tapi kalau misal mereka nikah cuma karna kepingin aja lho, itu kan ya nanti malah jadi masalah sendiri, Mbak. Itu anak istrinya mau dikasih makan apa? Jangan-jangn setelah menikah malah jadi beban orang tuanya. Kan yo malah nambah masalah kalau seperti itu," jawab Ibuk.

"Cuman repot ya, kalau gak dinikahkan malah terjerumus ke pergaulan bebas. Akhirnya ngeseks," tambah Ibuk.

Ibuk baper sendiri dengan remaja zaman now yang isi kepalanya kalau gak nikah ya seks.

"Masa sih, Bu?" tanya saya.

Kemudian Ibuk bercerita bagaimana murid-muridnya yang masih duduk di bangku SMP sudah mencicipi pacarnya. Ciuman di dalam kelas, bekas bibir di leher, pelajar yang kecanduan seks dari SD dulu, hingga kasus hamil di luar nikah. Ngeri.

Tapi begitulah fakta tentang pergaulan remaja hari ini. Mereka terlalu berani dan bebas bergaul tanpa mengenal dan melihat batasan norma-norma yanb ada. Isi kepala mereka juga penuh dengan urusan pacaran, galau, gak mau jomblo, sampai kepingin nikah saja. Alih-alih memikirkan kontribusi apa yang bisa dia lakukan, malah memikirkan dinner romantis apa yang bisa dilakukan dengan pacarnya. Liburan romantis seperti apa yang bisa mereka rancang berdua. 

Bila isi kepala mereka hanya dipenuhi oleh hal-hal semacam itu. Sibuk dengan bergaul sana-sana. Sibuk pesta sana-sini. Sibuk kongkow-kongkow sana-sini. Bisa dibayangkan bagaimana nasib generasi yang akan datang bila calon orang tuanya saja begitu. 

Seperti yang ibu saya sampaikan pula, pernikahan pun tak mampu menjadi satu-satunya solusi di tengah-tengah muda-mudi zaman sekarang. Seks edukasi di sekolah-sekolah menengah pun tidak cukup. Saya jadi ingat celetuk guru SMA saya ketika mengetahui salah satu teman satu SMA saya hamil di luar nikah.

"Makanya, pelajaran reproduksi itu jangan diajarin di kelas 2. Jadinya ya begitu itu, kelas 3 dipraktikkan."

Pernikahan memang sebuah solusi yang ditawarkan Islam untuk meminimalisir pergaulan bebas. Tapi solusi ini juga akan menjadi tidak tepat jika hanya disodorkan begitu saja tanpa ada edukasi lebih mengenai persiapan menjalani kehidupan berumah tangga. Betapa banyak muda-mudi yang menikah muda tanpa ilmu kemudian mengakhiri pernikahannya pada usia pernikahan yang baru seumur jagung? 

"Mencintai itu butuh ilmu. Menikah pun demikian."
 Sebelum memutuskan untuk menikah, calon pasangan harus sepakat tentang visi misi rumah tangga yang akan dibangun nanti akan dibawa kemana. Bagaimana bila nanti punya anak, akan diasuh bagaimana. Hak dan kewajiban suami dan istri, apakah masing-masing sudah memahami? Ilmu komunikasi antara suami dan istri sudah kah mempersiapkannya?

"Banyak ya yang harus dilakukan?"

Iya banget. Makanya harus serius mempersiapkannya.

"Oke, Lel. Aku masih belum siap. Terus harus apa nih?"

Puasalah. Begitulah yang dianjurkan Rasulullah kepada mereka yang belum siap menikah.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengendalikan segala gejolak yang muncul di dalam dada teesebut. Bisa dengan fokus pada prestasi di sekolah/kampus/tempat kerja. Atau bisa juga memfokuskan diri dengan ibadah. Menambah hafalan Quran. Rajin-rajin mengkaji Al Quran. Berdakwah. Semua itu adalah pilihan yang bisa dipilih untuk mengalihkan semuanya.

Target hafalan, atau pemahaman untuk objek dakwah yang akan memicu kita untuk lebih banyak berjuang hingga dengan virus merah jambu tadi.



Perjalanan menuju Sidoarjo, 22 April 2018


©lellyfitriana

Comments