Bicara soal
produktivitas ini sebetulnya nggak kenal profesi dan di mana orang itu bekerja.
Mau kerja kantoran atau kerja dari rumah, ini memungkinkan. Buat saya,
produktif adalah tentang bagaimana kita menggunakan waktu kita sebaik-baiknya
untuk hal-hal yang bisa menghasilkan value tertentu. Ini mematahkan omongan
orang tentang para pekerja yang kerja dari rumah itu nggak produktif. Kita cuma
nggak bisa lihat aja gimana dia jungkir balik menyelesaikan tiap pekerjaannya dari
rumah.
Dulu, saya
termasuk orang yang takut nganggur di rumah. Saya nggak suka liburan terlalu
panjang karena biasanya akan terlalu banyak waktu yang saya habiskan dengan
hal-hal yang nggak ada faedahnya sama sekali. Belum lagi perdebatan dengan ibu
saya kalau lihat anaknya bengong. Semakin tak nyamanlah diri ini.
Waktu
kenalan dengan suami untuk menikah dan tahu kalau dia tinggal di Bogor, saya
mulai menyiapkan diri untuk melepas pekerjaan saya di Surabaya, dan memulai
sesuatu yang baru di Bogor. Mau ngajar atau yang lain itu harus jelas dulu.
Saya pun mulai browsing kampus yang punya program studi linier dengan ijazah
yang saya punya. Ada 3 pilihan waktu itu dan semuanya swasta. Siapin mental
lagi untuk masuk ke kampus swasta dengan aneka tantangannya.
Agak nggak
siap sih sebetulnya ngajar di swasta itu. Ini juga yang mendorong saya untuk
cari aktivitas lain yang bikin saya tetap produktif, yaitu menulis. Saya mulai serius
tuh mendalami bidang ini. Aneka rupa kelas menulis saya ikuti. Mulai dari yang
gratis sampai berbayar. Beberapa projek antologi pun demikian. Tujuannya sih
untuk build portfolio di bidang ini. Nggak mudah, apalagi waktu itu masih
ngajar dan punya tanggungan ini itu di kampus.
Setelah
resign dan pindah ke Bogor semuanya dimulai. Welcome to the real jungle.
Saya penulis
baru yang sebenaranya nggak kenal-kenal banget sama medan. Bondo nekat dan
keinginan kuat untuk terus berkarya. Kaget? Tentu saja. Segala ritme yang
dulunya saya jalani berubah 180 derajat. Ini juga yang bikin saya merasa, “kok
gue nggak bisa produktif ya?”
Saya coba
ngobrol dengan teman saya tentang ini. Kenapa ya saya kok sulit banget ngatur
ini itunya di rumah? Padahal saya udah nggak kerja kantoran, mestinya saya bisa
lebih fasih ngurus segala hal yang ada di rumah, termasuk merintis pekerjaan
baru sebagai penulis. Dari obrolan itu, akhirnya saya ngeh di mana penyakitnya
dan gimana caranya untuk terus stay on the track.
Tulisan ini
saya racik berdasarkan pengalaman saya hampir setahun ini kerja dari rumah. Jadi,
kalau hari ini kamu merasa belum produktif saat kerja dari rumah, atau kamu
pingin resign dan kerja dari rumah aja, semoga tulisan ini membantu.
3 Masalah Umum yang Sering Terjadi saat Kerja dari Rumah
“Enak ya,
kerja dari rumah, bisa sambil ngurus anak.”
“Enak ya,
kerja dari rumah, hemat ongkos transport.”
Dan segala
macam enak-enak yang lain.
Well, kalau
mau lihat sisi baiknya ya pasti banyak. That’s true, saya jadi bisa menghemat
tenaga yang biasa saya pakai untuk PP rumah-kampus. Nggak cuma tenaga sih,
waktu dan duit pun jadi lebih hemat. Kalau lapar juga tinggal ke dapur terus
makan. Ngantuk, tinggal tidur siang bentar. Senyaman itu memang.
Terus
masalahnya di mana?
Nyaman bukan
berarti hidup tanpa masalah. Kerja dari rumah meski amat sangat nyaman juga
ngasih tantangan sendiri lho. Apa aja sih itu? Ini dia.
1.
Banyak distraksi
Di kantor,
kita punya ruang kerja sendiri. Jauh dari keluarga. Jauh dari anak-anak juga.
Jadi, kemungkinan untuk bisa terus fokus dengan pekerjaan itu besar. Nggak
jarang sih ada orang yang suka pulang larut untuk menyelesaikan pekerjaan
tambahan di kantor. Ya, karena di rumah akan ada banyak sekali distraksi. Anak
yang rewel, pasangan yang juga minta diperhatikan, atau tamu yang kebetulan
datang.
2.
Waktu kerja yang nggak tentu
Saat kerja
di rumah, kita nggak diikat oleh jam kerja apapun. Kalau telat nanti potong
gaji nggak ada. Kalau ambil lembur dapat tambahan gaji juga nggak. Kita bisa
tentukan sendiri sehari mau kerja berapa jam. Tapi ini yang justru jadi masalah
baru. Banyak orang yang akhirnya terlena dengan waktu yang kelihatannya banyak
ini. Peluang untuk procrastinating ini jadi lebih besar dari sebelumnya.
3.
Tanpa Boss bikin motivasi loyo
Buat
orang-orang yang biasa kerja pakai bos, terus jadi kerja sama diri sendiri ini
akan ngerasain banget bedanya. Senyebel-nyebelinnya bos, mereka ini yang
membantu kita untuk tetap fokus ke kerjaan kita. Waktu kerja kita juga jadi
nggak banyak terbuang sia-sia kalau punya bos yang banyak mau. Ya sih, jadinya
emang capek banget.
Beda banget
waktu kerja sendiri. Kita bosnya, kita yang buat aturan sendiri. Kita bebas mau
ngapain aja. Mau kerja atau leyeh-leyeh aja, bebas! Kalau kita nggak
pinter-pinter organize diri kita, ini beneran bisa kacau sih.
Kerja dari
rumah artinya kita sendiri yang nentuin mau ngapain aja hari ini. Nggak akan ada limpahan pekerjaan yang mendadak turun dari orang lain. Kita yang jemput, kita
yang cari, kita yang upayakan. Kalau motivasi kita kurang, kemungkinan untuk
tidak produktif juga akan jadi semakin besar.
3 hal itu
yang saya rasakan selama beberapa minggu pertama kerja dari rumah. Kok gini ya.
Distraksi yang saya tulis juga nggak meluli dari luar diri kita. Kadang, kita
sendiri yang menciptakan distraksi untuk diri sendiri. Apa itu? Aneka rupa grup
Whatsapp dan sosial media. Ampun deh soal dua hal ini.
Well, ada
masalah bukan berarti nggak ada solusinya ya. Untuk melawan 3 hal ini saya juga
udah melakukan beberapa cara. Selama saya nempel terus sama cara ini, selama
itu juga saya bisa terus produktif. Tapi kalau nempelnya sama aneka excuse yang
ada di atas, ya jadi lain cerita.
Lakukan 5 Hal Ini Agar Kamu Tetap Produktif Bekerja dari Rumah
Waktu saya
masih ngajar di kampus. Saya nggak berani bilang kalau saya selalu produktif
selama saya kerja. Cuma karena pekerjaan itu datang silih berganti dan numpuk nggak
ada abisnya, saya jadi nggak kurang kerjaan sih. Ritme ini beda banget saya mulai
kerja dari rumah. Nggak ada jam kerja, nggak ada bos, dan distraksinya banyak. Saya
yang tentukan mau kerja apa dan kapan. Berapa lama saya kerja semuanya terserah
saya. Artinya, dalam sehari penuh saya bisa menghabiskan waktu lebih lama dari
kerja kantoran. Tapi bisa juga saya nggak ngapa-ngapain seharian penuh. Semuanya
bisa terjadi terganting mood dan sikon.
Masalahnya,
kita kerja kan nggak cuma lihat mood. Nggak nunggu mood ada dulu, tapi
membangun mood itu. Ya, kan? Itu juga yang saya lakukan pada diri saya. Saya bangun
sistem kerja untuk diri saya sendiri. Kerja nggak harus nunggu mood, tapi dilakukan
karena memang itu jadi keharusan ketika saya menginginkan sesuatu di masa yang
akan datang.
1.
Set your workspace
Kamu nggak
harus punya ruang kerja khusus sendiri sih. Tapi kamu bisa mengkondisikan
ruangan tertentu yang biasa kamu pakai kerja. Mau kasur, sudut ruang tamu,
ruang makan, atau mana aja terserah. Tiap orang yang kerja di rumah pasti punya
workspace favoritnya.
Di rumah,
saya punya meja kerja yang lengkap dengan kursinya di kamar tidur kami. Ada satu
sudut kamar yang biasa saya pakai kerja kalau suami nggak kerja remote dari rumah.
Workspace saya jadi pindah ke atas kasur kalau meja kerja itu dipakai oleh
suami.
Sebelum mulai
kerja, biasanya saya bersihin dulu area kerja itu. Mejanya rapi. Segala keruwetan
sana sini diberesin dulu. Lap-lap dulu juga. Suka risih aja kalau kerja terus mejanya
debuan. Kalau sudah bersih, jurnal-jurnal yang saya pakai untuk breakdown ide
dan planner saya taruh di atas meja. Tentu laptopnya juga ya. Kebetulan saya
punya laptop yang bisa diajak kerja tanpa charger cukup lama. Kalau paginya
full, setelah pekerjaan selesai, biasanya sih baru habis baterainya.
Nah, untuk
laptop ini, saya biasa siapkan dulu malamnya. Jadi, pagi baterai sudah terisi
full. Ganggu banget kalau pas lagi asyik-asyiknya kerja terus baterai low.
2.
Lakukan ritual khusus untuk memulai pekerjaan
Ritual ini untuk
mengkondisikan badan bahwa kita akan memulai pekerjaan kita. Saya biasanya akan
memulai setelah sarapan, mandi pagi, sholat dhuha dan pakai skin care routine saya. Sarapan ini penting banget dilakukan biar kita punya tenaga untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Nggak harus banyak sih kalau sarapan ini. Kalau kebanyakan nanti malah ngantuk.
Selain itu, biasanya saya dandan tipis-tipis, meski tetap menggunakan pakaian kebesaran a.k.a daster.. Jadi, rambut dan wajah itu keliatan
seger.
“Pakai lipstick,
Lel?”
Iya, saya
pakai. Bukan buat siapa-siapa, tapi buat diri saya sendiri. Beberapa orang,
macem Bu Septi Peni itu, beliau punya baju kerja sendiri saat dia mulai kerja di
rumah. Setelah pekerjaannya tuntas, baru deh pakai daster. Tiap orang pasti punya
ritual masing-masing yang bikin dia nyaman. Kamu tinggal pilih mana ritual yang
paling bikin nyaman.
3.
Set jam kerja
Enaknya kerja
dari rumah itu, kita bisa atur sendiri jam kerja kita. Mau kerja waktu anak
sekolah atau tidur, boleh. Mau kerja dari pagi macem saya, juga boleh. Satu hal
yang perlu dipastikan adalah kita tahu kapan waktu kita kerja dan batasnya
sampai mana.
Terkait jam
kerja ini, ada beberapa orang yang mengambil patokan target pekerjaan. Jadi, kalau
pekerjaannya belum selesai ya dia nggak akan berhenti kerja. Dengan ritme
semacam ini, orang tersebut bisa aja kerja berjam-jam melebihi orang kantoran,
bisa juga malah seharian dia free nggak
ngapa-ngapain. Ada juga yang matok jam kerja. Misal, dari jam 9 pagi sampai jam
12 siang dia kerja, jam 12 sampai malam urus anak, kemudian mulai lagi jam 9
malam, setelah anak-anak tidur.
Saya pribadi
lebih suka ngasih batasan waktu. Selesai nggak selesai, ketika jam kerja saya
habis, saya harus berhenti. Apa bisa tetap efektif? Bisa karena saya punya
point ke 5 yang nanti akan saya jelaskan di bawah.
4.
Jauhkan diri dari segala distraksi yang ada
Tiap orang
punya distraksi masing-masing. Tapi distraksi paling besar saat kita kerja di
rumah ya anggota keluarga. Entah itu anak minta makan, ngajak main, atau suami
yang justru minta untuk dilayani ini itu. Menjauhkan distraksi bukan berarti
ngusir mereka jauh-jauh saat jam kerja ya. Bagaimana pun juga mereka punya ha
katas kita. Jadi, kita penuhi dulu hak mereka.
Sounding kalau
mau menyelesaikan sesuatu dari jam sekian sampai jam sekian mau menyelesaikan
pekerjaan juga bisa sih. Tapi yang begini ini baru bisa kalau anaknya udah bisa
dikondisikan. Kalau masih bayi ya kita yang ikuti ritme mereka supaya kita bisa
konsentrasi kerja.
Bagaimana
kalau gangguan yang muncul ternyata dari handphone? Ini saya pernah bahas cara
ampuh lain untuk jauh-jauh dari HP supaya bisa tetap fokus di blog ini. Silakan
dibaca saja.
5.
Buat target kerja
Saya terbiasa
membuat to do list mingguan untuk push diri saya boar bener-bener fokus
mengerjakan sesuatu. Dari to do list ini, semuanya punya jadwal sendiri kapan
harus selesai. Misal, hari senin saya harus buat satu tulisan di blog. Maka,
saya akan berusaha keras menyelesaikannya dalam sehari. Ya risetnya, ya outlining,
nulis, hingga editing. Harus selesai hari itu juga gimana pun caranya.
Lalu,
bagaimana kalau waktunya habis dan saya belum menyelesaikannya? Maka, pekerjaan
saya hari itu akan bergeser ke hari berikutnya. Begitu seterusnya. Artinya,
ketika saya menunda
pekerjaan atau tidak segera menyelesaikan pekerjaan itu karena satu dan
lain hal, maka saya akan punya pekerjaan yang lebih banyak lagi esok harinya.
Cara ini
cukup ampuh di saya untuk bisa tetap fokus dan produktif menyelesaikan
pekerjaan dari rumah. Di artikel sebelumnya, saya juga sudah jabarkan terkait hubungan
antara tujuan dan produktifitas. Jadi, kalau kamu bener-bener pingin bisa
lebih produktif, set your goal!
Nah, itu tadi
beberapa hal yang saya lakukan berdasarkan pengalaman bekerja dari rumah. Kalau
kamu biasanya gimana nih? Share dong di kolom komentar.
with love,
Saya juga gitu pas ngurus toko online aendiri...terganggu dengan auasana rumah dalam tanda kutip lo yA..jadi kurang fokuss
ReplyDeleteemang susah sih, apalagi kalau ada bocil-bocil. beneran kudu liat sikon kalau mau kerja dengan nyaman.
DeleteSaya mengalami saat pindah dari Semarang ke Bekasi, sekian bulan bingung harus apa? Tapi segera gabung dengan komunitas dan sebagainya Alhamdulillah sebentar langsung cuzz terimakasih
ReplyDeletealhamdulillah ya.. gabung komunitas emang bisa ngasih semangat baru.
Delete“Enak ya, kerja dari rumah, bisa sambil ngurus anak.”<<< omong kosong hahahaha seringnya malah aku digangguin sama anakku yang balita, kalau sudah mukai keteteran sama dateline aku kabur sejenak ke coworking space hehehe
ReplyDeleteembeeeer... tak semudah itu esmeralda. hahaha
Deleteharapan: punya space kerja sendiri, biar semua bisa rapihh teratur
ReplyDeletekenyataan: mangku laptop di meja makan/ meja dapur sekalian nunggu masakan rampung :D
wkwkwkwkwk.. dilema jadi mamak yang kerja dari rumah ya mbak. kalau aku sih waktu masak dan setrika jadi momen nonton film.
Deletemantap mbak tipsnya..ini yang masih menjadi pertimbanganku antara tetap kerja atau pengen resign? mikirin pas di rumah bisa lebih produktif gak ya? (padahal di kantor ya biasa-biasa aja..malah menunda masih jadi penyakit rutin..hiks)
ReplyDeletemau di rumah atau di kantor, jadi produktif itu pilihan yang bisa kita upayakan. jadi ya balik lagi ke diri sendiri sih mau gimana.
DeleteBener banget nih Mbak kalau kerja di rumah banyak distraksi, kadang suka nggak fokus juga karena nggak ada juga yang ngatur2. Tapi yah hal2 tersebut bisa kita atasi dengan mendisiplinkan diri ya. So, oke juga nih tipsnya agar kita bisa tetap produktif kerja di rumah
ReplyDeletebetul, harus mau mendisiplinkan diri sendiri kalau mau lebih produktif.
DeleteKalau kerja di rmh gk ada target dan kemungkinan lbh nyantai ya mb. Mmg kudu ada motivasi dr diri dan konsisten sih mnurut sy kuncinya. Well mksh deh sharingnya...
ReplyDeleteiya, jadi harus punya sesuatu yang "ngepush" kita lebih jauh lagi.
Deletemasama mbak
Kudu istiqomah
ReplyDeleteTapi gangguan tetep banyak huhu
dilema memang, tapi bisa sih kalau kita bisa manage waktu dengan baik
DeleteDuh bener semua ya mbak poinnya. Apalagi, untuk distraksi dan set jam kerja. Susah banget deh asliii. Aku yang 'kebo' banget kalau urusan tidur, lalu udah planning mau kerjain DL malem-malem. Eh, dilalah pas nyusuin malah bablas ketiduran sampe pagi. Nah, terus aja begitu huhuu
ReplyDeletewkwkwkwk... dilema busui ya. sebelum atur semuanya kudu tahu dulu mbak ritme sehari-hari based on anak dan suami gimana. kalau ini nggak dapat ya susah mbak.
DeleteHalooo :) Kalau aku sih senang laptopan di meja makan dekat dapur. Jadi bisa fleksibel suka2 sambil masak, sambil nonton televisi sekaligus dengerin anak2ku main piano :D Indah banget kalau begini menikmati hidup. Menulis karena hobi dan rezekipun menghampiri :)
ReplyDeletengambil makanan juga dekat ya mbak. wkwkwk...
Delete