Dulu, orang nggak punya bayangan sama sekali bagaiman caranya menikah kalau nggak pacaran dulu. Proses pacaran ini dianggap sebgai proses mengenal calon pasangan ketika nanti akan menikah. Sayangnya, meski pacaran sudah bertahun-tahun macam kredit rumah, belum juga menjamin apakah kita bisa mengenal dia secara utuh. Tahu gambaran rumah tangga yang akan dibangun bagaimana.
Pacaran Hanya untuk Membangun Rasa, Bukan Proyeksi Visi
"Gimana caranya nikah sama orang yang nggak kita sayang?"
Ini pertanyaan paling umum yang sering ditanyakan ke mereka yang menikah tanpa pacaran. Saya pun dulu pernah mempertanyakan hal ini. Keraguan saya untuk mencintai pasangan setelah menikah yang justru menjerumuskan saya ke lubang maksiat.
Dari apa yang saya alami dulu, sulit sekali membicarakan gambaran rumah tangga yang akan dibangun dengan si pacar. Seserius apapun katanya dia, tetap saja gambaran rumah tangga itu mau dibawa ke mana tetap bias.
Kebanyakan ya permintaan untuk menjalani semua sama-sama dan belajar sama-sama. Berjalan begitu saja tanpa target pasti sampai mana dan harus memilih apa. Kami sibuk menjalin rasa. Bukan sibuk mempersiapkan langkah pasti untuk meraih mimpi bersama. Bahkan, mimpi bersama pun nggak ada.
Justru, ini yang ada. Saya punya cita-cita begini. Dia punya cita-cita begitu. Selanjutnya, bagaimana kita bisa saling mendukung apa yang masing-masing inginkan. Sementara itu, cita-cita bersamanya nggak ada.
Ini banyak dialami sama orang-orang pacaran. Banyak drama yang dilalui hanya karena perasaan yang dikedepankan. Ini yang membuat banyak rumah tangga muda yang nggak tahu mau ngapain meski sudah amat lama pacaran.
Pacaran Tidak Menjamin Segalanya Jadi Indah Setelah Menikah
Saya dan suami nggak pernah pacaran sama sekali. Kami kenal dalam waktu singkat. Kemudian memutuskan untuk menikah. Jadi, saya memang tidak tahu bagaimana rasanya menikahi pacar.
Meski begitu, saya bisa dengan amat sangat mudah tahu dari banyaknya orang-orang yang menikah dengan pacarnya. Tidak semua, bahkan banyak yang masih shock dengan pasangan sah yang baru. Meskipun, mereka sudah bertahun-tahun pacaran.
Ya iya. Namanya juga pacaran. Pasti yang ditunjukkan ya yang manis-manis aja. Letek-leteknya nggak kelihatan secara utuh.
Setelah menikah, tinggal serumah. Mau tidur ketemu, bangun juga ketemu. Kemana pun yang dilihat dia dan segala jejaknya. Ya akhirnya tahu juga belangnya.
Oh, dia ini kalau abis mandi suka naruh handuk di kasur.
Oh, dia kalau abis ambil barang suka nggak dikembalikan ke tempatnya.
Oh, dia ini malas mandi.
Oh, dia ini sesungguhnya buau sekali.
Retjeh banget sih memang. Tapi kalau ini-ini saja yang dilihat dan dirasakan setiap hari. Lama-lama ya bikin hati dongkol dan kepala ngebul juga. Tahu sendirilah endingnya gimana. Ya drama. Nangisin hal receh ini.
Teruntuk pasangan yang nggak baru-baru amat menikah dan sudah melalui fase ini. Pasti senyum-senyum sendiri mengingat masa lalu ini. Kocak memang kalau diingat. Tapi kalau dijalani ya beneran bikin spanneng.
Kalau sudah dipaparkan begini, biasanya akan muncul pertanyaan ini ke pasangan yang menikah tanpa pacaran.
"Memangnya kalau nggak pacaran bisa menjamin auto bahagia?"
Lewat tulisan ini, saya mau bilang kalau jawabannya tidak. Setelah menikah, drama itu ya akan tetap dilalui juga. Tapi saya nggak rugi waktu dan materi untuk pacaran sama dia. Melayani seseorang yang belum tentu jadi pasangan saya. Bayar ongkos pacaran sama seseorang yang belum tentu jadi pasangan saya juga.
Iya lho. Pacaran itu memang membuang waktu dan uang. Pacaran butuh ketemu untuk membangun rasa. Kalau LDR, ya tetep mengupayakan stay contact dengan si dia. Pastinya ya waktu terbuang, uang pun iya.
Apakah dia pasti jadi suami saya? Belum tentu.
Luruskan Niat untuk Tidak Pacaran Karena Allah
Bicara tentang pacaran. Nggak semua lho kepingin punya pacar. Ada juga kok orang yang hidupnya nggak bucin. Dia enggan pacaran karena ribet, misalnya.
Kalau punya pacar kan mau nggak mau diurus ya. Sementara urusan pribadi aja udah banyak. Ada mimpi yang pingin dikejar dan pacaran dianggap sebagai distraksi.
Ada juga yang nggak mau pacaran karena lebih suka temenan aja. Ini juga ada.
Well, kalau kita memang nggak mau pacaran, gimana kalau niat itu diubah karena Allah. Bukan biar nggak ribet atau pingin fokus sama yang lain. Rugi aja kalau nggak diniatin karena Allah.
Menghindari pacaran itu macem menghindarkan diri dari maksiat. Artinya, ini adalah sebuah kebaikan. Sayangnya, kebaikan ini nggak akan punya nilai apapun di akhirat kalau tidak diniatkan karena Allah. Nguap aja gitu.
Tetep rugi kan jadinya. That's why, luruskan niat hanya untuk Allah aja. Niat ini juga yang akan menjaga kita buat nggak nyicipi pacaran lagi.
Kenapa? Ya karena Allah nggak akan suka dengan pilihan kita itu.
Ketika Orangtua yang Meminta Kita Punya Pacar
Ini juga banyak nih kasusnya. Anaknya nggak mau pacaran. Tapi orangtuanya kekeuh meminta anaknya untuk pacaran dulu.
Lagi-lagi, ini karena budaya pacaran dulu sebelum menikah yang menyerebak di masyarakat kita. Jadi, nggak kebayang nikah tanpa pacaran itu gimana. Padahal ini amat mungkin terjadi.
Lalu, bagaimana kalau kita didesak orangtua untuk pacaran?
Saya pun pernah mengalami ini. Setelah taubat nggak mau pacaran lagi, orangtua saya justru makin push saya untuk cari pacar baru. Beliau malah makin stress ketika saya bilang nggak mau pacaran lagi.
"Gimana bisa nikah kalau nggak kenal?"
Sama seperti kebanyak orang, orangtua saya pun tahunya pacaran jadi cara untuk mengenal antara satu sama lain. Padahal, Islam ngatur bagaimana interaksi laki-laki dan perempuan yang sudah siap dan ingin menikah.
Orangtua saya makin cemas lagi ketika usia saya makin jauh dari angka 25 tahun. Hampir setiap pulang ke rumah ditanya. Mereka bahkan menganggap kalau saya ini terlalu pemilih. Cemasnya makin lebih-lebih melihat ada beberapa saudara yang belum juga menikah sampai usia lanjut. Nggak mau dong anaknya jadi perawan tua.
Setiap ditodong pacar baru, saya selalu menjelaskan alasan saya kenapa tidak mau pacaran. Saya juga jelaskan proses seperti apa yang saya kehendaki untuk memilih pasangan suami nanti. Saya sampaikan juga kalau saya butuh doa sama bantuannya ibu untuk mencari calon pasangan hidup.
Apakah berhasil membuat beliau tenang?Tentu tidak, saudara-saudara sekalian.
Ibu saya baru lega setelah datang seorang laki-laki yang melamar saya sendirian. Laki-laki ini yang akhirnya meluluhkan hati semua orang dan berhasil memboyong saya ke Bogor. Satu hal yang tidak pernah sekalipun saya bayangkan.
Intinya sih, luruskan dulu niat kita untuk tidak berpacaran itu cuma karena Allah. Lakukan apapun yang bisa dilakukan untuk menghindarkan diri dari aktivitas pacaran ini. Ketika orangtua memaksa, ya balikin lagi ke Allah sambil terus berupaya menjelaskan.
Siapa sih yang jadi pemilik hati orangtua kita? Ya Allah. Maka, kembalikan urusan ini ke Allah. Biar Allah yang atur. Kita usaha aja terus.
Baca juga: Pernikahan Syar'i
Cara Menikah Tanpa Pacaran
Islam itu agama yang sempurna. Segala hal dalam kehidupan ini ada aturannya dalam Islam. Mulai dari urusan seremeh pakai sendal jepit hingga urusan bernegara. Begitu pula ketika kita mau menikah, ada aturannya juga dalam syariat Islam.
Hari ini, istilah ini sudah tidak asing lagi. Apalagi ada sejumlah public figur yang menjalaninya juga. Ambil saja contoh yang sedang viral hari ini, pernikahannya Dinda dan Rey.
Tidak ada tanda-tanda kedekatan, tiba-tiba sudah nikah aja. Ini wow sih untuk banyak orang. Usut punya usut ternyata Dinda dan Rey ini sudah ta'aruf selama 2 bulan. Sebelum akhirnya mereka mantap untuk mengikat ikrar sebagai suami istri.
Ta'aruf Tidak Sama dengan Beli Kucing dalam Karung
Ini juga asumsi yang masih ada di dalam masyarakat kita. Apalagi range waktu ta'aruf ini relatif singkat. Tidak heran bila banyak yang mempertanyakan proses ta'aruf. Bagaimana caranya bisa kenal satu sama lain dalam waktu singkat dan mantap ke jenjang pernikahan.
Kalau ada yang tanya bagaimana teknisnya, ya kenalan aja. Karena tujuannya memang untuk menikah, tentu pertanyaannya juga bukan hanya sekedar siapa dan dari mana. Tujuan pernikahan dan beberapa pertanyaan lain yang bisa diajukan saat ta'aruf. Saya sudah pernah bahas lebih detail tentang ta'aruf di blog ini. Jadi, kalau ada yang bilang ta'aruf itu seperti beli kucing dalam karung ya jelas keliru.
Lamaran Tidak Menjamin Pasti Menikah
Setelah ta'aruf dan cocok, maka kita akan masuk ke tahap selanjutnya, yaitu lamaran. Sejatinya dalam proses ini aktivitasnya juga sama saja. Ya tanya-tanya lagi. Meski topiknya akan jauh lebih dalam, seperti pola asuh anak, perencanaan financial dalam keluarga, kemungkinan poligami, dan sebagainya.
Lamaran itu sejatinya adalah ajakan untuk menikah. Bisa saja proses ini dibalik. Jadi, dilamar dulu, baru ta'aruf. Hanya saja, ketika seorang perempuan menerima ajakan untuk menikah ini, dia sudah tidak boleh menerima lamaran dari laki-laki lain sampai lamaran yang sebelumnya dicabut.
Berarti ini kekuasaan di tangan laki-laki dong?
Ya nggak gitu juga. Dalam kontekstual memang kesannya suaklek banget, tapi realitanya cukup sederhana. Meskipun, pasti bikin baper juga.
Kalau pihak perempuan tiba-tiba pingin mundur, ya udah. Tinggal bilang aja. Say sorry and good bye.
Laki-laki yang dikasih tahu juga biasanya akan melepaskan. Ya ngapain mempertahankan perempuan yang nggak mau sama dia, kan? Kalaulah perempuan ini yang jadi jodohnya, nanti akan ada jalan.
Meski keduanya udah sama-sama mantap untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, sebaiknya asumsi pasti menikah ini dihindari. Gagalnya pernikahan itu bukan hanya karena salah satu pihak yang membatalkan, tapi bisa juga karena ajal. Siapa sih yang tahu batas waktu seseorang?
Jadi, sebisa mungkin untuk tetap mengendalikan perasaan. Genggam perasaan itu di tangan dan serahkan seutuhnya pada Allah. Selain itu, jangan lupa untuk terus menerus menjaga interaksi dengan calon pasangan agar tetap dalam koridor syara'.
Niat kita untuk menikah itu baik, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Masa mau dinodai dengan dosa-dosa sebelum menikah? Tahan-tahan aja semuanya dulu. Semua pasti akan indah pada waktunya kok. Jangan terbuai dengan kalimat, "aku kan pasti nikahin kamu."
Well, nggak ada yang pasti sampai akad terucap. Beneran deh, jaga semuanya baik-baik dan terus libatkan Allah.
Saya punya cerita yang agak ngeri-ngeri sedap. Ada sepasang calon pengantin yang akan menikah. Seminggu sebelum mereka menikah, keduanya pergi bersama-sama untuk melihat rumah baru mereka. Sewaktu mengunjungi rumah itu, pihak ketiga datang membisiki sesuatu kepada mereka. Hingga akhirnya, terjadilah sesuatu yang belum seharusnya terjadi.
Singkat cerita, pernikahan itu akhirnya batal karena mempelai laki-laki meninggal sehari sebelum menikah. Selang beberapa waktu dari kesedihan itu, si perempuan mendapati dirinya hamil. Siapa lagi ayah dari janin itu bila bukan calon suaminya yang meninggal. Nasi sudah menjadi bubur. Sulit juga untuk menuntut tanggung jawab ke keluarga lelaki itu karena sudah meninggal. Akhirnya, dia harus menjalani segala konsekuensi perbuatannya itu sendiri.
Menikah Itu Bukan Soal Rasa, Tapi Ketetapan Hati
"Bagaimana aku bisa menikahinya, kalau aku tidak mencintai orang itu?"
Sering dengar kalimat ini? Ini pertanyaan yang paling sering ditanyakan. Apalagi kalau pernah nonton sinetron atau drama tentang perjodohan, pasti akan mengamini pertanyaan ini. Seolah, kita tidak akan mungkin menikahi orang yang tidak kita cintai. Pokoknya harus jadi bucin dulu, biar tenang nikahnya.
Saya pun dulu mempertanyakan hal ini. Bingung bukan main dengan orang yang menikah tanpa ada rasa cinta sebelumnya. Saking keponya, saya sampai tanyakan langsung ke pelakunya.
"Waktu nikah, kamu sudah cinta belum ke suamimu?"
"Aku baru jatuh cinta waktu kami ngedate pertama kali setelah menikah. Itu seminggu setelah menikah."
Pertanyaan "kok bisa?" berulang kali berputar dalam kepala saya sampai saya melupakan kejadian ini. Setelah saya mengalaminya sendiri, barulah saya sadar. Menikah itu bukan soal rasa. Ini lebih pada ketetapan hati. Bagaimana akhirnya hati ini memilih, itu urusan Allah.
Tahu Sundari Hana? Itu lho Bu Leknya Kirana Retno Hening. Dalam akun sosial medianya, dia pernah cerita kalau dulu bener-bener nggak mau sama suaminya ini. Banyak sekali alasan untuk menolak laki-laki itu. Sempat putus kontak selama setahun. Tapi lihat bagaimana Allah mempertemukan dan menyatukan mereka?
Laki-laki yang dulu dia tolak terus menerus ini yang kemudian jadi suaminya. Mana dia sangka kalau takdirnya berjalan seperti itu.
Apakah Bu Lek Hana satu-satunya yang mengalami ini? Tidak. Ada banyak sekali orang yang pun mengalami hal serupa.
Jadi, amat sangat keliru kalau sebelum menikah yang dibangun hanya soal rasa. Sementara ada yang jauh lebih penting dari itu semua. Akan dibawa ke mana pernikahan ini?
Baca juga: Bersamamu Menyempurnakan Agamaku
Ada yang punya cerita serupa nggak? Tulis di kolom komentar ya.
Penutup
Di akhir tulisan ini, saya cuma pingin titip pesan kepada para single. Jangan takut tidak menikah karena hingga detik ini belum punya pacar. Nggak perlu kepikiran pacaran juga.
Jodoh itu Allah yang atur. Kapan hilalnya tampak, itu suka-suka Allah. Nggak perlu menghabiskan waktu untuk memikirkan kapan hilal jodoh akan tampak. Fokus saja untuk memperbaiki dan menjaga diri karena Allah. In syaa Allah, semua akan indah pada waktunya.
Semangat!
jujur aja setelah Dinda Hauw dan Rey itu viral karena Taaruf dan ada seseorang yang tanya bagaimana biduk rumah tangga yg dijalankan dengan proses taaruf itu. Aku sih liatnya dia tanya gitu karena dia ga percaya rumah tangga berjalan akan baik-baik saja dengan taaruf. Well..kita ga ada yg tahu ya sampai dimana kita dan pasangan kita berakhir dan yg bisa kita lakukan sebagai insan adalah menjaga rumah tangga kita dengan penuh cinta. Hahah kok aku jadi panjang lebar gini
ReplyDeleteIya mbak. Ta'aruf memang tidak menjamin bahwa hubungan pernikahan itu bisa awet. Tapi juga nggak bisa dibilang kalau yang ta'aruf pasti gagal. Sama seperti yang memulai dengan proses lain, ada kemungkinan gagal atau berhasil.
DeleteTapi, setidaknya dengan cara ini sudah ada itikad baik untuk memulai segalanya tanpa sesuatu yang Allah nggak suka.
Isi tulisan ini akan kusampaikan pada orang terdekatku. Sebelum menikah dengan suami, saya termausk pacaran lama. Setelah menikah? Semu mulai dari nol. Sama dengan taaruf. Sama-sama mulai dari nol.
ReplyDeleteKurang lebih, aku setuju banget dengan semua poin yang Mba Lelly sebutkan diatas. Kendati, untuk makna memantaskan ini sendiri sebaiknya bukan hanya karena untuk meminta jodoh aja or mencari perhatian makhluk. Tetapi, tepatnya memantaskan diri menjadi the best version of you because Allah. Prinsipnya, biar Allah yang pilihkan sekaligus memantaskan dengan siapa kita bersanding kelak. Bukan karena niat lain, hehe.
ReplyDeleteIya mbak. Meski praktiknya tidak semudah itu. Wkwkwk.
DeleteSaya salah satu dari tim yang menikah tanpa pacaran. Alhamdulillah, kini sudah dikaruniai satu putra dan satu putri. Ya, insya Allah, meski tanpa pacaran, kalau sudah berjodoh, kelak bersanding juga di pelaminan. 😁
ReplyDeleteAlhamdulillah. Sudah panen ya mbak.😆
DeleteBetul mbak, jodoh nggak ada yang tahu.
ya Allah ka tulisannya bikin merembes, kayak ditampar rasanya, pacaran lama memang tidak menjamin kita bakal nikah ya kak, jadi makin menguatkan niat aku niy buat memutuskan sebuah hubungan. apalagi kata-katanya "menikah bukan soal rasa tapi ketetapan hati", jadi main-main banget di otak aku, untuk mengambil keputusan banyak soal sebuah hubungan
ReplyDeleteSemangat mbak 🤗
Deletesekarang banyak yang sudah mengikuti cara ta'aruf ya mbak. InsyaAllah ini adalah ikhtiar terbaik dalam menjemput jodoh. Aku kenalan singkat juga tapi sayangnya dulu masih pake tahapan pacaran (hehehe) 6 bulan, habis itu lamaran trus menikah.
ReplyDeleteAlhamdulillah nggak lama ya mbak
DeleteMasya Allah, barokallah fiik Mbak Lelly. Kalau saya dulu kenalan dulu sama misua padahal sudah tahu tapi kita nggak ada pikiran nikah, lalu misua ke rumah dan kita nikah. Cepat sih. Sepakat bahwa serahkan semuanya pada Allah, insya Allah ada jawabannya.
ReplyDeleteNggak terduga ya mbak. Takdir Allah kadang emang suka gitu. Surprise.
Deleteummi leily...kocak pas bilang oh itunya bau sekali wkwk. ah sama dong aku juga taaruf dari tukeran cv cuma 10 bulan langsung nikah, eh apa berapa bulan. ya jodoh g ada yg tau yaa..meski ditanya mana pacarnya mulu, pulang2 bawa calon suami eeaaa
ReplyDeleteMantep to? Pulang-pulang yang dibawa langsung calon suami. Heehhe..
DeleteMelihat beberapa temen yang galau sewaktu punya pacar, antara bertahan atau melepaskan. Kadang saya mikir : mungkin Allah sedang cemburu karena hati hambanya lebih condong ke manusia
ReplyDeleteTaarfu memang jalan yang bagus ya kak. Kelak jika saya punya anak, saya ingin dia mendalami ilmu agama hingga ia tak takut tak ada jodoh karena tidak pacaran
Bisa jadi karena begitu mbak
DeleteSejujurnya aku nggak tahu bagaimana proses ta'aruf. Yang jelas aku sama suami juga nggak pacaran Mbak. Teman kantor, saya anak baru, dikulik profil saya, diajak ngobrol beberapa kali yang awalnya saya nggak ngira itu pdkt sampai diajak ketemu orang tuanya, baru menjelaskan maksudnya bla bla bla.... dan akhirnya menemui orang tua saya. Tidak lama kemudian kami menikah. Alhamdulillah banyak kejutan yang menyenangkan karena kami jadi berusaha untuk lebih saling mengenal karena merasa sebelumnya tidak pernah kenal...
ReplyDeleteHihihi... Kejutan ya mbak. Tahu-tahu dilamar aja.
DeleteMengenal terus lanjut menikah tanpa proses pacaran sebenarnya memang bikin hati lebih terjaga. Setuju banget Mbak, nikah itu bukan karena ada rasa, tapi lebih pada ketetapan hati.
ReplyDeleteSaat calon belum hadir, keyakinan kita sama Allah serasa terus di uji, sampai sejauh manakah kita benar-benar bisa menjaga diri dan terus memantaskan diri supaya bisa mendapatkan pasangan sesuai harapan.
Iya mbak. Betul banget.
DeleteDulu sudah dilamar, nentuin hari tapi gak jadi nikah. Hihihi. nano nano. kalau belum jodoh ya tidak ketemu ya kak. Dengan suami proses taaruf sampai nikah hanya dua bulan. Alhamdulillah, meskipun ketika dalam proses, oh ternyata suamiku begini. Nikmat pokoknya pacaran setelah nikah. ada aja kejutan wow. hihi
ReplyDeleteSaya juga peenah gagal nikah kok mbak. Hehehe
DeletePacaran tak selamanya indah ya mbak. Jadi SemangatCiee nih buat saya untuk terus memperbaiki diri hingga datangnya ijab qabul bersamanya.
ReplyDeleteSemangat mbak
DeleteKalau saya dulu jadi perantara teman, eh kok malah jadinya nikah sama saya. Dan nggak pernah pacaran,langaung nikah. tapi bukan taaruf juga sih. Hehe
ReplyDeleteWaaaah... Lucu juga nih ceeitanya.
DeleteHuft... Saya jadi lumayan legea setelah membaca tulisan ini. Sejujurnya saya juga selalu bertanya-tanya gimana saya bisa menjalani hidup sama seseorang yang nggak saya cintai? Makasih mbak fitri😊 mungkin seiring berjalannya waktu cinta itu juga tumbuh setelah pernikahan.
ReplyDeleteAmin...
Asal memang ada upaya mbak. Pasti nanti Allah bantu.
DeleteDari yang awalnya biasa saja, jadi tidak biasa. Bahkan, rasanya hampa kalau tidak ada dia.