Assalamu'alaikum!

Perkenalkan, nama saya Aprilely Ajeng Fitriana. Kalian bisa panggil saya Lelly. Saya lahir di Malang pada tanggal 22 April 1991. Saat ini, saya tinggal di Bogor bersama suami dan anak saya. Blog ini adalah tempat saya mencurahkan segala pemikiran saya dari berbagai peristiwa. Bagaimana saya menghadapinya dan apa saja hikmah yang saya peroleh.

Resign Nggak Ya?

May 11, 2020

Resign

Obrolan dengan teman saya tempo hari cukup menggelitik saya untuk akhirnya membuat tulisan ini. Berbeda dengan saya yang sehari-hari full di rumah saja, teman saya ini guru. Ceritanya, teman saya ini baru saja punya anak. Kita sama-sama tahu lah ya bagaimana repotnya fase ini. Saya yang tidak kerja kantoran saja merasa kewalahan mengurus si kecil. Apalagi kalau masih harus kerja.

Selama ini, dia cukup terbantu dengan kehadiran ibunya. Beliau yang akhirnya mengasuh anaknya ketika teman saya harus berangkat mengajar. Dulu, semua berjalan damai. Bayi kecil masih banyak tidur, tingkahnya juga tidak banyak. Lambat laun, dia pun tumbuh dan berkembang. Bukan hanya bertambah berat dan tinggi saja, tapi juga gerak tubuhnya. Ya berguling, ya melata, dan seterusnya.

Teman saya lama kelamaan khawatir aanaknya akan  menjadi beban ibunya. Pasalnya, ibunyaa kini ssudah tidak muda lagi. Tenaga semakin terbatas. Kalau harus mengasuh bocah yang aktif sekali. Wow, kasihan juga sih. Hingga akhirnya, muncul pertanyaan ini dalam kepalanya.

"Apa aku resign aja, ya?"

Well, ini masalah yang sering sekali hadir dalam kehidupan kita sebagai perempuan. Sebetulnya, nggak hanya perempuan saja sih, laki-laki pun juga mengalaminya. Tapi background di balik keinginan resign antara laki-laki dan perempuan itu beda. Konflik batin sebelum dan sesudahnya pun beda. Jadi, kali ini saya mau sharing tentang ini.

Perempuan Bekerja dalam Sudut Pandang Islam

Kacamata Islam

Sebelum ngomongin resign atau nggaknya, kita bahas ini dulu deh. Sebetulnya, boleh nggak sih perempuan itu kerja? Kalau perempuan kerja, Allah ridha nggak sih? Melanggar syari'at nggak sih?

Kalau dalam Islam, sebetulnya perempuan itu boleh bekerja. Nggak hanya kerja dari rumah saja, kerja di ranah publik pun boleh. Selama ini, kita kenal  tokoh muslimah super keren yang pun hebat dalam bekerja di ranah publik. Namanya Khadijah binti Khuwalid. Jadi, kalau kalian mau kerja di ranah publik, it's okay. Itu pilihan kita dan boleh.

Meskipun demikian, bukan berarti segalanya jadi serba bebas. Ada beberapa hal yang harus tetap diperhatikan ketika perempuan memilih bekerja di ranah publik.

1. Menutup Aurat

Ini sudah pasti jadi syarat wajib kalau kita mau pergi keluar rumah. Apapun itu alasannya. Mau pergi bekerja, kuliah, bahkan menyapu halaman depan rumah pun wajib menutup aurat. 

2. Menjaga Kehormatan

Selain menutup aurat, kehormatan kita pun juga harus dijaga. Ini bisa dengan bagaiaman cara kita bersikap di lingkungan tempat kerja maupun pilihan pekerjaan yang akhirnya kita pilih.

3. Dengan Izin Orang Tua atau Suami

Ini nggak kalah wajibnya nih. Apapun pekerjaan yang kita pilih, pastikan bahwa kita sudah mendapatkan restu dari orang tua (kalau belum menikah) atau suami (bila sudah menikah). Tanpa restu dari mereka, sulit untuk mendapatkan keberkahan dari apa yang akan kita kerjakan. Nggak mau kan semua lelah kita jadi sia-sia hanya karna restu belum di tangan.


Alasan Perempuan Bekerja di Ranah Publik

Wanita karier

Menurut saya pribadi, secara garis besar perempuan bekerja karena ada dua faktor yang mempengaruhinya. Kalau bukan karena tuntutan ekonomi, ya karena butuh menyalurkan eksistensi diri. 

"Gue kan udah kuliah tinggi, masa iya nggak kerja?"

"Gue juga bisa kerjain itu lho."

Dan banyak alasan lain.

It's okay kok. Toh, setiap manusia memang lahir dengan naluri demikian. Itu sebabnya aneka ragam kompetisi ada. Bahkan, sejak awal kehidupan kita pun sudah dihadapkan dengan kompetisi.


Alasan Perempuan Ingin Resign

Alasan kerja

Biasanya, mereka yang galau mau resign atau tidak itu lebih banyak hadir pada mereka yang memang bekerja untuk menyalurkan eksistensi diri. Mereka tidak punya tuntutan ekonomi yang menghimpit. Sementara itu, ada kondisi lain yang mungkin lebih penting dibanding itu. Ada beberapa alasan yang membuat para perempuan ini memilih berhenti dari pekerjaan.

1. Lingkungan Kerja yang Tidak Kondusif

Dalam urusan pekerjaan, perempuan biasanya jarang loncat dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Mereka cenderung diam di salah satu perusahaan. Tapi, bukan berarti akhirnya keinginan resign tidak ada.

Salah satu alasan mereka memilih resign, bisa jadi karena lingkungan kerja yang kurang bersahabat dengan kodrat perempuan ini. Misal, sering pulang larut malam atau tempat kerja yang terlalu jauh. Ini bisa menjadi alasan mereka untuk berhenti pekerjaan dan memilih bekerja di tempat yang lebih sesuai dengan kondisi mereka.

2. Punya Anak

Anak itu memang anugerah. Tapi, kita juga tidak bisa memungkiri bahwa setelah punya anak, kita akan melalui fase repot. Fase ketika anak-anak kita masih amat bergantung dengan kita, ibunya.

Rasa bersalah dan tidak tega meninggalkan anak di rumah yang biasanya jadi pemicu perempuan memilih untuk berhenti dari pekerjaan. Banyak sekali perempuan yang akhirnya memilih berhenti bekerja setelah mereka punya anak. 

3. Ikut Suami

Ini alasan lain yang biasanya membuat perempuan berhenti bekerja. Setelah menikah, dia harus ikut suaminya yang bekerja di luar kota. Saya termasuk salah sati di dalamnya. 

Dulu, sebelum tinggal di Bogor, saya adalah dosen yang mengajar di Surabaya. Karena kami sepakat tidak ingin menjalani LDM di awal pernikahan kami, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bekerja setelah saya menikah. 

4. Permintaan Suami

Ini pun alasan yang sering ada dalam masyarakat kita. Suami yang melarang istrinya bekerja. Bisa jadi karena ego suami. Istri punya penghasilan yang jauh lebih besar dari suami. Akhirnya memicu pertengkaran dalam rumah tangga.

Alasan lain mungkin bisa disebabkan karena melihat bahwa anak-anak lebih butuh pendampingan ibunya di masa emas. Biasanya, permintaan ini tidak disampaikan secara langsung. Tapi ada sindiran-sindiran halus terkait hal ini.

Abis Resign Terus Ngapain?

Apapun alasan yang melatarbelakangi seseorang memilih untuk berhenti bekerja, biasanya pertanyaan semacam ini  akan muncul. Abis resign terus ngapain? Masa di rumah saja? Bosan dong. Mati gaya banget kalau cuma di rumah aja.

Ibu rumah tangga

Ibu Rumah Tangga Juga Sibuk

Banyak orang yang menganggap menjadi ibu rumah tangga saja itu mudah. Kesibukannya hanya mengurus rumah. Padahal, kalau urusan rumah ini diturutin terus, seakan tidak ada habisnya. 

Ya bersih-bersih rumah, ya masak, ya urus anak, kadang suami juga minta diperhatikan. Ini semua cukup melelahkan kalau mau dikerjakan semua. Bahkan, punya waktu untuk diri sendiri saja sulit.


Ini yang  saya rasakan setelah punya anak. Sebelum ini, memang sibuk. Tapi semua masih bisa dikendalikan. Saya masih punya waktu untuk memanjakan diri atau mengerjakan hal lain yang saya mau. Setelah punya anak, semua berubah. 

Sekarang, sulit sekali menyempatkan waktu untuk menulis. Jangankan mengerjakan hobi, merawat diri saja sulit. Saya masih ingat betapa bencinya saya dengan diri sendiri setelah melahirkan. Badan saya bau sekali. Ya bau keringat, ya bau ASI. Rambut acak-acakan, wajah kusam, bibir kering, gendut pula. Ini berjalan kira-kira sampai Ghazy berumur 3 bulan. 

Saat itu, perhatian saya hanya untuk Ghazy. Rumah sudah saya abaikan. Masak biar seadanya saja. Mau beli atau masak yang mudah-mudah saja. Super duper lelah.

Kerja Tidak Harus dari Kantor

Fase paling sibuk seorang perempuan memang ketika dia baru saja punya anak. Tapi, selebihnya sesibuk-sibuknya dengan pekerjaan rumah, semua masih bisa dikondisikan. Masih bisa melakukan hal-hal yang disukai, bahkan mulai bekerja.

Kalau memang tidak ingin bekerja di kantor. Sebetulnya, kita bisa memilih bekerja paruh waktu. Toh, sekarang banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah tanpa harus meninggalkan anak.

Coba deh baca tulisannya Mbak Dhika Suhada yang sudah pernah mencoba banyak pekerjaan dari rumah. Ya buka catering, warung kopi, jualan gamis, hingga menjadi penulis. Rasa-rasanya semua pernah beliau kerjakan. Ini cukup menarik kalau kalian bingung setelah resign mau apa.

Buat Action Plan

Sebetulnya, working from home yang dialami oleh banyak orang saat ini, cukup bisa memberikan gambaran gimana sih rasanya di rumah aja itu. Bedanya, saat ini kita terikat oleh pekerjaan kantor. Ada segambreng to do list yang terkait dengan pekerjaan kantor kita. Setelah resign, ini yang akan hilang.

Setelah mantap akan menikah dengan suami, saya mulai menata langkah ke depan terhadap hal-hal yang akan berubah dalam hidup saya. Pekerjaan apa yang bisa mulai saya rintis dari nol lagi dan tidak akan terpengaruh bila nanti saya punya anak.

Saat itu, saya memilih untuk serius menjadi penulis. Dari situ, saya mulai merencanakan banyak hal. Salah satunya pembuatan blog ini sebagai sarana saya untuk belajar menulis. April 2018 blog ini dibuat. 

Selain menulis di blog, saya juga mengikuti beberapa kelas menulis. Dari sana, saya kenal beberapa penulis dengan banyak pengalaman mereka. Bergabung ke komunitas menulis pun iya. Semua saya lakukan agar setelah benar-benar resign saya tidak jetlag dengan situasi yang baru.



Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Resign

perhatikan

Pada dasarnya, tulisan ini tidak saya tulis untuk mendorong seluruh ibu-ibu untuk berhenti bekerja. Saya hanya ingin memberikan gambaran tentang apa yang sekiranya akan dihadapi ketika perempuan memutuskan untuk berhenti bekerja. Kalau gambaran tadi memang sudah cukup jelas, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum akhirnya betul-betul berhenti bekerja.

1. Lihat Kondisi Diri Sendiri


"Ih, tega banget sih ninggal anak di rumah?"

"Sayang banget ya kalau berhenti kerja. Udah sekolah tinggi-tinggi gitu, terus ijazahnya buat apa?"

Please, tutup kuping aja sama komentar dari maha benar komentator ini. Karena apapun yang akan kita lakukan, semuanya tidak akan ada habisnya dikomentari. Alih-alih membuka telinga lebar-lebar, saya justru ingin kalian melihat ke dalam diri kalian sendiri.

Kita yang paling tahu kondisi kita sendiri. Kita yang menghadapi semuanya sendiri. Melihat dengan mata kepala kita sendiri dan turun tangan sendiri. Maka, keputusan resign atau tidak pun seharusnya didasarkan pada realita yang kita hadapi. Bukan komentar orang lain terhadap diri kita.


2. Mohon Petunjuk Allah

Memilih untuk berhenti  bekerja atau tidak bagi sebagian orang bukanlah hal yang mudah. Ada ego yang mungkin harus ditekan seminimalis mungkin. Ada keinginan yang harus direlakan untuk sementara waktu. Ada kecemasan yang mungkin melanda pula. 

Cukup ingat bahwa ujian ini datangnya dari Allah. Dia yang paling tahu bagaimana kondisi kita dan solusi terbaik untuk menyelesaikan semua persoalan ini. Cukup serahkan semua pada Allah. Mohon petunjuk untuk menyelesaikan semua masalah ini.

3. Komunikasikan dengan Keluarga

Keputusan kita untuk resign, sedikit banyak pasti akan berpengaruh pada lingkungan terdekat kita, yaitu keluarga. Coba komunikasikan hal ini. Apa pertimbangan kita, resiko apa yang sekiranya terjadi, dan tentu saja memohon dukungan keluarga atas keputusan ini.

4. Komunikasikan dengan Atasan

Terakhir yang tidak kalah penting adalah membicarakan hal ini dengan atasan. Nggak usah cerita ke teman kantor dulu. Cukup ke atasan saja. Kalau kita resign, mereka yang nanti harus mempersiapkan perubahan formasi baru tanpa kehadiran kita. Pekerjaan-pekerjaan yang terdahulu juga harus diselesaikan dengan baik. Kita masuk baik-baik. Upayakan juga untuk keluar baik-baik.

Penutup

Tarik napas dulu deh. Berat ya ketika kita harus dihadapkan pada pilihan karier atau keluarga. Sekali lagi, setiap orang punya kondisi yang berbeda. Adakalanya mendengar komentar orang lain terhdap hidup kita tidak akan menyelesaikan masalah. Pilih dan jalani apapun yang terbaik yang bisa kita lakukan.

Last but not least, hadapi semuanya dengan senyuman. Kalau kamu punya cerita seru tentang dilema resign atau nggak, share di kolom komentar ya. Apa sih yang membuat kamu galau dan apa keputusan akhir yang kamu buat?

Comments

  1. Dulu saat hamil sudah berniat mau resign. Setelah resign sering bgt kangen masa-masa kerja. Untung sekarang serba mudah ya mba. Kita bisa kerja walau dari rumah. Hihi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Awal-awal resign aku juga begitu. Mau kerja lagi takut hamil terus kepingin resign lagi. Jadi ya coba aja kerja dari rumah.

      Delete
  2. Emm.. Mungkin besok lusa kl q punya anak atau baru bgt melahirkan kayaknya memang lebih pengin ngurus anak smpe anak agak besar dan bisa ditinggal ya. Ah ya dilema memang, apalagi kl harus resign dr tempat kerja yg nyaman dan sesuai passion. Kan ya galau

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, emang bikin galau sih. Banyak orang yang sulit banget buat milih salah satunya.

      Delete
    2. Yg lain pd galau milih resign. Aku masih galau milih pasangan hidup. Duhlah🤣

      Delete
    3. Wkwkwk.. Sabar ya sist. 😆😆😆

      Delete
  3. Setiap keputusan pasti ada konsekwensinya ya Mbak, baik itu Mom yang full Mom atau work Mom. Saat ingin memutuskan resign saya sepaka dengan tips Mbak di atas, yang terpenting adalah Mom harus niat penuh dan ikhlas ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, karna saya kasihan juga sama beberapa orang yang akhirnya terpaksa berhenti kerja. Jetlagnya ampun.

      Saya sendiri aja buat resign persiapannya banyak. Kebiasaan nggak bisa diem sih.

      Delete
  4. Kerja atau di rumah. Tentu pilihan berat, tapi yang terpenting kita tetap melakukan kondrat keibuan ini dengan sebaik-baiknya. Karena setiap keputusan yang diambil tentu ada alasannya. Ibu itu luar biasa deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa.. Kerja di luar atau dari rumah itu sama-sama beratnya emang.

      Delete
  5. 2007 pertengahan aku resign karena perusahaan kolaps plus mau menikah juga. Keterusan karena ikit suami bertugas n punya anak. Alhamdlh skrg lebih nyaman dg posisi IRT mbak. Meaki begitu wanita berkarir juga gak ada salahnya kok. Sebab semuanya juga pilihan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, dan memang ada post pekerjaan yang khusus perempuan aja. Bidan misalnya.

      Delete
  6. Curhatan semua perempuan sama ya, mba. Sebab sejatinya sistem pendidikan kita dibentuk untuk bekerja di ranah domestik, bukan di rumah. Jadilah banyak yang bingung harus apa ya, saya di rumah. Ini pun juga yang sempat terjadi pada saya di awal-awal berhenti bekerja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget. Nggak ada sekolah buat jadi IRT meski sebetulnya peran ini nggak bisa lepas dari semua perempuan yang sudah menikah. Apapun pilihannya.

      Delete
  7. Yg perlu di garis bawahi adalah peran bagi seorang Suami maupun Istri.

    Dalam Islam Seorang Suami Wajib menafkahi istri dia yg mencari semua penghidupan nafkah bagi semua anggota keluarga termasuk ke 2 orang tua suami menjadi tanggungan, jadi kalau suami kasih uang kepada orang tua, istri jangan marah ya hehe.

    Sedangkan Istri tugasnya menjaga anak" serta melayani suami, istri nggak wajib bekerja baiknya malah di rumah aja mengurus dan mendidik anak", karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak untuk membentuk karakter.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dalam islam, hanya ibu suami yang wajib untuk dinafkahi. Laki-laki mah dari baligh sudah wajib menafkahi dirinya sendiri mas.

      Tapi jangan lupa ya mas, kewajiban mendidik anak itu ada di ayahnya juga. Ibu memang eksekutor. Tapi penanggung jawab utamanya ya tetap ayah.

      Delete
    2. Saya sedang dalam fase bingung & galau. Saya baru saja melahirkan anak kedua saya. Saya bekerja bukan semata untuk mengejar karier tapi lebih karena tuntutan ekonomi keluarga saya juga harus membantu pendidikan adik-adik saya. Jujur sulit..rasanya, menyeimbangkan tuntutan & perasaan. Tapi setidaknya satu hal yg agak membuat saya lega setelah membaca tulisan diatas keputusan apapun baik atau tidak kita yg merasakan,kita yg mengalami tentunya dengan tetap berdoa pada Allah. Apapun komentar orang hanya kita yang tau & kita yang merasa & mengalami serta menghadapi. Yang terpenting kita tetap berusaha menjadi ibu hebat persi kita,hebat dengan maksimal yg bisa kita lakukan untuk anak2 kita & keluarga. Karena bekerja juga ibadah. Satu lagi ...ujian datang dari Allah & takdir setiap orang tidak akan sama. Bismillah....mohon doa sahabat2 semua. Tetap berusaha menjadi ibu hebat apapun profesi kita.

      Delete
  8. pelik emang kalau ngomongin resign atau gak. karena setiap indovidiu pasti berbeda memiliki lingkungan dna pribadi yang berbedda. support sistem itu sangat penting dalam menggambil keputusan apalagi ridho suami kan ridho Allah ya. ada juga perempuan yang bekerja hanya kepentingan aktualisasi diri semata, semua harus masak banget memang sebelum makan kepututsan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, memang pelik sekali untuk memilih resign atau nggak. Sebetulnya, misal kerja untuk aktualisasi diri juga nggak masalah sih. Tiap orang pasti butuh itu. Even dia ibu rumah tangga pasti butuh penyaluran untuk mengaktualisasikan dirinya.

      Tapi memang support system itu kunci.

      Delete
  9. Saya juga sempat dilema saat mau resign. Di satu sisi, saya sangat menyukai tempatku berkarier, di satu sisi saya harus ikut suami pindah ke luar negeri. Akhirnya, saya memilih pilihan yang kedua. Bagaimanapun, keluarga haruslah lebih diutamakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. In syaa Allah dapat pengganti yang lebih baik ya mbak. Sending virtual big hug.

      Delete
  10. bismillah dengan niat dan ridho dari Allah insyaaalh semua yang akan kita jalani terasa nikmat dan lebih ikhlas

    ReplyDelete
  11. Dulu alasan saya reaign juga karena melahirkan plus permintaan suami untuk kembali ke kampung halaman karena dia harus melanjutkan s2 ke Aussie. Berat sekali memang, tapi InsyaAllah ada berkahnya ya mbak.

    Mba, Mohon maaf lahir dan batin ya semoga kita dipertemukan dengan Ramadan tahun depan dengan situasi yang jauh lebih baik lagi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Suami kepikiran ya mbak, kalau mbak di perantauan sendiri sama bayi?

      Aamiin.. Sama-sama ya mbak. Mohon maaf lahir batin juga.

      Delete
  12. Saya termasuk ibu yang tak tega meninggalkan anak di rumah. Meski kepikiran terus. Makanya saya akhirnya resign. Salut buat mereka yang tetap bekerja dengan tetap memperhatikan anak-anak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, itu sulit banget lho. Kita yang di rumah aja kadang kewalahan.

      Delete
  13. Bagi ibu yang bekerja di luar rumah, selalu ada rasa bersalah saat harus meninggalkan anak di rumah. Kalau berhenti kerja, menjadi galau karena kehilangan penghasilan dan pergaulan dengan teman-teman kerja. Mau usaha dari rumah juga tidak bisa langsung menghasilkan uang sebanyak gaji dari kantor. Keputusan resign harus diambil dengan pertimbangan sangat matang disertai dukungan suami dan orang-orang terdekat. Jangan sampai menimbulkan penyesalan yang panjang. Harus yakin juga bahwa berusaha dari rumah akan berhasil dengan usaha keras dan keyakinan bahwa Allah akan memberi jalan yang terbaik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bu. Betul sekali. Kondisi internalnya memang serba salah. Kalau nggak ada dukungan dari luar tuh rasanya wow banget.

      Delete
  14. Saya saat ini bekerja
    Berniat akan berhenti saat memiliki anak
    tapi kita gak pernah tau yah nanti keadaan gimana

    ReplyDelete
  15. Ada banyak alasan yang menyebabkan seorang wanita karier resign terutama yang berhubungan dengan anak, kayak enggak tega ninggalin anak, bingung kalau kerja anak dititip sama siapa, merasa kehilangan waktu dengan keluarga Karena sibuk bekerja, dll. Kadang habis resign pun saya mikir juga, ada ada rasa kangen kerja lagi, kangen pakai jas lab, lah ini malah saya berlanjut curhat di sini, hihi ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Serba salah ya mbak. Pingin kerja, tapi galau ninggal anak. Resign, galau lagi karena kehilangan moment kerja kantoran.

      Delete
  16. Komplet banget ulasannya. Bener banget. Bekerja tidak bekerja semua harus dipertimbangkan sesuai dengan kondisi masing-masing. Kalau saya, pertimbangan paling dasar adalah: mana yang paling banyak kebaikannya.

    ReplyDelete
  17. duuuh, gleeekk.. I feel her Mbak.
    saya pun juga setelah lahiran kemarin (apalagi setelah lahiran anak ketiga) semakin galau ingin resign saja, tapi akhirnya pilih menyelesaikan project dan kontrak selesai.
    semua memang harus dikomunikasikan dengan pasangan dan orang terdekat, support system kita dan tak lupa minta petunjuk ama Allah.
    benar tuh sambil buat action plan juga.
    dan harus siap ketika emang kembali di rumah, jangan sampai shock dan gak terima kenyataan yang ada uring-uringan dan pengen segera bisa kerja lagi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, ada kasus real sih dari kenalan. Dia waktu nikah resign. Jadi ibu rumah tangga cukup lama. Begitu punya anak malah kerja. Nggak masalah sih kerja. Tapi agak aneh aja.

      Delete
  18. Masa-masa yang sudah terlewati sekitar 7 tahun yang lalu. Kalau boleh jujur, sekarang pun sebenarnya masih kangen kerja di luar. Tapi konsekuensi atas pilihan mengharuskan di rumah. Ya sudah, jadi berkarya saja dari rumah meskipun hasilnya tak selalu rupiah.

    ReplyDelete
  19. Anak judul 4 alasan resign tersebut ternyata ditujukan kepada perempuan yang sudah menikah ya, bukan secara global 😁

    soalnya daku yg belum menikah nyimak tulisan ini ingin resign juga makanya sempet bingung kok ada alasan anak sama suami🙈 kuterkecoh 😂😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak juga sih, buat yang mau nikah juga mungkin relate. Tapi berhenti kerja buat keluarga sih emang. Hehehe..

      Sebetulnya mau saya tulis juga buat yang alasannya bukan karena ini. Tapi terlalu jauh, jadi puanjang banget pasti tulisannya.

      Delete
  20. Masya Allah Mba Lelly, aku pas baca ini seolah berkaca dengan kondisi diriku sendiri mba sebelum resign. Bahkan, setelah beralih ke freelance yg WFH pun kondisinya gak jauh beda dengan yg WFO, mengingat beban kerjanya juga banyak. Yg bikin sedihnya lagi, aku tipe orang yg gak bisa fokus dalam banyak hal, kalau fokus kerja ya mikirinnya malah kerjaan mulu dan otomatis jadi abai sama tumbuh kembang anak, hiks. So, sekarang memilih untuk gak ambil job dulu akhirnya, pengen menikmati momen sama si kecil. Karena suka sedih aku mba, kalau keseringan cuekin si kecil huhuu. Tuh kan jadi nangis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, freelance memang nggak bisa jadi jaminan bisa ultra fokus ke anak. Even jadi ibu rumah tangga sekalipun.

      Tapiii... Enaknya ya ini. Kita bisa milih berapa banyak yang sanggup kita ambil atau bahkan kaya mbak yang nggak ambil sama sekali.

      Pukpukpuk semangat ya mbak. In syaa Allah, nggak lama kok. Nanti kalau dia bisa dikondisikan, semua akan jadi lebih mudah. :)

      Delete
  21. Tulisan jni mengingatkan saya pada keputusan risegn 4 tahun lalu. Ada banyak hal terjadi sampai akhirnya semua menerima. Baru menghela nafas sedikit 2 tahun kemudian sudah diminta kembali. Masyaallah, mungkin Allah masih mengharapkan saya untuk berjuang di pendidikan!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya tuh jadi ingat dalil ini, gatau ini hadist apa ayat alquran.

      "barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan ganti dengan hal yang lebih baik."

      Dulu, mbak ikhlas ninggalin pekerjaan karena amanah dari Allah. Tapi akhirnya diganti juga.

      Ini wow banget sih. Rencananya Allah tuh aluuussss pisan.

      Delete
  22. Hwaaa kalo ngomongin soal resign, sampai saat ini jujur aja masih ada rasa bergejolak dalam diri aku mba. Semoga lambat laun aku semakin bisa menerima secar lahir batin, karena sesungguhnya suami lebih sangat ridho aku bekerja di rumah aja atau freelance dan berbisnis

    ReplyDelete
  23. Halo, Kak. Template blog yang bagus, dan juga menarik. Boleh tahu aplikasi apa yang digunakan untuk membuat atau mengedit gambar artikel? Foto-foto artikel kakak bagus-bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih non. Gambar di artikel ini semuanya pakai Canva.

      Delete