Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

"Kalau di Rumah Aja, Terus Aku Ngapain?"

Dec 29, 2020

Ibu rumah tangga


Versi pendek tulisan ini sebetulnya sudah pernah saya tulis di akun Instagram saya. Sayangnya, saya sendiri tidak puas hanya menuliskannya di sana. Ada banyak sekali hal yang ingin saya bagi. Rasanya 2200 karakter di caption Instagram belum cukup mewakili apa yang saya rasakan selama setahun terakhir.

Iya, setahun. :)

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi cerita dan semangat baru untuk kalian yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Saya tahu tidak mudah menjadi ibu rumah tangga. Banyak mata memicingkan ketika status ini terucap. Bahkan, mungkin dari keluarga sendiri. Tapi, percayalah bahwa banyak hal luar biasa yang bisa kita lakukan meski kita memilih untuk tinggal di rumah saja.

"Buat Apa Sekolah Tinggi Kalau Cuma Jadi Ibu Rumah Tangga?"

Perempuan sekolah tinggi


Itu yang ada dalam benak saya. Buat saya, status ibu rumah tangga itu nggak keren sama sekali. Pekerjaannya paling cuma urus dapur, sumur, dan kasur. Kalau semua pekerjaan itu selesai, mereka banyak nongkrong sama tetangga, gosipin tetangga yang lain. Anak-anaknya juga biasa aja. Kasih sayang tidak terkucur secara melimpah. Malah, anak-anak mereka seringkali jadi korban kekerasan. Cubit, pukul, dimarahi, itu sudah biasa tampak.

Apakah semua ibu rumah tangga begitu? Tidak. Tapi itulah yang terindera oleh saya sedari kecil. Jadi, tidak heran kalau saya berasumsi demikian.

Pernah suatu kali teman dekat saya bercerita tentang cita-citanya menjadi ibu rumah tangga. Bagi saya, itu aneh. Ngapain kita sekolah kalau cuma jadi ibu rumah tangga. Ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau hanya jadi ibu rumah tangga.

Tapi, itu dulu....

Makin banyak belajar, akhirnya saya memahami bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah konsekuensi yang harus diambil setelah kita menikah. Apakah akhirnya ibu ini bekerja atau tidak, itu baru pilihan. Tapi, menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah konsekuensi yang harus dijalani oleh setiap perempuan setelah menikah.

Lalu, bagaimana dengan para ibu yang memilih untuk di rumah saja dan tidak pergi bekerja? Apakah tidak perlu berpendidikan?

Tidak juga.

Ada jawaban menarik yang saya temukan dari salah satu surat RA Kartini. Waktu itu beliau sedang belajar membaca Alquran. Ketika itu, beliau sadar sesuatu. Bagaimana caranya beliau menjadikan Alquran sebagai petunjuk hidup bila paham saja tidak. Bagaimana bisa paham, bila mengerti artinya saja tidak.

Dari Alquran, beliau mulai memahami pentingnya pendidikan bagi para ibu. Ada tugas besar yang tidak bisa dikesampingkan oleh para ibu. Tugas ini, tidak mungkin bisa dilakukan dengan maksimal tanpa mendapatkan pendidikan sama sekali. 

Apa itu? Menjadi madrasah pertama bagi anak-anak kita.

Pendidikan menjadi pintu awal pembuka pikiran para ibu. Pola pikir terbentuk dengan adanya pendidikan yang dienyam oleh para ibu. Lepas dari apakah ilmu yang dipelajarinya terpakai atau tidak, itu urusan nanti. Toh, ketika kita memilih bekerja sekalipun. Tidak selamanya ilmu yang kita pelajari dulu terpakai di dunia kerja.

Ibu Rumah Tangga Juga Bisa Jadi Keren

Ibu rumah tangga


Semakin besar, semakin banyak main dan ketemu aneka rupa ibu. Saya mulai menyadari bahwa keren dan tidaknya ibu rumah tangga itu kembali ke si ibu itu sendiri. Dia mau ngapain di rumah? Bergosip sama tetangga atau mau melakukan hal lain yang lebih bermanfaat? Ini kembali pada pilihan masing-masing.

Seperti yang saya contohkan di atas, ada ibu rumah tangga yang di rumah saja tapi anaknya tidak terdidik dengan baik. Attitude nggak jelas, pinter juga nggak. Ada, ada banget yang begini. Ya gimana anaknya mau jadi orang kalau tiap ketemu isinya caci maki aja. Kalau bukan caci maki, penuh dengan kata tidak. Kalau dilanggar oleh si anak gimana? Cubit, pukul, dan lainnya sudah pasti mendarat dengan empuk di tubuh si anak.

Jujur, Saya nggak bisa lihat sisi keren dari ibu yang mendidik dengan penuh emosi semacam ini.

Tapi, akhirnya saya nemu yang tidak begini.

Anak dididik dengan limpahan kasih sayang dan berkarung-karung kesabaran. Hubungan antara anak dan orangtua dijaga. Jadi, ketika anak ada masalah, mereka mudah cerita ke orangtuanya. Buat saya, hal semacam ini keren sekali.

Dan, entah kenapa. Anak-anak semacam ini justru banyak berprestasi dengan caranya sendiri. Potensinya dapat berkembang dengan baik dengan kasih sayang ibu yang tampak secara nyata. Bukan hanya bilang sayang, tapi jadi monster sepanjang hari.

Rumah Juga Bisa Jadi Tempat Mengembangkan Diri


Sebetulnya, pandemi ini mengajarkan kita banyak sekali hal. Rumah bukan penjara. Rumah justru bisa menjadi awal mula sebuah karya melambung tinggi. 

Ada banyak orang yang menginspirasi saya untuk berkarya dari rumah. Salah satunya adalah penulis hits Mbak Muyassaroh. Sepertinya Allah memang punya maksud amat baik mengenalkan beliau dengan saya. Ketika sedang jetlag dengan status baru, beliau hadir. Dari komunitas yang beliau bentuk, saya jadi mulai mampu menata langkah baru dalam hidup saya.

Contoh lain yang juga tidak kalah  kerennya adalah teman sesama blogger, Miss Meykke namanya. Dari akun Instagramnya, saya tahu kalau dia akhirnya menemukan cara untuk tetap menekuni passionnya. Awalnya, dia mengajarkan Bahasa Inggris melalui blog dan kanal Youtube-nya. Lama kelamaan, saya tahu kalau dia membuat komunitas untuk belajar Bahasa Inggris. Sekarang, dia punya kelas online Bahasa Inggris.

Tahu Ibu Septi Peni, Founder Institut Ibu Profesional? Beliau adalah salah satu sosok ibu rumah tangga yang begitu mengispirasi. Hanya dari rumah, akhirnya beliau bisa memberikan kontribusi yang begitu besar untuk bangsa.

Dua tahun lebih menyandang status ibu rumah tangga. Dari yang awalnya jet lag bukan main, sampai akhirnya saya menemukan banyak jalan untuk mengembangkan diri saya hanya dari rumah. Bahkan, setelah saya punya anak sekalipun. Dulu, saya kira anak akan membuat langkah kaki saya terhambat. Ternyata tidak!

Sejujurnya, saya juga nggak ngerti gimana akhirnya saya punya banyak waktu untuk menjalani semua yang saya suka. Tapi, dari semua hal manis yang saya alami ini. Saya semakin percaya bahwa Allah yang Maha Mengendalikan Waktu. Ketika kita berikan seluruh waktu kita untuk menjalankan amanah-Nya, Allah berikan kita kemudahan untuk melakukan apa yang menjadi passion kita.

Home sweet home


Jangan Resign Karna Anak atau Suami!


Tulisan ini sesungguhnya bukan untuk ngomporin orang resign. Tiap orang punya kondisi yang berbeda. Kebutuhan hidup yang berbeda. 

Saya tahu bahwa banyak sekali perempuan yang akhirnya harus memilih antara karier dan keluarganya. Apapun alasannya, jangan sekali-kali resign karna keluarga. Jangan!

Dulu, sebelum menikah, saya sempat cerita ke sahabat saya tentang laki-laki yang tiba-tiba datang ke dalam hidup saya. Kerja di Jakarta dan tinggal di Bogor. Meskipun belum tahu apakah kami akan lanjut ke pelaminan atau tidak, ada kemungkinan bahwa saya harus melepas pekerjaan saya. Buat saya, itu berat sekali. Saya tidak tahu juga apakah orangtua saya mengizinkan hal itu atau tidak.

Lalu, teman saya tadi menjawab dengan pertanyaan berikut, "mana yang lebih mendatangkan keberkahan bagi perempuan? Menikah atau bekerja? Sementara, kita sama-sama tahu bahwa bekerja itu mubah hukumnya, sedangkan menikah itu sunnah Rasul. Mana yang sekiranya lebih Allah suka?"

Saya terdiam. Pertanyaan itu cukup menampar saya keras-keras. Malam itu juga, saya bermunajat pada Allah. Memohon petunjuk-Nya sembari mengatur langkah. Saya pasrahkan seluruhnya pada Allah. Saya azzamkan bahwa saya hanya akan berhenti bekerja bila kami menikah.

Allah atur sedemikian rupa. Proses perkenalan itu akhirnya berujung ke pelaminan. Tak lama setelah menikah, saya membuat surat pengunduran diri dan berhenti bekerja. Tentu saja, orangtua saya kaget bukan main. Tapi, mau bilang apa? Palu sudah diketok.

Saya hijrah ke Bogor untuk memulai lembar baru. Semuanya serba baru. Status baru, lingkungan yang baru, pekerjaan yang baru. Tidak mudah memang. Ada banyak drama di dalamnya. Tapi di balik itu semua, ada banyak kemudahan yang saya dapatkan.

So, kalau kalian memang ada di posisi yang sama dengan saya saat itu, jangan resign karena anak atau suami. Lakukan karena Allah, maka Allah akan ganti semuanya dengan hal yang jauuuuh lebih baik lagi.


Penutup


Well, pandemik ini banyak menarik para ibu untuk kembali ke rumah. Dari sini, sebetulnya kita bisa berkaca bahwa dari rumah pun kita masih bisa berkarya. Jangan takut tidak bisa melakukan apa-apa dari rumah. Banyak hal yang bisa kita kembangkan dari rumah. Tinggal bagaimana kita membagi waktu agar semua amanah tuntas dengan baik.

Jadi, kalau kalian memang ingin berhenti bekerja dan kembali ke rumah, jangan khawatir. Banyak hal yang bisa kita lakukan dari rumah. Hal utama yang perlu kalian lakukan adalah rencanakan mau apa setelah kembali ke rumah. Bukan hanya rencana untuk menemani si kecil saja, tapi ke mana kita akan mengembangkan diri. Karna dengan langkah kecil itu, kita bisa berhenti untuk merendahkan diri sendiri atas pilihan yang sudah diambil.

Comments