“Ada nggak sih hal yang bikin kamu nyesel hingga hari ini?”
Kalau ada yang tanya begitu, saya akan jawab TIDAK ADA. Bukan berarti hidup saya berjalan sempurna. Nggak pernah gagal. Semua yang saya cita-citakan terwujud. Apa yang saya mau, saya dapatkan. Nggak gitu juga.
Saya pernah gagal. Berkali-kali bahkan. Banyak hal yang saya cita-citakan, kemudian berubah haluan. Banyak hal juga yang saya mau, tapi nggak bisa saya miliki. My life is not perfect. Dengan sekian banyak ketidaksempurnaan dalam hidup saya, saya memilih untuk menerima semuanya sebagai pelajaran hidup yang amat sangat berharga buat saya.
Dulu, waktu SMA saya pernah punya keinginan kalau nanti lulus, maunya sih kuliah Arsitektur. Bahkan, saya sudah membuat ancang-ancang, nanti kalau S2 mau ambil bidang mana. Faktanya, saya nggak masuk Arsitektur, malah ke Teknik Elektro. Bidang yang nggak pernah sama sekali ada di benak saya. Sedikit pun. Siapa yang menyangka? Lalu, apakah saya menyesal karena salah jurusan? Nggak juga. Saya seneng kuliah elektro. Kalau nggak seneng, ngapain juga saya ngambil S2 di bidang yang sama.
Waktu S2 juga gitu. Maunya sih, lulus 3 semester aja. Tapi ternyata, buku nggak selesai ketika deadline sudah di depan mata. Ya udah, saya nambah lagi satu semester. Menyesal? Enggak. Siapa yang tahu kalau ternyata 2 pembimbing saya hari itu nggak ada yang bisa datang sidang. Jadi, teman-teman saya, yang dibimbing oleh beliau berdua, harus ditemani oleh pembimbing yang lain. Nah, kalau saat itu saya tetep maju. Mau dibimbing siapa?
Selalu ada hal baik dari tiap hal yang nggak enak dalam hidup kita. Tinggal kita mau lihat dari sisi mana.
Hal yang paling nggak enak dalam hidup saya adalah ketika saya gagal menikah. Itu pukulan yang amat sangat berat buat saya. Ini bukan sekedar patah hati biasa. Kalau biasanya, hanya saya yang sakit. Tapi kali ini, kedua orang tua saya pun ikut merasakannya. Bayangin aja. Gedung, catering, rias, dekor sudah dipesan. Souvenir sudah dipilih. Terus, rencana pernikahan itu batal gitu aja.
Sedih? Ooo pastinya. Kecewa? Nggak usah ditanya. Tapi saya bersyukur lho nggak jadi nikah sama dia. Karena setelah akhirnya satu kantor sama dia, kok dia nggak sebaik apa yang saya pikir ya. Kayaknya sih dulu saya iyain karna udah gelap mata kali ya. Alhamdulillah, saya nggak jadi nikah sama dia. Kalau nggak, mana ketemu sama suami saya.
Semua itu pasti akan indah tepat pada waktunya.
Tentang hijrah saya. Teman saya pernah bilang, setelah kita belajar agama, kemudian kita tahu hukum suatu perbuatan. Kita mungkin akan galau. Tapi setelah kita ambil kebenaran itu. kita laksanakan, kita akan menyesal. Bukan menyesal karena sudah melakukannya. Tapi lebih ke “kenapa sih nggak dari dulu aja melakukan hal ini?”
Saya pun pernah berpikir begini, “kenapa sih nggak dari dulu aja ngaji Islamnya? Kenapa sih nggak dari dulu mengkaji Islam secara dalam?” Tapi kemudian saya mikir lagi, “emangnya, kalau dulu udah ngaji, apa saya bisa seyakin ini?” Belum tentu juga. Saya nyari lho kebenaran yang disampaikan itu satu per satu. Saya betul-betul brain storming untuk menggali lebih dalam. Karena saya percaya, iman itu ada ketika kita bisa sepenuhnya yakin. Dan keyakinan itu akan tumbuh ketika kita sudah mencari dan membuktikan banyak hal. Kalau nggak, ya hanya akan dibibir saja. Nggak betul-betul bisa tertancap di hati, apalagi sampai dilakukan.
Saya percaya bahwa segala sesuatu, baik atau buruk, Allah tahu itu. Semua terjadi pun karena kehendak Allah. Saya hanya perlu percaya bahwa apa yang Allah rencanakan untuk saya, selalu menjadi hal terbaik, lebih dari apa yang saya kira. Maka, ketika ada hal yang nggak enak terjadi dalam hidup saya. Nggak ada lagi pilihan yang bisa saya ambil, kecuali sabar. Sabar dalam menghadapi semuanya. Sabar untuk tidak memilih jalan yang Allah nggak suka dengan itu.
Dan, ketika saya mendapatkan apa yang saya mau, rejeki dari sisi yang tidak saya duga, bahkan perihal yang amat sangat kecil, sepele, atau kelihatannya remeh. Tidak ada pilihan lain yang bisa saya ambil, kecuali syukur.
Enak lho hidup kayak gini. Nggak ngoyo dengan banyak tuntutan hidup. Tapi jadi nggak males juga. Karena saya tahu mana sih perkara yang bisa saya kendalikan dan mana perkara yang saya hanya cukup pasrah dengan hasil akhir apa saja yang akan Allah kasih ke saya.
Kita diberi lika liku karena kita mampu menghadapinya. Barangkali setiap orang porsinya berbeda, tapi Tuhan Maha Tahu segala seluk beluk umatnya.. ❤️
ReplyDeleteIya mbak, bener banget. Paling tahu kita kuatnya gimana.
DeleteYa Allah, mbak gak kebayang gagal nikah itu serem banget rasanya. Ada teman satu kos yang pernah gagal nikah. Setelah kejadian itu dia trauma dan sakit. Tapi kemudian ketemu dengan jodoh yang tepat.
ReplyDeleteSaya juga sempet sakit sih mbak. Bentar doang tapi. Kalau trauma nggak yam lebih selektif aja.
Delete