Saya bahas homeschooling begini macem udah punya anak yang mau sekolah yeee. Padahal yaaa janinnya aja belum ada. Doakan ya kami segera diberikan momongan.
Belum punya anak, ngapain bingung soal sekolah? Saya dan suami sepakat bahwa menjadi orang tua itu nggak bisa mak bedunduk langsung ngeh segalanya. Ketika anak lahir, kita nggak mungkin bisa langsung tahu harus berbuat apa tanpa ada informasi sebelumnya. Banyak banget followers saya yang kalau saya bahas topik tentang menjadi ibu lalu curcol, kenapa belajarnya nggak dari dulu?
Waktu single sibuk main. Jadi manten baru sibuk pacaran. Pas hamil baru deh mulai belajar parenting. Itu udah kayak orang rakus, semua mau ditelan. Dikejar waktu juga, kan? Keburu bayinya brojol dan masih clueless. Efeknya luar biasa saudara-saudara, bagi yang pernah segupuh itu belajar parenting pasti pernah ngalami yang tsunami informasi. Pinginnya sih jadi ngerti segalanya. Tapi ternyata, malah makin pusing. Susah banget buat pilah pilih informasi karena saking nggak ada waktunya buat milih. Telen aje deeh.
So, we decide to prepare jauh-jauh hari sebelum eike merasakan indahnya morning sickness, punggung boyokan, hingga kaki bengkak. Kami sempatkan diri untuk berdiskusi ini itu tentang apa saja yang harus kami persiapkan untuk mengasuh dan mendidik anak-anak kami nanti. Bahkan soal urusan sekolah pun jadi topik yang sudah kami bahas.
Persiapan Memilih Sekolah untuk Buah Hati
Merancang kurikulum untuk anak itu bukan tugas sekolah ya, tapi orang tua. Kita, sebagai orang tua, harus punya dulu nih grand design rancangan kurikulum untuk anak. Baru kita lengkapi kebutuhan itu dengan memasukkan anak ke sekolah, lembaga kursus, atau bahkan homeschooling.
Ketika kurikulum untuk anak siap, next step yang jelas akan kita semua lakukan adalah survey sekolah. Mana sih sekolah yang pas sesuai dengan kurikulum keluarga yang sudah dibuat? Mana sih sekolah yang dekat dari rumah sehingga mudah dijangkau? Mana sih sekolah yang sesuai dengan budget kita? Kelihatannya mudah, tapi percayalah kenyataannya tak semudah itu. Even sudah tahu apa yang harus dilakukan, banyak juga yang galau mau pilih mana. Ya kan buat anak nggak bisa coba-coba. Kasihan anaknya ntar.
"Kalau kamu pilih yang mana, Lel?"
Saya dan suami prefer bahwa anak harus punya bekal agama yang kuat. Kurikulum yang disusun di rumah sampai sekolahnya ya harus seiring dengan itu. That's why ada 2 opsi pilihan yang sedang kami persiapkan. Masukkan anak ke Sekolah Islam Terpadu atau homeschooling. Itu pilihannya.
Homeschooling? Kenapa?
Kurikulum yang customize ini yang memungkinkan anak untuk belajar di mana saja. Bahkan belajar dari para ahli. Jadi, nggak melulu di rumaaaah aja. Sesekali anak bisa diajak ke museum, kebun binatang, kebun raya. Tinggal pilih aja, anak mau diajakin explorasi apa nih.
Saya punya temen yang hingga hari ini menjadi aktivis homeschooling untuk anaknya. Dari anaknya umur 2 tahun, dia sudah punya modul belajar kreatif untuk anak. Sekarang anaknya yang gedhe seumuran anak kelas 4 SD. Homeschooling.
Jadi dulu, waktu anaknya kelas seumuran kelas 2 SD, dia mulai galau, apakah bagus anaknya tetap homeschooling begini? Khawatir nanti kurang bisa bersosialisasi dan sebagainya. Dimasukkanlah anaknya ke salah satu Sekolah Islam Terpadu di Bogor. Kalau lihat gimana sekolah tersebut mendidik siswa, kayaknya sih oke. Tapi setelah anaknya dimasukkan di sana, ternyata standar yang dia inginkan untuk sekolah nggak bisa dipenuhi. Yaudah, akhirnya anaknya ditarik lagi dan dididik sendiri olehnya.
Masalah Sosialisasi pada Anak Homeschooling
Menurut saya, ini tergantung dari orang tua sih. Kalau kita batasi ruang gerak anak untuk main ya memang bisa begini. Tapi kalau diberi ruang gerak yang lebih luas bisa-bisa aja kok. Inget nggak, dulu, sebelum kita sekolah, kita masih bisa sosialisasi sama teman kan? Mestinya, ketika dia ada di masa sekolah pun kesempatan ini juga masih bisa diberikan kepada anak. Entah itu ketika anak homeschooling atau tidak.
Masalah sosialisasi dengan orang lain yang sering menjadi momok ketika orang akan mengambil homeschooling mestinya bisa diminimalisir dengan kurikulum yang tepat. Misal, anak diajak main ke tempat tertentu yang memungkinkan dia berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.
Anak bisa atau tidak bisa bersosialisasi juga tidak ditentukan dari dia sekolah umum atau homeschooling sih. Kita bisa tengok berapa banyak anak yang sekolah di sekolah umum yang kemampuan sosialisasinya juga rendah. Artinya, bukan pada sekolah di mana yang menjadi sorotan, tapi value apa yang masuk ke anak.
Pernah nonton film Gifted nggak? Itu film tentang anak kecil yang jago banget matematika. Ibunya dulu juga jago banget. Pamannya juga. Neneknya tahu kalau dia jago banget matematika, akhirnya si anak ini digembleeng terus matematikanya. Diasaaah terus matematikanya. Oke, ini bagus. Toh, si anak memang suka matematika. Tapi kalau teruuus, teruuus, dan terus? Apa yang terjadi? Frustasi. Ibu si anak dulunya digituin dan berakhir dengan bunuh diri karena nggak ngerti gimana caranya menyelesaikan permasalahan hidup lain di luar matematika.
Ibu si anak emang jadi orang yang keren banget sih. Masuk berita karena bisa memecahkan persoalan matematis yang rumit. Tapi, dia kesepian. Nggak punya teman. Nggak tahu harus temenan sama siapa. Gitu.
Itu film. In reality, ada kan orang tua yang nuntun banget anaknya dalam segi prestasi. Gupuh kalau anak nggak bisa matematika dan sains. Pulang sekolah udah sore nih, masih juga dilesin yang isinya ngulang lagi materi di sekolah. Apa nggak mau meledak tuh kepala anak? Dia masih butuh masa kecilnya untuk bermain lho. Untuk mengasah skill sosialisasinya.
Tapi memilih homeschooling juga nggak bisa main-main. Kalau memang pingin anak kita jadi superior, maka kita sebagai orang tua juga harus mau terus belajar. Lihat potensi anak, kembangkan. Nggak tahu ilmunya, belajar. Gituuu terus. Kalau orang tuanya nggak mau belajar, ya kemampuan anak bakal di situ-situ aja. Alih-alih pingin anak bisa ini itu, yang terjadi justru sebaliknya. Hanya karena orang tuanya nggak mau belajar. Nggak mau upgrade ilmu terus.
Mau anaknya homeschooling juga? Tapi bingung mau mulai dari mana? Ini ada sedikit tips yang saya dapatkan dari teman saya, praktisi homeschooling.
Mendidik itu rasanya macem mau perang. Perang sama diri sendiri, sih. Nggak boleh kalah, nggak boleh gagal. Taruhannya masa depan anak. So, menyiapkan mental sebelum bertarung itu penting. Agar bisa menghadapi segala alang rintangan dengan gagah berani.
Baca buku-buku parenting juga perlu ya. Ini bisa banget dijadikan bahan referensi sekaligus inspirasi untuk mengajar homeschooling.
Kamu juga bisa gabung ke komunitas homeschooling untuk saling berbagi semangat dan ilmu di dalamnya. Kenal banyak orang juga akan bisa membantumu untuk memperluas networking.
Itu tadi berbagai pertimbangan dan persiapan yang perlu orang tua lakukan ketika memilih homeschooling. Sebagai catatan, ketika ingin anak homeschooling, sebaiknya itu memang atas dasar keinginan mereka. Biarkan mereka memilih sekolah berdasarkan pilihan terbaik yang sudah kita filter sebelumnya. Lalu, biarkan mereka bertanggung jawab atas pilihan yang sudah mereka buat. Selamat mendidik. :)
Sumber gambar : pexels.com
Anak bisa atau tidak bisa bersosialisasi juga tidak ditentukan dari dia sekolah umum atau homeschooling sih. Kita bisa tengok berapa banyak anak yang sekolah di sekolah umum yang kemampuan sosialisasinya juga rendah. Artinya, bukan pada sekolah di mana yang menjadi sorotan, tapi value apa yang masuk ke anak.
Sumber : wikipedia |
Pernah nonton film Gifted nggak? Itu film tentang anak kecil yang jago banget matematika. Ibunya dulu juga jago banget. Pamannya juga. Neneknya tahu kalau dia jago banget matematika, akhirnya si anak ini digembleeng terus matematikanya. Diasaaah terus matematikanya. Oke, ini bagus. Toh, si anak memang suka matematika. Tapi kalau teruuus, teruuus, dan terus? Apa yang terjadi? Frustasi. Ibu si anak dulunya digituin dan berakhir dengan bunuh diri karena nggak ngerti gimana caranya menyelesaikan permasalahan hidup lain di luar matematika.
Ibu si anak emang jadi orang yang keren banget sih. Masuk berita karena bisa memecahkan persoalan matematis yang rumit. Tapi, dia kesepian. Nggak punya teman. Nggak tahu harus temenan sama siapa. Gitu.
Itu film. In reality, ada kan orang tua yang nuntun banget anaknya dalam segi prestasi. Gupuh kalau anak nggak bisa matematika dan sains. Pulang sekolah udah sore nih, masih juga dilesin yang isinya ngulang lagi materi di sekolah. Apa nggak mau meledak tuh kepala anak? Dia masih butuh masa kecilnya untuk bermain lho. Untuk mengasah skill sosialisasinya.
Tapi memilih homeschooling juga nggak bisa main-main. Kalau memang pingin anak kita jadi superior, maka kita sebagai orang tua juga harus mau terus belajar. Lihat potensi anak, kembangkan. Nggak tahu ilmunya, belajar. Gituuu terus. Kalau orang tuanya nggak mau belajar, ya kemampuan anak bakal di situ-situ aja. Alih-alih pingin anak bisa ini itu, yang terjadi justru sebaliknya. Hanya karena orang tuanya nggak mau belajar. Nggak mau upgrade ilmu terus.
Persiapan Homeschooling
1. Tentukan visi misi pendidikan keluarga
Visi misi pendidikan ini yang nantinya akan jadi ruh dari kurikulum. Tapa visi misi yang jelas, kurikulum pendidikan di dalam keluarga juga nggak akan jelas arah tujuannya. Nanti kasihan anaknya.2. Persiapan mental
Tantangan untuk memulai homeschooling itu nggak main-main ya. Saya jadi ingat waktu pertama kali ngajar. Itu deg-degannya bukan main. Takut keliru ngajarin. Itu ngajar anak orang yang tidak ada ikatan apapun dengan kita. Kebayang nggak sih kalau ngajar anak sendiri. Kalau kita nggak bisa memanaje mental dengan baik, bisa worry mulu. Takut-takut mulu. Trus akhirnya nggak maju-maju.Mendidik itu rasanya macem mau perang. Perang sama diri sendiri, sih. Nggak boleh kalah, nggak boleh gagal. Taruhannya masa depan anak. So, menyiapkan mental sebelum bertarung itu penting. Agar bisa menghadapi segala alang rintangan dengan gagah berani.
3. Learning
Ini yang jadi point utama ketika orang tua ingin anaknya homescholing. BELAJAR, BELAJAR, DAN BELAJAR. Sering-sering dateng ke seminar dan workshop tentang homeschooling biar punya gambaran gimana caranya. Kalau ada masalah cara nyeleseinnya gimana.Baca buku-buku parenting juga perlu ya. Ini bisa banget dijadikan bahan referensi sekaligus inspirasi untuk mengajar homeschooling.
4. Cari teman seperjuangan
Berjuang sendiri itu nggak enak. Kalau lagi down, bingung banget, nggak tahu harus gimana. Maka penting banget punya orang-orang yang mau dukung. Misal, suami, sahabat, saudara, dan lain-lain.Kamu juga bisa gabung ke komunitas homeschooling untuk saling berbagi semangat dan ilmu di dalamnya. Kenal banyak orang juga akan bisa membantumu untuk memperluas networking.
5. Cari panutan
Panutan ini fungsinya sebagai guru ya. Kalau kita bingung, kita bisa langsung tanya ke beliau. Belajar dari segala pengalaman hidup yang pernah beliau jalani. Kalau saya lihat ini dari sosok Ibu Septi Peni. Beliau ini praktisi homeschooling yang telah sukses mengantarkan anak-anaknya jadi anak-anak yang luar biasa.Itu tadi berbagai pertimbangan dan persiapan yang perlu orang tua lakukan ketika memilih homeschooling. Sebagai catatan, ketika ingin anak homeschooling, sebaiknya itu memang atas dasar keinginan mereka. Biarkan mereka memilih sekolah berdasarkan pilihan terbaik yang sudah kita filter sebelumnya. Lalu, biarkan mereka bertanggung jawab atas pilihan yang sudah mereka buat. Selamat mendidik. :)
Sumber gambar : pexels.com
Saya mencerna setiap tulisan bunda sambil merenung nnti kkalau diamanahi anak akan mengikuti pola yg mana. Krn jujur saya baru saja berperan menjadi seorang istri dan belum diamanhi anak.
ReplyDeleteTulisannya sangat bermanfaat bagi saya.
Makasih ya
sama mbak. keep positive thinking aja kalau memang belum dikasih anak. setidaknya kita jadi punya banyak banget waktu buat belajar soal parenting. jadi nggak kayak orang makan yang keburu-buru gitu. kan gawat, bisa kesedak. :)
Deletesama-sama mbak
Semangat. Mbak! Semoga segera diberikan momongan. Amiin
ReplyDeleteJadi orangtua itu emang gak mudah dan seharusnya perlu mempelajari mengenai parenting terlebih dahulu. SUka banget sama tulisannya tetang homeschooling ini, bermanfaat sekali.
Makasih, Mbak. Aamiin yaa rabbal alamiin..
DeleteDulu, sempat beberapa lama meng-homeschoolingkan anak-anak saat kami baru pindah ke Malaysia. Tapi berhubung emaknya gak pintar antur waktu, akhirnya anak-anak dikembalikan ke sekolah umum. Karenanya, saya selalu salut dengan orang tua yang bisa meng-homeschoolingkan anak-anaknya.
ReplyDeleteini juga masih keinginan kok, Mbak. Belum terlaksana karena memang butuh ilmunya dulu.
DeleteIlmu yang sangat bermanfaat Mbak, karena saya sendiri kebetulan adalah guru di sekolahan umum. Semoga bisa menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak. Aamiin
ReplyDeleteWaaa.. guru yaa.. Seru pasti ya. semangat mbak :)
DeleteKereeeen tulisannya, jadi pemantik semangatku buat bersegera menyelipkan komunikasi soal pendidikan anak.
ReplyDeletemakasih, mbak. selamat mencoba :)
DeleteButuh komitmen yang kuat dari orang tua yang memutuskan homeschooling untuk anak dan saluuut banget bagi yang bisa mengaplikasikannya. Nice share, Mbak 😊
ReplyDeletethank you mbak :)
DeleteHomeschooling sebuah alternatif pilihan dalam mendidik anak, terima kasih sharing nya.
ReplyDeletemasama mbak :)
DeleteDulu sempat terfikir juga mau menerapkan homeschooling buat anak pertama, tapi urung karena ga siap mental membayangkan dikomentarin lingkungan ...😹😹
ReplyDeletekalau mamaknya nggak siap, si anak bisa jauh lebih nggak siap sih. tapi buat saya, nyekolahkan anak di mana saja itu bisa dipilih dan dipertimbangkan. hal yang gak boleh kelewat itu kurikulum buat anak dulu yang harus ada
DeleteYup, mba. Anak saya juga memilih sendiri SDIT yg ingin dia masuki
ReplyDeleteiya, nggak harus homeschooling juga kalau anaknya maunya sekolah di sekolah X misalnya. orang tua sih ngarahin aja dan memberikan pilihan yang masih relevan sama kurikulum yang sudah disusun keluarga.
DeleteSelalu saluttt dengan ortu yang komit dengan sistem homeschooling, karena pasti gak gampanggggg 😘
ReplyDeleteSemoga segera dapet momongan juga ya mbaaaa, yang sholeh sholehah dan jadi penyejuk hati kedua orangtuanya
aamiin aamiin aamiin yaa rabbal alamiin..
Deletemakasi mbak :)
mbak sharingnya full ilmu.
ReplyDeletesaya suka kalimat ini.
"Waktu single sibuk main. Jadi manten baru sibuk pacaran. Pas hamil baru deh mulai belajar parenting. Itu udah kayak orang rakus, semua mau ditelan. Dikejar waktu juga, kan? Keburu bayinya brojol dan masih clueless. Efeknya luar biasa saudara-saudara, bagi yang pernah segupuh itu belajar parenting pasti pernah ngalami yang tsunami informasi. Pinginnya sih jadi ngerti segalanya. Tapi ternyata, malah makin pusing. Susah banget buat pilah pilih informasi karena saking nggak ada waktunya buat milih. Telen aje deeh."
Pas nikah jadi terkejut, banyak yang nggak diketahui. Tambah miris saat uami nggak mendukung segala kerepotan baru istri yang dihadapi. Akhirnya gitu. rumah tangga nggak bahagia.
untuk masalah sekolah, saya acungi jempol untuk yang bisa memanage homescooling untuk anak-anaknya. Saya pribadi belum sanggup dan kurang ilmunya jadi lebih menitipkan anak di SDIT.
kalau sama suami sih, semuanya harus dikomunikasikan sih, mbak. suami kan juga bukan dukun yang bisa langsung tahu isi hati kita.
DeleteSetuju mb,, Klo semua info langsung ditelen yg ad malah keliengan 😀 mumpung masih singgel jd bisa ngumpulin info 😊
ReplyDeleteThanks sharenya mb
Dan smoga cepat dibeei momongan 😇
sipp.. semangat berjuang.
Deleteterima kasih kembali.
aamiin yaa rabbal alamiin
Homeschooling ataupun formal ga masalah seh...kan kunci keberhasilan pendidikan ada pda pola belajar juga terpenuhinya asupan materi pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat anak .
ReplyDeleteyap, tergantung orang tua sih mau ngolahnya gimana
DeleteTerima kasih infonya, Mbak. Tulisannya bagus 😊. Mbak itu ilustrasinya bikin swndiri? Saya suka liatnya
ReplyDeleteterima kasih kembali, mbak.
Deleteenggak mbak. hehehe..
itu stiker line
Pengin humskuling jauh sblom pny ank krm krjaan swmku pindah2 salah satu alasanny
ReplyDeletedirancang dulu aja mbak, biar nggak kaget. karena nggak mudah juga sih.
DeleteSebetulnya saya pengen sih anak saya homeschooling, tp apa daya saya tinggal di kampung, ntar apa kata orang kampung punya anak ga disekolahin wkwk
ReplyDeletemau sekolah di mana itu sebetulnya balik lagi ke value keluarga sih mbak. bukan melihat apa kata orang. capek soalnya kalau dengerin kata orang mulu.
Delete