Masalah seks
sebetulnya sudah jadi hal yang wajar yang terjadi dalam pernikahan. Meski, pernikahan
bukan hanya soal seks. Tapi di dalamnya pasti ada ini yang fungsinya sebagai penyaluran
kebutuhan biologis. Ini normal dan halal dilakukan oleh pasangan suami istri. Tapi
urusan ini jadi ramai setelah muncul RUU KUHP dan RUU PK-S yang intinya akan
memperkarakan urusan ini. Dampaknya, kalau ini disahkan maka suami yang memaksa
istrinya untuk berhubungan badan bisa dijerat pidana selama 9 tahun dengan tuduhan memperkosa istrinya.
Well, kasus
ini jelas menimbulkan pro dan kontra.
Dari sisi
yang pro bilang, “ini harus disahkan saja untuk melindungi perempuan dari
kekerasan seksual yang dialami.”
Dari sisi
yang kontra bilang, “pasal ini ngawur, orang sama istrinya sendiri kok nggak
boleh. Itu halal lho. Terus harus gimana? Cari di luar?”
Perdebatan ini cukup sengit. Dari pihak yang merasa
tersakiti dan pihak yang merasa itu adalah haknya. Kalau cuma mau lihat dari
pribadi masing-masing, apa yang dirasakan dan apa yang sudah jadi haknya, masalah
ini tidak akan pernah selesai. Gitu aja terus sampai Squidward berhenti kesel
sama Spongebob dan bersahabat karib.
Nggak ada asap tanpa api. Masalah semacam ini juga nggak
akan masuk dalam RUU kalau nggak pernah ada keluhan. Kalau hubungan pernikahan
antara suami istri ini berjalan sesuai koridornya. Masalahnya, nggak begitu. Meski
agama sudah mengatur bagaimana keduanya seharusnya berinteraksi, bahkan untuk
urusan ranjang. Praktiknya tidak begitu. Kalau akhirnya muncul masalah, ya
jelas aja.
Ini seperti kita lagi naik kendaraan, terus kita nggak mau
mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Mau belok kanan, lampu sein yang dinyalain
yang kiri. Lampu merah, waktu berhenti masih ngeyel nerobos juga. Apa yang akan
terjadi? Ya ruwet itu tadi.
Nah, sekarang kita tengok duduk permasalahannya ada di mana.
Fakta yang Terjadi
Waktu awal-awal
nikah, saya sempat ikut webinar selama beberapa pekan yang membahas tentang
masalah reproduksi wanita. Ada satu pertanyaan yang wow banget saat itu. Saya
tidak tahu siapa yang bertanya karena semua pertanyaan dikumpulkan melalui
admin.
“Saya sudah
menikah dan punya 2 anak. Saya mau tanya bagaimana seorang perempuan ketika
mengalami orgasme itu sendiri? Selama ini, saya tidak bisa menikmati
hubungan badan dengan suami karena selalu merasa kesakitan.”
Kurang lebih
pertanyaannya begitu. Buat saya, ini aneh. Kok bisa nikah selama itu dan dia
terus merasa kesakitan? Kalau dia pengantin baru, belum pernah jebol sama sekali pertahanannya, wajar begitu. Lha ini udah
menikah, udah banyak kali mungkin melakukan hubungan badan. Tapi tetap sakit?
Pertanyaan lain
juga ada yang nggak kalah menarik. Intinya sih, adakalanya dia merasa diperkosa
oleh suaminya sendiri. Dia galau. Kalau suami minta, terus nggak dituruti, maka
dia akan dilaknat oleh Para Malaikat. Tapi, kalau diteruskan, dia sendiri yang
merasa kesakitan.
Sakitnya kayak
apa sih? Buat yang belum menikah dan berhubungan badan sama sekali mungkin
nggak bisa menggambarkan seperti apa rasanya. Kalau mau tahu, coba aja lakukan
hal ini.
Coba lipat
lengan kalian, terus masukkan jari ke dalamnya. Gesek-gesekkan jari itu ke lipatan
lengan itu. Pastikan tidak sedang berkeringat, tidak ada sabun atau lotion yang
ada di lengan itu. Seperti apa rasanya? Panas, perih, nggak nyaman. Kurang lebih
seperti itu yang dirasakan kalau pihak perempuan belum siap.
Ada jugaa
curhatan lain yang muncul terkait masalah ini. Waktu itu nggak sengaja nemu
IGTV yang membahas masalah seks dalam obrolan santai. Ini agak fulgar sih, tapi
nggak apa-apa ya.
“Kalau suami
lagi pingin tuh suka nggak tahu waktu dan sikon. Kadang, kita dibangunin tengah
malem buat diajakin dines. Masih ngantuk, mood belum kebangun, udah main gasak
aja. Harusnya kan nggak gitu. Diapain dulu kek, biar kitanya sama-sama enak.”
Kasus
terakhir yang mungkin paling sering dialami oleh para istri di luar sana. Ini
juga yang mungkin bikin mereka jadi enggan kalau diajak main.
Oya,
sebetulnya korban dari marital rape ini tidak harus perempuan ya. Katanya sih
begitu. Tapi, kalau saya ngobrol sama suami, kita sama-sama nggak nemu sisi
diperkosanya di bagian mana. Karna ya balik lagi, semuanya bisa sama-sama enak,
kalau pihak perempuan menikmati. Kalau laki-laki diperkosa, ini gimana ceritanya?
Beneran, dia nggak ikutan menikmati juga setelah itu?
Ini masih
jadi misteri juga.
Jika Istri Menolak
Lalu, apa
yang terjadi kalau istri menolak hubungan badan?
Contoh ini
muncul dalam obrolan salah satu WAG yang saya ikuti. Jadi ceritanya ada orang
yang curhat ke salah satu penghuni WAG. Posisinya dia sedang hamil. Kalau hamil,
biasanya Hasrat seksual memang menurun drastis. Gimana nggak turun, urus badan
aja repot. Ya mual lah, ini lah, itu lah. Karena si istri ini tidak mampu
memenuhi keinginan suaminya dalam kondisi seperti itu, akhirnya suaminya
ngebokep.
Saya nggak
mau mengecilkan masalah bokep ini. Tapi ini baru ngebokep. Nonton film porno
saja. Bagaimana kalau yang terjadi jauh lebih parah dari itu? Suami jajan di
luar saat istrinya sedang hamil. Kebayang nggak gimana potek-potek hatinya
kalau tahu kenyataan semacam ini?
Dampak lain,
ini dijelaskan dalam hadist shahih. Istri yang menolak ajakan suami untuk
berhubungan, tanpa alasan yang syar’I, maka dia akan dilaknat oleh malaikat. Terkait
hal ini, Rasulullah juga pernah menerangkan bahwa doa orang yang tidak berdosa
itu doanya mudah diijabah oleh Allah. Kita tahu sendiri kalau malaikat itu nggak
pernah bikin dosa. Bayangkan kalau mereka berdoa ramai-ramai untuk melaknat
kita sampai pagi hari?
Ini semacam
makanan yang dibuka. Tidak ditutup. Lalat, debu, dan lain-lain bisa hinggap
dimakanan tersebut. Itu juga yang akan terjadi. Kalau Allah turunkan wabah
penyakit, ya kita bisa kena. Kalau ada yang kirim sihir atau teluh, kita bisa
kena juga.
Horror? Banget.
Kenapa Hal Ini Bisa Terjadi?
Dampaknya
ngeri ya. Kerusakan memang bisa terjadi di mana-mana, hanya karena urusan
ranjang saja. Dari pada saling ngeyel, yuk, kita cari duduk masalahnya ada di
mana. Kenapa sih hal semacam ini bisa terjadi?
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke ranjang, lalu
istrinya menolaknya sehingga dia (suami) melalui malam itu dalam keadaan marah,
maka malaikat melaknat istrinya hingga subuh.”
Itu dalil
yang menjelaskan. Selow dulu ya. Jangan ngegas kalau baca ini.
Waktu
pertama kali saya dengar dalil ini, hal yang terbesit dalam benak saya adalah
betapa mudahnya seorang istri berdoa terhadap suaminya. Karena, misal kita lagi
masak dan suami ngajak ke ranjang, maka masaknya harus ditunda dulu untuk memenuhi
hasrat seksual suami. Apalagi kalau pengantin baru, misal suami minta lebih
dari 5 kali sehari, ya harus diiyakan. Wownya lagi, hal ini tidak berlaku untuk
istri.
Kesannya memang
sesaklek itu. Tapi, pada praktiknya tidak. Istri bisa saja menolak hal ini
kalau ada udzur syar’i. Misal, sedang sakit, kelelahan, atau menstruasi. Hal
semacam ini bisa dikomunikasikan dengan suami.
Pointnya itu. Jadi, kita nggak cuma bicara tentang hak dan kewajiban suami istri tapi juga bagaimana komunikasi antara keduanya.
Nah, kalau
ceritanya si istri cuma nggak mood aja gimana?
Hello, dalam
pernikahan itu bukan cuma istri lho yang punya kewajiban. Suami juga lho. Suami
ini qawwam bagi istrinya. Dia yang memimpin. Dia imamnya. Tapi posisinya kan
nggak seperti atasan dan bawahan ya. hubungan suami istri itu seperti seorang
sahabat. Saling memperlakukan dengan baik.
Kalau istri
belum mood gimana? Ya komunikasikan dong. Terus cari solusinya supaya keduanya
sama-sama enak. Misal, dengan membangkitkan hasrat seksual istri dulu. Nggak
main sikat aja. Ini juga dzalim. Dalam buku Barakallahu Laka yang ditulis oleh
Ustadz Salim Fillah, hal yang semacam ini dijelaskan secara detail. Bahkan,
kalau memang diperlukan, ngasih makanan dan minuman yang bisa membuat istri
lebih rileks dan nyaman juga perlu dilakukan. Bahkan sampai ngatur ritme yang
pas supaya keduanya sama-sama enak.
Dalam kasus
si istri yang selalu merasa sakit itu, sebetulnya ada kemungkinan lain yang
terjadi. Bukan hanya soal hak dan kewajiban suami istri yang tidak dijalankan
dengan baik. Atau masalah komunikasi yang bermasalah. Bisa jadi, salah satunya memang
sakit secara psikologis. Misal, istrinya punya trauma di masa lalu atau suaminya
yang memang suka sensasi sakit yang dirasakan saat berhubungan seksual. Kan ada
ya yang begitu itu.
Kalau kondisinya
begini bagaimana? Nolak itu nggak masalah. Karena memang ada udzur syar’i. Tapi
buian berarti masalah itu dibiarkan berlarut-larut. Kalau memang butuh bantuan
psikolog ya lakukan. Sekali lagi, dampaknya besar.
Iya, mungkin
bisa lepas dari laknat malaikat. Bagaimana kalau suami justru lari ke perempuan
lain? Mencari pemenuhan pada tempat yang lain. Ngeri kan?
Kesimpulan
Percayalah bahwa
Islam sudah mengatur segalanya dengan sedemikian sempurna. Urusan ranjang saja
dibahas begitu detail dalam Islam. Bahkan tidak hanya melihat dari satu sisi saja,
harus dari keduanya, baru diambil bagaimana seharusnya bersikap. Masalah semacam
ini tidak akan terjadi kalau kita mau mengembalikan masalah pada koridor
penyelesaian yang shahih.
Pernikahan itu
adalah ibadah terlama yang akan dijalani. Tantangan yang ada itu luar biasa
besar. Baik suami atau istri itu perlu untuk terus belajar teekait
ibadah-ibadah yang ada di dalamnya. Bagaimana seharusnya bersikap, bagaimana
ketika masalah A-Z muncul. Masalah bisa saja terjadi, bukan hanya karena tidak
dikembalikan pada koridor penyelesaiannya yang seharusnya, tapi bisa jadi
karena minimnya ilmu kita untuk mengambil solusi tersebut.
Jadi, bukan berarti
nggak ada solusinya. Kita aja yang nggak tahu.
Ini juga
jadi reminder untuk diri saya sendiri untuk terus belajar, belajar, dan belajar
mengkaji Islam. Bukan hanya dalam hal pernikahan saja, tapi semua aspek kehidupan.
saya kurang paham,
ReplyDeletesebagai suami dan istri harus saling memahami, ehmm harus komunikasikan.
kalau ada hadits misalnya tentang laknat atas penolakan, saya rasa ini juga nasihat suami kalau harus memahami keadaan istri.( menyelamatkan dari laknat)
misalnya nih kalau dia tidak cinta ddan karena pernikahan dipaksa dia bia mengajukan perceraian setidaknya seperti itu.
ya nggak langsung cerai juga sih, menikah itu kan ibadah, sayang aja kalau masalah yang seharusnya bisa selesai dengan komunikasi justru diakhiri dengan perceraian.
Deletekalau masalahnya komunikasi dan pemahaman hak dan kewajiban masing-masing, ya benahi di situ. belajar bagaimana caranya. bukan langsung cerai sih. ini sama aja kayak jempol sakit, terus amputasi tangan.
Becerai itu setelah melewati banyak pertimbangan.
DeleteNggak sedikit kok orang menikah tanpa cinta, karena dijodohkan dengan salah satu pihak terpaksa dan pihak lainnya bisa saja acuh atu bahkan menikmati keterpaksaan pihak lainnya.
kalau menikah adalah ibadah, ibadah macam apa yang dilaksanakan dengan terpaksa?
O tentu, bercerai itu dibolehkan,tapi selama masih bisa diperbaiki, kenapa tidak?
DeleteJanji pernikahan itu diucapkan bukan hanya kepada satu sama lain, tapi juga ke Allah. Ini yang mestinya jadi dasar keduanya untuk mau saling berjuang memperbaiki.
Menikah juga nggak harus dimulai dengan cinta dulu. Ada lho yang memulai dengan biasa saja, lalu mampu menumbuhkan perasaan itu. Toh ya, hati itu punya Allah. Kecondongan itu Allah yang bikin, termasuk kita jatuh cinta sama orang juga Allah yang bikin.
Nggak akan ada hisab terkait ada cinta atau tidak. Tapi bagaimana kita memperlakukan pasangan itu yang akan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing.
Saya juga yang ikut berkomentar kontra saat tahu berita ini kemarin. Aneh saja.
ReplyDeleteAlhamdulillah dalam Islam sudah diajarkan dengan sangat detail. Adab-adab hubungan suami istri dan masalah dalam pernikahan lainnya. Tinggal kitanya mau mempelajari dan berusaha mengamalkannya atau tidak.
Juga komunikasi antara keduanya. Belajar memahami satu dengan yang lainnya memang sangat penting.
Iya, kalau keduanya mau jalan on the track, mestinya sih baik-baik saja. Sakinah, mawaddah, dan rahmah itu bisa ada.
DeleteWah kak lely, keren sekali tulisannya. Makasih ya, salam kenal
ReplyDeletemakasi mbak, salam kenal juga
Delete